KEKEJAMAN SUAMI LUMPUHKU

KEKEJAMAN SUAMI LUMPUHKU

1. Menikah atau Penjara

"Penjara atau menikah, Asya!" Maria membentak gadis 25 tahun berperawakan ramping dengan kulit putih susu itu. 

Sebuah kecelakaan yang terjadi di depan mata Asya saat itu membuat seorang pria bernama Fagan Elvander mengalami lumpuh di kedua kakinya. Walau Asya sama sekali tak merasa menjadi penyebab kecelakaan itu tapi keluarga Elvander tetap saja bersikeras jika Asya-lah yang menyebabkan kecelakaan itu terjadi. 

"Saya bukan penyebab kecelakaan itu, Nyonya. Bahkan saya berada jauh dari tempat kejadian," jelas Asya membela diri. 

"Fagan kecelakaan karena kamu nyebrang sembarangan, Asya. Masih nggak ngaku," desak wanita berusia 55 tahun itu hampir saja keluar karena emosi yang menguasai dirinya. 

"Enggak, Nyonya. Ini bukan salahku. Saya bahkan nggak nyentuh mobil Tuan Fagan sama sekali." Asya masih terus mempertahankan apa yang dia yakini. 

"Bisa sekali ya, kamu. Bukannya kamu yang tiba-tiba nyebrang tanpa melihat laju mobilku? Apa kamu pikir aku gila dan sengaja membuat mobilku kecelakaan?" Fagan turut membentaknya.

Asya masih bersikeras jika bukan dia yang menyebabkan kecelakaan itu. Dia masih tak mau dimintai pertanggungjawaban atas kesalahan yang tak dia lakukan. 

"Satu-satunya orang yang harus bertanggung jawab atas ini semua adalah kamu, Asya. Jangan menolak lagi. Pilihannya sangat mudah. Kamu hanya perlu menikah dengan Fagan atau memilih di penjara atas kasus kecelakaan itu." Maria mengancam. 

"Saya nggak salah, Nyonya. Saya sudah katakan ini berulang kali, kenapa Anda memaksa?" bantah Asya lagi. 

"Apa keadaanku ini belum cukup jelas kamu lihat? Apa kamu jadi buta saat kami menuntut tanggung jawab?" Fagan ikut bicara. 

Pria bernama Fagan itu baru saja pulih dari kecelakaan mobil yang dia alami. Kecelakaan yang sebenarnya terjadi karena ketidak waspadaannya sendiri, tapi karena Elina membatalkan rencana pernikahannya, terpaksa Fagan harus mencari gadis yang akan menjadi tumbal untuk acara yang sudah delapan puluh persen selesai persiapannya itu. 

"Nak," lirih ayah Asya yang tak tega melihat putrinya ditekan oleh keluarga Elvander. 

Asya melihat ke arah ayahnya, sorot mata khawatir pria itu begitu nampak. Asya tahu benar seperti apa perasaan yang ayahnya rasakan. 

"Kenapa harus menikah, Nyonya?" tanya Asya dengan berani. 

"Persiapan pernikahannya sudah hampir selesai, Asya, semua sudah diboking dan nama besar keluarga sedang dipertaruhkan. Kami nggak mungkin membatalkan pernikahan dengan alasan apa pun. Fagan harus menikah di hari yang sudah ditentukan, walau bukan dengan mempelai yang dia inginkan." Maria memberi penjelasan. 

"Tapi saya bukan calon istri Tuan Fagan. Saya nggak ada hubungan apa pun dan itu bukan rencana pernikahan kami," bantah Asya merasa tak adil. "Lagi pula Tuan Fagan tak menginginkan aku," lanjut Asya. 

"Jangan bantah, ya. Ini sudah diputuskan, ini satu-satunya cara untuk mempertanggungjawabkan semua yang kamu lakukan." Maria menjelaskan dengan napas yang semakin menderu. 

"Pengadilan saja nggak memvonis kecelakaan itu salah saya, Nyonya. Kenapa Anda bersikeras itu salah saya?" Asya masih belum berhenti. 

Karena Asya terus membantag Maria tak bisa mengendalikan emosinya. Sebuah tamparan keras mendarat di pipi putih gadis cantik berambut panjang lurus itu. 

"Nyonya," sentak ayah Asya spontan melihat putrinya ditampar dengan sangat keras oleh wanita itu. 

"Jangan kasihani dia, Pak. Dia banyak bicara dan berusaha berkelit, aku nggak punya pilihan lain selain itu," kata Maria tanpa rasa bersalah. 

"Asya, ini tawaran bagus. Atau kamu mau aku membuat ayahmu ikut dalam masalah ini?" Fagan ikut mengancam. 

Fagan dengan tatap mata yang tajam itu, mengalihkan pandangan ke arah Asya yang masih mengusap lembut pipinya yang terasa sangat panas itu. Gadis yang memang berusaha mempertahankan harga dirinya itu menahan air matanya agar tak menetes. Dia menarik napas panjang dan membuat keadaan menjadi mudah untuk dia lewati. 

"Asya, kalo kamu mau pengadilan menjatuhimu hukuman penjara, kamu boleh abaikan apa yang sudah aku jelaskan. Tapi, kalo kamu masih mau hidup bebas, kamu harus menikah dengan Fagan." Maria memberikan pilihan yang begitu sulit untuk Asya. 

"Jangan, Nyonya. Jangan penjarakan putriku," mohon ayah Asya. 

Duda yang hanya bisa melihat dengan pilu putrinya diperlakukan dengan sangat kasar itu meminta agar putrinya tak dipenjara. 

"Liat bapakmu itu. Kamu tega banget bikin dia mohon-mohon kaya gitu? Kamu hanya perlu nikah sama putraku dan kamu nggak perlu masuk penjara," ujar Maria. 

Asya mengangkat wajahnya yang tertunduk dan melihat ke arah pria renta yang mulai sakit-sakitan itu. Wajahnya yang mulai keriput dan sesekali terdengar suara batuknya yang begitu menyesakkan dada membuat Asya menjadi tak tega. Melihat ayahnya seperti itu bahkan lebih menyakitkan daripada tamparan yang baru saja dia terima.

"Pak," lirihnya sembari mengusap lembut tangan ayahnya itu. 

"Nak, Bapak nggak mau kamu masuk penjara. Apa jadinya kalo kamu dipenjara, Nak?" ujarnya khawatir. 

"Asya nggak salah, Pak. Asya nggak nglakuin apa pun yang bikin Tuan Fagan kecelakaan. Bener, Pak. Asya nggak salah." Gadis itu masih membantah dengan suara seraknya yang tertahan. 

"Masih aja bantah kamu, ya. Kalo kelamaan aku telepon polisi aja. Fagan, minta mereka buka kembali kasus ini," sela Maria.

Fagan nampak merogoh ponsel yang ada di saku jasnya. Dia mengikuti apa yang ibunya minta. 

"Jangan, Nyonya." Ayah Asya ketakutan. "Ayo, Asya. Kamu ikut mereka aja. Kamu menikah dengan Tuan Fagan dan jangan sampai kamu di penjara. Menikah saja nggak akan menyulitkanmu. Mereka akan menganggapmu seperti layaknya menantu orang kaya, Asya." Pemikiran pria itu begitu pendek. 

Kekhawatiran yang dia rasakan membuatnya tak memikirkan apa pun yang bisa terjadi jika Asya masuk dalam keluarga itu. Tanpa tahu latar belakang sesungguhnya seperti apa keluarga Elvander, ayah Asya memilih menyerahkan putrinya itu. 

"Bapakmu aja khawatir sama masa depanmu kalo sampai kamu di penjara. Kenapa kamu masih bersikeras sama pendapatmu sendiri? Mau bikin bapakmu mati stres?" Maria memberikan tekanan dengan lebih sadis lagi. 

Hati Asya hancur berkeping-keping, kalimat-kalimat kasar yang Maria ucapkan membuat hatinya menjadi rapuh. Apalagi sorot mata ayahnya begitu kosong karena kekhawatiran yang dia rasakan sebagai seorang ayah. 

"Bapak yakin aku akan di penjara kalo mereka lapor?" tanya Asya. 

"Mereka berkuasa, Sya. Mereka mempunyai banyak uang untuk melakukan banyak hal. Kebenaran bisa mereka beli," bisik pria renta itu. 

Ternyata ayah Asya memikirkan apa yang bisa terjadi jika Asya terus menolak apa yang keluarga itu inginkan. Kekuasaan yang keluarga Elvander miliki, bahkan bisa membeli dunia seisinya. Jadi, dia menjadi khawatir apa yang meraka ancamkan benar-benar akan terjadi. 

Mendengar penjelasan yang ayahnya katakan, Asya memikirkan bagaimana seorang ayah yang menjadi orang tua tunggalnya selama lima belas tahun itu begitu mengkhawatirkan dirinya. Asya hanya memiliki pria 58 tahun itu setelah ibunya meninggal saat usianya baru sembilan tahun. Sehingga Asya khawatir jika ayahnya itu merasa tak tenang. 

"Telepon polisi sekarang, Fagan!" Maria mencoba melakukan intimidasi. 

Mereka menggunakan jurus terakhir untuk mengertak Asya dengan mengancam memenjarakan Asya dan hendak beranjak pergi. Baru juga selangkah mereka beranjak dari kursi, ayah Asya sudah bersimpuh di hadapan keduanya. Pria itu memohon sembari menangis agar keluarga itu tak melaporkan putrinya. 

"Apa yang Bapak lakuin? Asya nggak salah, Pak. Bukan Asya yang bikin Tuan Fagan kecelakaan." Asya masih teguh pendirian. 

"Minggir, Pak. Putrimu udah putusin buat masuk penjara, kenapa harus bapak tangisi?" sahut Maria. 

"Asya, minta mereka berhenti, Asya. Bapak nggak mau kamu dipenjara. Bapak nggak mau, Asya." Ayah Asya benar-benar tak bisa membiarkan keluarga itu merenggut kebebasan putrinya dengan menyerahkannya pada pihak kepolisian. "Menikahlah dengan Tuan Fagan, Asya. Bapak mohon. Bapak pilih jalan jauh buat tengokin kamu ke rumah keluarga Tuan Fagan, daripada Bapak harus jalan ke rumah tahanan karena kamu dipenjara," rintih pria itu. 

Air mata ayah Asya membanjiri pipinya yang keriput, hal itu membuat Asya patah arang. Dia tak bisa melihat pria yang selama ini memperjuangkan dirinya itu menangis sembari bersimpuh seperti seorang kesakitan di hadapan Maria Elvander. 

"Bangun, Pak. Asya udah putuskan apa yang akan Asya lakukan." Asya berjalan mendekati ayahnya dan menepuk lembut bahu pria yang duduk bersimpuh di hadapan dua wanita yang sedari tadi mengintimidasi Asya dengan berbagai kalimat ancaman. 

Terpopuler

Comments

KimRyn21

KimRyn21

Simalakama

2023-06-17

0

🎤Delisha🎧

🎤Delisha🎧

Pemaksaan

2023-06-11

10

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!