"Enggak, Nyonya. Saya hanya mengantar pakaian kotor saja." Asya memberi alasan.
"Ah, alesan. Kamu pikir aku nggak tau? Apa kamu pikir aku bodoh?" Maria menghardik.
Di sisi lain Abrisam terkejut, pria yang tadinya akan keluar dari rumah belakang itu memilih menghentikan langkahnya. Dia tak ingin memperkeruh keadaan yang ada dengan ikut campur atau hanya sekedar melihat nyonya besar rumah itu mencaci maki Asya.
"Kamu dibawa Lia untuk diobati, kamu mengambil banyak kesempatan, Asya. Kamu harus dapatkan ini," kata Maria sembari menampar pipi kanan Asya.
Seketika pandangan mata Asya kabur akibat tamparan itu. Dia merasakan sakit kepala berlebih hingga akhirnya dia jatuh pingsan di rerumputan halaman belakang.
"Asya, bangun." Maria mencoba membangunkan dengan menggoyangkan tubuh Asya menggunakan kakinya.
Namun sama sekali tak ada respon dari Asya saat itu. Tak ingin terjadi sesuatu yang lebih fatal, Maria berteriak memanggil Abrisam yang nampak menyelinap keluar dari rumah belakang.
"Bawa dia masuk." Maria memberi perintah pada ajudan pribadi Fagan.
Abrisam tak bisa menolak dan menuruti apa yang majikannya itu inginkan. Dia meraup tubuh mungil Asya dan memboyongnya ke kamar Fagan.
"Apa yang terjadi?" tanya Fagan pada Abrisam yang nyelonong masuk tanpa pemberitahuan.
"Nggak papa, Fagan. Dia pingsan. Mungkin kecapekan," sahut Maria yang tiba-tiba muncul di belakang Abrisam.
"Nyonya besar menamparnya, Tuan. Setelah itu dia tergeletak di rerumputan," sela Abrisam mengatakan apa yang terjadi.
Fagan terkejut, dia tak menyangka akan berakibat sefatal itu. Walau dia juga melakukan kekerasan pada Asya, tapi agaknya itu membuat Fagan heran. Bagaimana bisa ibunya membuat Asya sampai pingsan seperti itu.
"Lancang sekali kamu, Abrisam." Maria mengertak.
Abrisam berlalu begitu saja, entah kenapa keberanian pria itu tiba-tiba muncul saat melihat wajah polos Asya yang tak sadarkan diri itu. Keadaannya memang berbeda dari biasanya. Abrisam terbiasa menuruti segala yang majikannya katakan, kini berani membangkang.
Maria juga meninggalkan Fagan dan Asya dalam kamar, dia tak ingin memperpanjang masalah dengan Fagan sehingga pergi adalah pilihan yang utama. Fagan menatap Asya yang terbaring di atas ranjangnya. Pipi lebam terlihat sangat jelas di sana.
"Gadis bodoh." Fagan mengumpat Asya.
Tak lama setelah dibaringkan, Asya mulai membuka matanya. Dia sadar dari pingsannya dan memijit pelan pelipisnya yang terasa berdenyut.
"Sudah bangun, Nyonya?" desak Fagan.
"Akh," lirih Asya.
Fagan tersenyum miring, dia tak merasa simpati sedikitpun pada wanita itu, sehingga dia dengan tega menuduh Asya hanya bersandiwara saja.
"Kamu itu bukan gadis pintar, Asya. Kamu nggak bisa tipu aku dan Mama. Kamu pura-pura pingsan biar nggak kena omel, kan?" tanya Fagan.
"Enggak, Tuan. Sama sekali enggak. Tiba-tiba tubuhku lemas dan pandanganku menjadi gelap. Sungguh," jelas Asya membela diri.
"Kamu pikir aku peduli?" Fagab memulai kembali caci makinya. Kalimat-kalimat kotor dan kasar keluar begitu saja tanpa kontrol. Asya dihujani hinaan dan caci maki menyakitkan yang membuat gadis itu sakit hati.
Dia menangis meraung karena tak tahan dengan segala yang Fagan ucapkan. Jika saja hanya dia yang dihina, pasti Asya masih kuat menahannya. Namun saat Fagan mulai membicarakan dan menghina keluarganya, Asya menjadi sangat emosional.
"Pulangkan aku, Tuan. Aku nggak mau hidup di sini. Pulangkan aku," rintih Asya memohon.
Gadis itu merasa Fahan sudah menghancurkan hidupnya dengan kejam. Dia tak ingin membuat semua menjadi semakin sulit sehingga dia berani memohon.
"Tidak akan, Asya. Sekali kamu masuk, kamu nggak akan pernah bisa keluar lagi." Fagan mengancam.
"Turuti apa yang suamimu katakan, kamu adalah miliknya, Asya. Jangan pernah membantah," kata Maria yang baru saja datang setelah mendengar keributan dari kamar Fagan.
"Lancang banget minta dipulangin, kamu pikir kami nggak terpaksa apa terima kamu? Kamu pikir kami mau berurusan sama kamu?" Cecilia ikut bicara.
Sakit hati Asya semakin menjadi. Hal ini juga sama sekali tak ia inginkan. Dia ingin sekali membantah, tapi ternyata sama sekali tak bisa. Mereka bertiga adalah tim yang sempurna untuk menyakiti Asya secara lahir dan batin. Sehingga Asya mengurungkan niat untuk membantah dan membela dirinya. Dia membiarkan mereka bertiga menghina habis dan mengutuk hidupnya yang memang sudah hancur itu.
"Bapak, aku rindu sama Bapak. Kapan Bapak akan menengokku? Kapan Bapak bisa memelukku?" tanya Asya dalam hati.
Dalam kegundahan hatinya Asya ingin sekali dipeluk ayahnya, karena memang biasanya, pelukan itu yang mampu membuat kegelisahan Asya berkurang bahkan menghilang.
"Kamu nggak perlu pakai hp, Asya." Fagan merebut ponsel Asya dan membantingnya ke dinding.
Ponsel yang memang sudah butut itu hancur seketika dalam sekali lempar.
"Saat HP aja kamu pikir bisa membahayakan, bagaimana bisa kamu menganggap aku lemah dan tak membahayakan bagimu?" ujar Asya penuh dengan kemarahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
feni
Aih,.kejam
2023-06-11
3
feni
Typo, Thor.
2023-06-11
3