4. Celana Dalam

Bagian terpenting dari semua yang terjadi pagi ini adalah sikap tak peduli Fagan saat istrinya diperlakukan semena-mena oleh ibu dan adiknya. Walau Fagan juga membenci Asya, tapi tak seharusnya seorang suami memperlakukan istrinya menjadi seperti pembantu. 

"Mudah sekali bilang udah kenyang saat aku sudah selesai masak. Mereka benar-benar membuatku gila," ujar Asya. 

Dia memanggil pembantu rumah dan meminta semia masakan yang dia buat untuk dibawa ke rumah belakang tempat mereka tinggal. 

"Sungguh, Nyonya? Benarkah semua ini untuk kami?" tanya Lia—kepala pembantu rumah itu. 

"Beneran. Bawa aja, nggak ada yang makan kok di sini. Pemilik rumah dan juga Nona Muda udah keluar buat sarapan," jelas Asya kecewa. 

Setelah kepala pembantu itu pergi membawa makanan, Asya beranjak ke kamar. Setidaknya dia harus mandi untuk membuang segala penat yang mengelayutinya sejak bangun tadi. 

"Perawat yang biasa merawatku dirumahkan sama Mama karena aku sudah menikah. Sekarang tugasmu adalah mengurus segala yang aku butuhkan. Termasuk urusan mandi, mengganti pakaian dan segalanya," ujar Fagan saat istrinya keluar dari kamar mandi. 

Mendengar penjelasan itu, tentu saja Asya terkejut. Walau memang dia istrinya, tapi dia belum cukup siap untuk menyentuh tubuh pria itu. 

"Kenapa nggak minta dia balik aja? Bukankah kamu akan lebih nyaman sama dia untuk urusan itu?" tanya Asya. 

"Jangan nglawan," bentak Fagan menutupi segala kecanggungannya. Sebenarnya dia merasa sulit melawan apa yang dia rasakan. Malu sekaligus marah tak bisa dia singkirkan begitu saja. 

Asya tak punya pilihan lain. Dia mulai bergerak mendekati Fagan dan melucuti satu persatu pakaian yang pria itu kenakan. Sisa pakaian dalam saja yang Fagan pakai sekarang. 

"Cukup, aku bisa lakukan sisanya sendiri. Tunggu di sini, aku nggak mau teriak-teriak panggil kamu pas aku sudah selesai," kata Fagan. 

Asya hanya diam, dia berdiri di balik pintu kamar mandi menunggu suaminya memanggilnya untuk membantu. Setidaknya dia tak perlu memandikan bayi besar itu seperti yang sudah dia bayangkan. Bagaimana juga keadaannya memang tak pernah terlintas di otak Asya selama ini. Apalagi setelah segala perlakukan yang dia dapatkan. 

"Asya!" seru Fagan dari dalam kamar mandi. 

Asya segera berjalan masuk dan mendapati suaminya itu sudah mengganti pakaian dalamnya dengan jubah mandi. Dan ternyata, Fagan bisa beralih kursi roda sendiri. 

"Ba ... bagaimana caramu pindah kursi roda?" tanya Asya penasaran. 

"Nggak penting, bawa aku keluar dan siapkan pakaianku," sela Fagan setengah membentak. 

Asya membawa Fagan keluar kamar mandi dan memarkirkan kursi roda itu di sisi ranjang. Sementara itu, Asya berjalan mendekati lemari besar yang mengelilingi kamar itu dan membukanya. Dia nampak bingung pakaian apa yang hendak dipakai oleh Fagan sekarang ini. Dia masih belum tahu persis tata letak pakaian Fagan lemari itu. 

"Itu bukan lemariku, itu milikmu." Fagan mencegah Asya membuka pintu lemari paling ujung. 

Asya tertegun, dia hampir tak percaya jika Fagan menyiapkan lemari untuknya. 

"Lemariku? Mana mungkin, Tuan?" tanya Asya. 

"Kamu lupa sama aku? Aku orang kaya dan aku bisa lakukan apa pun buat kamu," jelas Fagan sombongnya. 

"Di mana aku harus ambil pakaianmu, Tuan? Aku tak tahu apa pun," ujar Asya. 

"Lemari yang ada kacanya. Ambilkan kaos dan celana kasual saja. Aku hanya akan di rumah hari ini," jelas Fagan sekaligus memberi perintah. 

Asya bergerak cepat dan segera membuka lemari itu. Tumpukan kaos dan celana santai menggunung dengan berbagai warna dan yang pasti merknya tak main-main. Dia memilih satu setel pakaian santai dan membawanya mendekati Fagan. 

"****** ********?" tanya Fagan. 

"Ah, maaf." Asya tak menyangka jika dia harus meladeni pria itu sampai sedetail itu. 

Dia beranjak dan kembali dengan membawa sebuah ****** *****. Asya bingung harus bagaimana karena tentu saja itu berurusan dengan daerah terlarang milik suaminya. 

"Kamu istriku, bukan? Kenapa bengong?" Fagan sedikit mengertak. 

"Ah, maaf." Asya tak mau kena omelan lagi sehingga dia segera mendekat dan bersimpuh di depan Fagan. 

Dia memasukkan satu persatu kaki Fagan dan membuatnya sedikit berdiri untuk memakai celananya. Dasar hati Fagan malu bukan kepalang. Namun dia harus biasa dengan hal itu karena setelah menikah, Asya yang akan menguras semua itu. 

"Nggak usah berharap lebih, Asya. Itu sama sekali tak berfungsi karena semua syarafnya sudah mati. Nggak akan ada reaksi apa pun di sana," ujar Fagan menjelaskan. 

Asya merasa tak perlu menimpali apa yang suaminya katakan. Dia hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti. "Syukurlah jika itu sama sekali tak berfungsi, Tuan. Aku senang," kata Asya dalam hatinya. 

Dalam diamnya Asya merasa ada untungnya juga kejantanan Fagan ikut lumpuh seperti kakinya. 

Terpopuler

Comments

Hilda

Hilda

Sabar, Asya.

2023-06-11

8

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!