Bab 10

Jam di tanganku menunjukkan waktu yang tersisa. Benar, sisa 5 menit lagi waktu yang tersisa untuk mencapai finish. Namun, Reyhan mengajakku mengobrol terus.

Aku menjadi tak enak, tapi aku tak berani melanggar waktu. Aku sangat takut dengan kakek tua itu. Aku menepuk genggaman tangan Reyhan dengan tanganku yang tak digenggamnya.

“Rey, waktuku sisa sedikit. Bolehkah aku pergi?” aku bertanya, tapi setelah mengucapkannya aku berpikir bahwa aku memaksa.

“Boleh. Tapi setelah kejadian setelah ini.”

Dia senyum menyeramkan, lalu dia tiba-tiba menarik tengkukku. Dia mengecup keningku lembut. Aku terpesona, dan mamak tolong, anakmu jatuh hati! Jantungku berdetak dengan tidak tahu diri.

“Tidakkah mereka sedang menunggumu?” seketika aku membuka mata.

Eh, iya juga. Ini semua gara-gara dia! Menyebalkan. Aku menatap matanya. Aku semakin terbawa, tenggelam dalam manik matanya. Oh, Tuhan. Tolonglah aku dari situasi ini.

Dia kemudian membawaku meloncat dari satu pohon ke yang lainnya, kemudian dia meminta aku untuk meloncat sendiri saat sudah tinggal 5 dahan. Aku tahu ini sisa sedikit, tapi jaraknya membuat aku tak yakin. Saat aku melihat tali, aku mencoba mengambilnya, setidaknya ini masih lebih aman.

Aku sampai saat waktu telah menunjukan lebih delapan menit. Tepatnya saat ini jam menunjukan pukul dua lewat delapan menit.

Aku berinisiatif, “kek, maafkan aku telat ya. Tadi aku sempat tersesat dan tidak menemukan jalan ke sini. Makanya aku telat. Kakek jangan marah ya.” Pintaku.

Aku tahu kakek tua itu paling tidak bisa untuk menunggu. Dia akan marah, bahkan bisa marah besar. Aku sadar aku cucunya. Tapi, aku juga menyadari bahwa aku takkan juga tak kena marahnya.

Aku meringis saat dia berdiri tanpa mempedulikan aku yang berlutut memegang lututnya. Dia tampak sudah tak peduli lagi.

“Jikapun kamu tersesat, kamu tidak akan selama ini. Memang kamu pikir ini hutan apa?” tanyanya dengan nada rendah. Pelan tapi mencekam.

Aku merinding. Aku takut. Aku tak ingin dia marah. Meskipun aku tak pernah benar-benar melihatnya marah. Aku yakin, marahnya kakek tua sangatlah seram. Aku pernah mendengar cerita-cerita pelayan yang dihukum olehnya.

“Selesaikan tantangan yang benar. Ada waktu untuk segalanya.”

Aku yakin dia mengetahui sesuatu. Hal-hal yang tidak mungkin aku ketahui. Banyak sekali kalimatnya yang memiliki arti terselubung, salah satunya adalah ini.

Awalnya juga aku tidak sadar, tetapi Miya memberitahuku untuk lebih teliti menelaah setiap perkataannya. Benar memang apa yang dikatakan Miya. Aku menghela napas dalam-dalam.

Sejujurnya aku sudah tidak ingin melakukan tantangan sampai akhir, tetapi asisten kakek tua yang berkepala botak memaksa. Dia memang sama saja seperti tuannya!

Aku melanjutkan tantangan yang lainnya dengan semangat yang tidak tersulut. Aku malas-malasan, tetapi untungnya aku berhasil melakukan tantangan-tantangan selanjutnya dengan sekali sasaran.

Mereka bertepuk tangan merayakan kemenanganku. Tantangan terakhir dengan Miya juga berhasil aku selesaikan dengan Miya yang terluka sebab tak ingin menyerah.

“Kak Miya... Aku minta maaf. Aku bener-bener nggak sengaja.”

Lihatlah, mataku sudah berlinang air mata, hidungku juga pasti memerah, tidak mungkin Miya tidak terpancing kan? Dia pasti memaafkanku kan?

Aku menarik-narik ujung bajunya agar terlihat lucu. Dia menghela napas, aku percaya, pasti dia akan memaafkanku. Aku mendongak dengan percaya diri.

“Aku mungkin memaafkan dirimu. Namun, kakekmu tidak mungkin tidak mengetahui hal ini. Aku takut, dia semakin membuatmu sulit nanti, Nona.” Ucap Miya.

“Emang kenapa kakek bakal marah?” aku tahu, pasti mukaku akan terlihat menggemaskan.

“Aku juga tidak tahu. Setiap kali aku terluka, dia akan mengetahui dan memarahi orang-orang itu. Dia tampak tidak ingin aku terluka. Tapi aku juga tidak tahu alasannya. Kamu mungkin bisa bertanya langsung padanya.” Suaranya lembut. Huh.

“Apakah mungkin dia suka kak Miya?” tanyaku.

“Tidak mungkin. Umur kami terpaut jauh. Kami tidak mungkin bisa jatuh cinta. Kalaupun iya, kami tidak mungkin bersatu. Kamu jangan mengada-ada.”

Aku dapat memastikan dia juga memiliki rasa khawatir dengan ucapannya itu. Dia tak dapat membohongiku. Aku sudah terlalu handal untuk mengetahui mimik orang.

“Jangan begitu, kakak. Kamu nggak boleh pesimis.” Ucapku pada Miya dengan senyum paling manis yang aku punya.

“Kau apakan Miyaku?” teriaknya tergesa-gesa turun.

“Kakek, kau hati-hati, kau kan sudah tua.” Ucapku mendengus. Bagaimana kalau dia jatuh? Pasti akan merepotkan nantinya.

“Benar tuan, kau harus berhati-hati.” Ucap Miya menambahkan.

“Jangan pikirkan aku. Kau tidak apa-apakan Miya-ku?” ucap kakek tua khawatir. Dia bahkan mengklaim Miya miliknya.

Padahal, siapa juga yang mau dengan kakek tua? Huh. Miya sudah pasti ingin memiliki pasangan yang seumuran dengannya. Aku hanya menggelengkan kepala melihat kenarsisan kakek tua tidak tahu diuntung. Huh. Orang peduli, dia malah tidak mau.

Eh, bentar. Ya, aku tak salah bicara, dia sudah mengakui dan mengklaimnya. Oh My God. Astaga, apakah aku akan memiliki nenek yang berusia muda, hanya beberapa tahun lebih tua daripada aku malahan.

Dasar kakek tua. Ada-ada saja. Tidak bisakah dia mencari janda yang seumurannya? Jika bisa perawan juga tak masalah. Aku tahu, wajahnya memang sangat mulus.

Namun, aku juga tahu. Umurnya sudah menginjak usia lima puluh ke atas. Tepatnya sih, aku tak tahu. Dia memang terlihat segar bugar, tapi jika bersanding dengan Miya, apakah mantan istrinya alias nenek kandungku tak cemburu?

Eh, pikiranku, astaga. Aku kembali menatap mereka. Aku bisa merasakan bahwa Miya sedang risih dan grogi saat ini. Namun, entah mengapa aku senang melihatnya.

Jika begini, kakek tua itu tampak memiliki ekspresi. Bahkan dia sangat pandai berekspresi manis di depan Miya. Aku bisa melihat Miya salah tingkah untuk beberapa kali.

Sudah tua, tapi dia masih pintar menggombal. Mungkin ini julukan yang tepat untuknya. Aku menoleh. Aku melihat para bodyguard itu masih berdiri tegap, mereka bahkan tidak bisa berekspresi. Aku heran, kenapa mereka bisa tahan menjadi nyamuk.

Aku memilih untuk duduk di kursi yang jauh dari mereka. Aku tak ingin melihat keromantisan mereka. Entahlah, melihat mereka itu membuatku sangat merindukan Reyhan.

Oh iya, Reyhan. Dia benar-benar tinggal di hutan itu kan? Mungkin nanti malam aku bisa mengunjunginya. Eh tapi, hutan itu juga katanya seram, entar kalau ada apa-apa gimana ya? Duh, aku takut.

Aku bingung. Aku rindu, tapi aku takut. Aku tak ingin menemuinya, tapi aku tahu rindu itu berat. Aku harus apa sekarang? Astaga, menyebalkan.

Mereka berdua terkikik bersamaan. Tawa menggelegar itu sampai di telingaku. Bukannya lucu, tawa itu seakan memakan orang. Menyebalkan.

Aku tak takut sih, tapi lihatlah para bodyguard itu, hawa mencekam membuat tubuh mereka semakin tegap. Banyak-banyak saja momen seperti ini. Aku suka melihatnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!