3. Caci Maki

Pernikahan termegah tahun itu digelar dengan banyak sekali tragedi. Mulai dari mundurnya Elina sebagai pengantin wanita, sampai Asya yang harus menjadi tumbal. Alunan musik lembut nan menyejukkan hati itu masih mengalun dengan sangat merdu. Para tamu masih tampak menikmati pesta dan si pemilik pesta hanya berdiri di pelaminan dengan senyum terpaksa yang mereka tunjukkan. 

"Asya, penderitaanmu akan dimulai. Kamu akan membayar apa yang sudah kamu lakukan padaku," ujar Fagan dengan suara mengancam. 

Saat itu, Asya mencoba untuk menahan segala yang dia rasakan. Walau merasa khawatir, tapi dia tak mau menunjukkan ketakutannya. 

"Kamu menikmati pestanya?" tanya Fagan. 

Asya memperlihatkan wajah sebabnya tepat di depan mata Fagan. Mereka tak saling pandang sekalipun sudah melakukan ciuman pertama di depan para tamu tadi. 

"Apa mata sembab ini mengisyaratkan sebuah kenikmatan?" balas Asya ketus. 

Melihat apa yang dilakukan Asya, Fagan menjadi kesal. Yang dia ketahui, Asya tak akan melakukan perlawanan apa pun padanya. Namun kali ini, dia berani membantah dan menekan Fagan dengan kalimat yang cukup menyakitkan. 

"Tidak ada kebahagiaan sama sekali di dalam hatiku, Tuan. Termasuk kemewahan yang sekarang menempel di tubuhku dan ada di hadapanku. Ini semua tak berarti apa pun untukku." Asya menyerukan isi hatinya. 

"Ini belum seberapa, kamu akan lebih menderita lagi setelah kamu benar-benar tinggal di rumahku. Setidaknya aku akan membuatmu membayar semua yang sudah kamu lakukan," jelas Fagan mengancam. 

"Ternyata aku nggak salah duga. Kamu, mamamu dan adikmu itu enggak beda sama sekali. Kalian sama," ujar Asya. 

Selama ini Asya memang tak pernah merasakan tekanan apa pun dari Fagan. Dia hanya bicara seperlunya dan berinteraksi seadanya. Mereka tak pernah terlihat pembicaraan yang serius sekalipun Maria sudah menentukan jika Asya akan menjadi istri Fagan. 

"Bisa dibilang aku lebih dari mereka. Kamu hanya perlu bersiap saja," ujar Fagan dengan nada tak sopan. 

Asya mencium aroma penderitaan yang akan menantinya. Dia seperti sudah diberi kisi-kisi bagaimana kehidupan pernikahannya dengan Fagan akan berjalan. 

"Lengkap sudah. Suami yang dingin, mertua yang memaksa dan adik ipar yang sadis. Lengkap." Asya membuang wajahnya dengan bicara dalam hati. 

Bahkan saat Fagan bicara padanya seperti itu, matanya tak beralih dari Elina yang sedang berdansa dengan Aksa. Fagan tak terima jika mantan kekasihnya itu memilih Aksa sebagai pasangannya setelah sebulan memutuskan hubungan mereka yang hampir mencapai pelaminan. 

"Brengsek, dia mengkhianati aku." Fagan menahan emosi di dalam dadanya. "Andai aja aku nggak lumpuh, Elina nggak akan pergi dari aku," lanjutnya tanpa memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. 

Fagan dan keluarganya itu masih terus menaruh tuduhan pada Asya. Mereka menganggap kecelakaan itu adalah kesalahan Asya dan tak ada ampun bagi gadis itu. 

* * *

"Bangun, Asya." Suara berat Fagan mengoyak gendang telinga Asya yang masih lelap. 

Pesta berlangsung sampai larut hingga rasa kantuk Asya tak tertahankan lagi. Baru saja dia memejamkan mata sepanjang perjalanan, Fagan sudah meneriakinya dengan kasar. 

"Turun dan siapkan minum. Aku haus," perintah Fagan pada istrinya. 

Beruntung, pengawal pengantin tadi sudah meminta Asya ganti baju sebelum pulang. Sehingga sampai di rumah dia tak perlu lagi repot dengan gaun pengantin mewahnya itu. 

"Baik, Tuan." Asya menurut dan segera berjalan menuju dapur. 

Wanita itu mengambil segelas air putih untuk suaminya dan segera kembali untuk memberikan gelas itu. Karena masih belum hafal letak dan arah rumah itu, Asya sempat bingung dan tak tahu arah.

"Kamu ini sengaja ya, ambil air aja lama banget," sentak Fagan. 

"Nyonya Muda kesasar, Tuan. Dia sampai halaman belakang dan kebingungan." Seorang pembantu menjelaskan. 

"Nyonya Muda? Sejak kapan dia menjadi Nyonya Muda?" Fagan tak setuju Asya dipanggil Nyonya Muda. "Enak aja panggil dia Nyonya. Siapa dia?" lanjutnya. 

Melihat hal itu, pembantu rumah itu seketika tahu jika Fagan tak menyukai Asya sekalipun mereka sudah suami istri. 

"Ini minumnya, Tuan." Asya menyerahkan gelas air yang dia bawa. 

Fagan menerima dan meneguknya segera. Kerongkongan pria itu sudah kering karena rasa marah yang dia pelihara di dalam hatinya. Sejak melihat kemesraan Elina dan Aksa, sikap buruk Fagan semakin terlihat.

"Asya, bantu suamimu berbaring. Sudah larut, kalian harus istirahat." Maria tiba-tiba masuk kamar mereka berdua. 

Asya hanya menganggukkan kepalanya. "Karena semua kerja lembur hari ini, besok pagi kamu bangun untuk masak sarapan. Kamu yang diratukan hari ini, jadi kamu harus bayar dengan sarapan pagi," perintah sang pemilik rumah. 

Ketidakadilan semakin terlihat. Walau nada bicara Maria lebih santun, tapi tetap saja apa yang dia perintahkan membuat Asya tak tenang. Wajah datar Asya mengundang kekesalan Maria. 

"Mau protes? Kamu nggak suka diperintah? Apa kamu mau bantah?" Maria berteriak pada menantunya. 

"E ... enggak, Nyonya. Saya akan lakukan itu semua besok." Asya menyanggupi dengan terpaksa. 

* * *

"Astaga! Apa ini, Asya?" Maria sudah meneriakan kemarahannya. 

Dia melihat dapur masih berantakan dan makan pagi belum siap di meja.

"Maaf, Nyonya. Saya ketiduran dan bangun kesiangan." Asya mengakui. 

Maria sengaja mengunci dari luar ruangan khusus pembantu rumah tangganya karena memang dia sudah memberi mandat Asya untuk menyiapkan sarapan. 

"Bisa-bisanya kamu kesiangan, Asya. Kamu nggak becus banget jadi istri," omelnya. 

"Apa sih, Ma? Pagi-pagi udah teriak-teriak." Cecilia ikut campur. 

"Dia udah sanggup siapin semuanya semalem, tapi sampai jam segini belum mateng." Maria menjelaskan.

Cecilia menatap kakak iparnya dengan tatapan sinis. Dia tahu apa yang ibunya maksudkan hanya dengan melihat wanita lusuh. 

"Becus nggak, sih? Bukannya orang miskin tuh biasa ya, bangun pagi, kerja keras dan kerja kasar. Kenapa masak aja nggak becus?" Cecilia mulai mengeluarkan kecongkakannya. 

"Bukan nggak becus, aku bilang aku bangun kesiangan. Jadi belum beres, kalian hanya perlu tunggu. Sebentar lagi akan selesai," jelas Asya. 

"Diam, Asya. Kenapa kamu bentak mama dan adikku kaya gitu? Berani banget kamu," sentak Fagan. 

Lengkap sudah pagi pertama Asya di rumah itu. Caci maki dan bentakan yang dia terima hanya karena terlambat bangun saja sudah bisa dia pastikan akan terjadi lagi setiap hari.

"Ini baru hari pertama, bahkan baru beberapa jam saja aku menghiruo udara rumah ini. Mereka sudah melayani aku dengan kalimat-kelimat kejam tanpa memikirkan perasaanku." Asya mencuci semua alat masaknya dengan derai air mata. 

Sejak tadi dia menahan semuanya, setelah semua orang berhenti memakinya, tak ada lagi yang bisa dia tahan. Air matanya mengalir tanpa diminta dan terus saja berjatuhan. Dia menyelesaikan pekerjaan dapurnya dan segera ke meja makan untuk memastikan semua orang sudah duduk dan makan. 

"Makan sendiri masakanmu itu, kami sudah kenyang hanya dengan melihatnya." Maria melarang semua orang menyentuh masakan Asya. 

"Ayo makan di luar," ajak Cecilia pada ibunya. 

Sementara Asya hanya berdiri mematung tanpa kata, mereka memarahinya karena terlambat bangun dan menyiapkan sarapan. Tapi setelah semua dihidangkan mereka memilih makan di luar. 

"Ini baru dimulai, Asya." Fagan memberi peringatan. 

Terpopuler

Comments

KimRyn21

KimRyn21

Disiksa

2023-06-17

0

Nia

Nia

Waduh, ancaman yang menakutkan.

2023-06-11

9

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!