bab 13

“Duduk kamu, ngapain berdiri di situ?” tanya kakek tua. Nada suaranya dingin, tegas, dan suasananya sangat mendukung. Kelam, mencekam, mengerikan. Itulah kata-kata yang tepat untuk mendefinisikan semua ini.

“Duduk, Zevanya.” Katanya lagi. Sekali lagi dengan nada yang lebih menyeramkan. Mau tidak mau, berani tidak berani, akupun mendudukkan diriku di sofa.

“Apa yang kamu perbuat, Zeva?” tanyanya.

“Nggak ada.” Ucapku. Kali ini, seperti ada yang aneh. Tapi aku tak dapat menemukan hal yang aneh itu.

“Zeva... Kakek hanya ingin kamu jujur. Kamu nggak mungkin nggak ngapa-ngapain di dalem sana ‘kan?” tanya kakek tua.

Aku tersentuh. Nada bicaranya lembut dan lirih. Hatiku tergerak ingin menjelaskan apa yang dia maksud.

“Jelaskan, Zeva.”

Meskipun aku tidak menjelaskannya, sudah pasti dia tahu kan? Pasti banyak mata-mata di dalam gudang itu, terlebih kakek tua itu memaksaku untuk menjelaskannya. Aku sejujurnya bimbang, antara ingin menjelaskan dan tidak.

Apa yang harus kulakukan? Baiklah, mungkin memang aku yang harus menjelaskannya. Entah apa yang akan aku temui nantinya, entah hukuman kembali atau malah yang lain. Aku harus siap, entah bagaimanapun juga.

“Jadi, gini...” ucapku tak melanjutkannya hingga selesai.

Beberapa detik dia menunggu, “apa loh, Zeva?” tanyanya tersenyum seperti logo kumon.

“Jadi... Ya nggak ada apa-apa.” Ucapku.

Dia tersenyum seperti ingin menerkamku hidup-hidup atau lebih tepatnya dia ingin memasukkan aku ke dalam lubang buaya.

“Ya gitu, muter-muter. Kakek kenapa nggak pernah bersihin tempatnya? Kan banyak serangga?” tanyaku mengalihkan atensinya.

“Ya memang banyak serangga, itu juga sengaja ga dibersihin. Lagipula itu tempat pelatihan kamu, misalnya nanti ada kejadian culik menculik kamu bisa kabur. Tapi sayangnya untuk kali ini, bodyguard kakek lebih pintar daripada kamu.” Ingin sekali aku menoyor kepala kakek tua. Namun, aku masih diambang yang memiliki batas kesadaran.

“Padahal kakek ngasih banyak peluang pas siang, hehe.” Ucapnya membuat aku tersedak. Dia tidak benar-benar menghukum aku berarti? Astaga. Kenapa aku tidak sadar?

“Kakek ngerjain aku ya?” tanyaku sebal. Dia hanya cengengesan, tanpa dia berkata, aku tahu jawabannya.

“Gatau ah, aku males sama kakek.” Aku hampir saja beranjak.

“Memangnya kakek menyuruh kamu untuk berdiri?” tanyanya. Suasana kembali mencekam. Kenapa mood kakek tua mudah berubah-ubah sih? Aku sangat heran dan tidak mengerti.

“Masih banyak hal yang harus kamu pelajari. Keluar dari sana bukan berarti bebas. Tapi artinya kamu udah siap menjalani kehidupan luar yang keras.” Ucap kakek tua.

“Maksudnya?” tanyaku tak mengerti.

“Sedari kamu sadar, apa yang sudah kamu pelajari? Kamu kira kakek nggak tahu? Kakek selalu tahu apa yang kamu lakukan, jadi jangan pernah macam-macam.” Serunya.

“Ya banyak, yang sama kakek itu kan udah banyak.” Beberapa hal yang bertumpuk itu kan sudah banyak. Apa menurut kakek tua itu masih kurang banyak?

“Itu baru beberapa dan bahkan belum sebagiannya, bagaimana kamu bisa bilang banyak? Apakah karena kamu sering bertemu dengan Ray Rey Ray Rey itu ya!” serunya. Tubuhku bereaksi, aku menegang. Apa maksudnya? Ah, inilah mengapa aku tidak suka bahasa kode. Apa coba maksudnya? Huh.

Apa kakek tua tau bahwa Rey sering menyelinap ke kamarku diam-diam? Tapi, kenapa bisa tahu? Kenapa aku merasa aku semakin berbahaya jika terus berada di sini.

Kakek tua menyuruhku ke kamar Miya. Entah apa maksud dan tujuannya. Apakah aku akan berlatih atau belajar bersama Miya lagi? Namun, bukankah ini kesempatan yang bagus? Ya sudahlah, daripada bersama kakek tua itu, sangat muak.

“Kak Miyaaaaa!” panggilku saat tak melihatnya. Aku sudah menginjakkan kaki di kamarnya, tepat setelah aku membuka pintu kamar dia.

“Kukira siapa. Ada apa Nona?” tanyanya tersenyum simpul. Aku tidak yakin dia benar-benar manusia. Sepertinya dia tidak pernah mengalami mood swing.

“Nggak. Kamu pasti tahu, kan? Nggak usah bohong deh.” Ucapku. Sudah jelas kakek akan menghubunginya, jadi aku tidak perlu menjelaskan dengan susah payah kepadanya.

Dia kembali tersenyum, tetapi aku dapat merasakan bahwa senyumnya yang kali ini adalah senyum tertekan.

“Tidak, Nona. Tidak ada informasi apapun yang tercatat dalam otakku. Tidak ada juga seorangpun yang memberitahuku. Jadi, Nona, ada apa anda kemari?” tanya dia. Dia bohong kan? Bukankah dia calon istri kakek tua? Kenapa dia tidak diberitahu?

“Nona, tolong cepat, dan jangan berpikir ke sana dan ke mari.” Ucapnya yang tak sabar, berulang kali dia melirik jam tangannya sendiri.

“Baiklah-baiklah, tapi aku juga tidak tahu. Kakek tua itu yang menyuruhku ke sini.” Ujarku.

“Huh. Baiklah. Nona, silakan duduk dulu, saya akan menghubungi Tuan Besar.” Meskipun beberapa kali tersebar rumor bahwa dia calon istri kakek tua, hal itu tidak menampik bahwa Miya tetap profesional dalam pekerjaannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!