"Kurang ajar kamu, Asya." Fagan sudah melempar makian begitu Asya masuk.
"Tenang, Tuan. Jangan marah dulu." Asya berusaha bersikap santai.
Dia hanya sedang menghibur dirinya sendiri agar bisa membuat keadaan menjadi lebih mudah untuknya. Walau begitu sulit dan gemetar, Asya sepertinya bisa menguasai dirinya.
"Saya tau, Tuan. Dia guru mahal, dia berkelas dan dia adalah pengajar di kalangan konglomerat. Sebaik dan sepopuler apa pun gurunya, akan sia-sia jika saya tak menunjukkan minat," kata Asya mencoba mengali permasalahan.
"Cih, mudah sekali kamu bilang kamu nggak memiliki minat. Bukankah kamu sendiri yang bilang kalo apa pun yang aku mau akan jadi maumu?" ujarnya ketus.
"Ah, untuk kali ini berbeda. Rasanya bernapas aja ada aturannya. Sampai saya harus mikir harus bernapas atau tidak." Asya membantah.
"Omong kosong, tutup mulutmu," sahut Fagan tak menerima alasan yang Asya katakan.
Asya berjalan mendekati Fagan secara perlahan. Banyak sekali yang berkecamuk di dalam otaknya. Rasa sakit yang dia rasakan karena amukan, cacian dan juga kekejaman Fagan tak pernah hilang dari dirinya. Hingga hanya ada sinar kebencian yang ada di mata Asya sekarang ini.
"Ayo negoisasi lagi, kita barter hadiah biar menarik," kata Asya pada sang suami.
"Siapa kamu? Kenapa kamu ngatur-ngatur aku?" desak Fagan.
"Istrimu, Tuan. Saya adalah istri sahmu," balas Asya. "Walau bukan istri yang dianggap, setidaknya statusku di sini jelas sebagai istrimu," lanjutnya.
Fagan menyadari jika Asya bukan gadis yang bodoh. Rupanya dia cukup pintar dan cukup berani. Fagan tak tahu jika Asya berani melakukan itu karena dia merasa ada yang sedang dia ingin jumpai. Rindu mengebu di hati Asya pada ayahnya membuat gadis itu mengajukan persyaratan.
"Apa yang kamu inginkan?" tanya Fagan.
"Saya cukup tau diri untuk meminta banyak hal, aku tak akan meminta lebih dari apa yang saya berikan," jelas Asya.
"Cepet bilang aja. Jangan bertele-tele," sahut Fagan mengertak.
Asya mengulas senyuman manisnya, dia membuat Fagan gusar dengan keinginannya yang tak segera Asya katakan padanya.
"Aku ingin bertemu bapakku, Tuan. Itu saja," jelas Asya.
"Lalu, apa yang akan kamu pertaruhkan?" desak Fagan terus menekan Asya.
"Kursus sampai aku jadi wanita elegan seperti yang Tuan inginkan, bukankah itu yang saat ini sedang Tuan harapkan?" balas Asya.
Fagan memikirkan apa yang Asya katakan. Permintaan itu tak berarti apa pun bagi Fagan. Dia bahkan baru saja mengamuk karena kedatangan mertuanya itu ke perusahaan hari itu.
"Bertemulah dengannya jika memang kamu bisa menaklukkan acara pesta pertunangan itu, Asya." Fagan memberikan tawaran.
"Sungguh? Tuan mengatakan itu padaku?" Asya nampak kegirangan.
"Dengan syarat hanya bertemu saja, tanpa mengatakan apa yang kamu alami dan kamu rasakan di sini," ancamnya.
Fagan tak mau mempertaruhkan apa yang dia miliki dengan mudah pada gadis itu. Reputasi keluarganya akan dipertaruhkan jika ada orang yang tahu apa yang Asya terima di rumah itu selama ini.
"Saya janji, Tuan. Saya hanya perlu bertemu Bapak dan memeluknya erat. Saya hanya ingin meninggalkan pesan padanya agar dia tak khawatir," balas Asya yang nampak sangat senang.
"Baiklah, ikuti semua dengan baik dan buktikan kamu bisa menunjukkan yang terbaik. Pesta itu akan menjadi ajang pembuktian seberapa kamu merindukan bapakmu," kata Fagan.
Asya mengangguk senang, dia sangat bahagia dengan apa yang Fagan katakan. Walau dia tetap harus bungkam atas apa yang dia terima selama ini, setidaknya akan ada hal yang bisa dia dapatkan sekalipun hanya sedetik.
"Kalaupun aku mati setelah itu, aku rasa tak akan ada penyesalan apa pun di dalam diriku." Asya mengatakan itu dengan sangat mantap.
Dia hampir menyerah untuk bisa bertemu ayahnya lagi, bagaimana juga keadaannya memang tak pernah sama sebelum ini. Asya yang biasa hidup sesuai keinginannya walau dalam kekurangan, nyatanya lebih bahagia dari pada saat dia di sekap di rumah itu. Walau ranjangnya besar, bajunya bermerek, kamarnya luas, make-up-nya lengkap. Tapi semua itu sama sekali tak ada artinya bagi Asya. Dia tetap kesepian, disiksa dan merasa sendiri.
* * *
"Bagus, Asya. Caramu berjalan sangat anggun dan mempesona." Isabella senang karena Asya menerima pelajarannya dengan sangat cepat.
Berbeda sekali dengan Asya beberapa hari yang lalu. Asya yang penuh dengan drama dan juga ketidakbecusan.
"Perkembanganmu sangat hebat, kamu banyak belajar dan sepertinya Fagan akan senang dengan kemajuan yang kamu capai," jelas Isabella.
"Katakan padanya jika aku sudah layak tampil sebagai istrinya di kalangan kolega. Aku berkelas dan elegan sekarang," kata Asya sembari membelai wajahnya.
Belum juga Isabelle menjawab apa yang Asya katakan, suara tepuk tangan memekik dari arah pintu.
"Baru begini aja udah mulai sombong kamu, ya. Dasar kampungan," maki Maria.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments