Bab 5

“Jangan lari kamu!” seru seseorang di belakangku.

Aku terus berlari, tetapi karena sudah terlalu lelah dan tempat ini seperti labirin, akhirnya dia dapat menangkapku. Aku memberontak, aku tidak mau bersama dia.

Dia menggendongku ala karung beras. Aku menendang-nendangnya. Namun, sedetik kemudian dia menangkap kakiku. Aku lantas memukul punggung tegapnya.

Aku tak terima, enak saja tertangkap. “Sudahlah, jangan lari. Ayo, kita lakukan challengenya dulu.” Ucapnya.

Dia menggeretku menuju kamar. Lalu, dia menjatuhkan aku ke ranjang. “Aduh!”

Aku mengaduh kesakitan. Dia tersenyum miring. “Ayo, lakukan!” ucapnya. Dia mendekati aku.

“Gamauu, mamak tolongggggg!” teriakku, berlari-larian di ruangan itu dengan dia yang mengikuti aku terus.

“Ayo ish. Tadi kamu udah janji!” seru dia. Dia menarikku kepangkuannya. “Apakah kamu lupa janjimu di awal permainan?” ucapnya.

“Baiklah, kalau begitu, biar aku ingatkan. Tadi kamu berkata, Ghali Al Fatih, aku berjanji akan menurutimu jika aku kalah dalam permainan ini, aku janji tidak akan curang ataupun mengelak. Ayo, aku menagih janjimu!” seru dia, ya dia Ghali.

“Baiklah-baiklah. Tapi, bisakah kita tidak usah melakukan itu?” tanyaku. Menatap dia dengan mata manisku ini. Akhirnya dia menyerah.

“Lalu, kamu mau melakukan apa, Sayang?” ucap Ghali dengan mulut buayanya itu.

“Bagaimana kalau aku memijitmu saja? Jadi, kamu tidak usah menggelitikku.” Ucapku tersenyum bodoh.

“Pijat spesial?” tanya Ghali tidak jelas. Pijat spesial? Pijat apa itu? Huh.

“Kayak biasa kan?” tanyaku balik. Daripada meladeni ucapannya itu, mari kita fokus. Aku ingin pulang ke rumah. Berduaan dengannya bisa-bisa aku tidak mendapat restu calon mertua. Aku terkikik membayangkannya.

“Iya, Sayang. Cepatlah.” Ucapnya. Aku mengangguk. Kemudian menggelengkan kepala saat bayangan akad semalam bersamanya terbayang lagi.

“Kenapa, Sayang? Kenapa bengong? Kepalamu sakit lagi?” tanyanya khawatir. Meskipun dia kejam, posesif, dan cuek. Dia juga masih punya perasaan!

Ya, perasaan khusus dan terselubung milik Zevanya Laureen seorang. Katanya sih begitu. Meski aku tidak terlalu bisa memastikan ini, aku percaya saja. Tidak mungkin dia akan mengkhianati aku kan? Marilah kita berpositif thinking.

BRUAKKKKKK.

Suara itu...

Suara apa itu?

Aku terbangun dari tidurku. Napasku terengah-engah. Bersama dengan tubuh yang betul-betul di karpet. Oh, astaga, aku ketiduran.

Tunggu, jam berapa ini? Aku mencari-cari jam di sekitarku. Untunglah, masih jam setengah lima. Masih ada waktu untuk bersih-bersih dan pergi ke tempat kemarin.

Apa kabar ular itu? Apakah tempat tinggalnya di sana? Aku tiba-tiba penasaran. Aku mengganti pakaianku menjadi pakaian yang sederhana. Lalu, melompat dari jendela, dan berjalan. Aku hanya ingin mencoba. Namun, aku sangat berharap bisa menemukan ular itu. Karena saat kemarin, dia menghilang di daerah itu kan?

Sambil berjalan, aku memikirkan mimpi tadi. Ghali Al Fatih? Ada hubungan apa sebelumnya ini? Aku penasaran, tolong!

“Sebenernya juga kenapa aku bisa mimpi kayak gitu? Di ruang itu lagi. Apakah ada sesuatu?” gumamku lirih.

Namun, aku dikagetkan dengan sosok ular sawah besar yang sedang melintas. Aku tidak lanjut melangkah, hanya memperhatikannya saja. Sepertinya, ini memang hutan ular. Aneh sekali tidak ada peringatan di depan sana.

Kemudian setelah itu, aku berjalan pelan-pelan, aku tidak ingin mengganggubhewan di sekitar sini. Semakin dalam, semakin banyak jenis ular yang aku temukan. Namun, ulsr putih itu, tak ada?

Saat langit mulai terang, aku memutuskan kembali. Bisa bahaya jika mereka masuk sembarangan ke kamarku. Aku mengingatkan diriku sendiri, aku tidak boleh percaya dengan siapapun. Huh, ingat itu, Zevanya. Aku berulang kali melapalkan kalimat itu.

“Dek. Tadi pagi abang ke kamar kamu, tapi kok kamu nggak ada.”

Aku sudah berkeringat dingin. Aku mengusap tengkukku, lalu terkekeh, “tadi pagi aku duduk di balkon. Abang nggak lihat?” tanyaku masih terkekeh.

“Nggak. Abang juga nggak ke sana. Tapi kok tumben?” tanya abangku itu.

“Lagi pengen aja, bang. Emang nggak boleh?” tanyaku. Semoga saja dia tidak menyadari aku yang berbohong.

“Kamu sudah sarapan?” tanyanya perhatian.

“Belum, hehe.” Ucapku, lalu aku memintanya untuk mengambilkan.

Dia menyajikan makanan di depanku dengan meja kecil yang sudah tersedia. Sebelum makan, dia menyuruh aku untuk berdoa. Bahkan dia juga mengajariku, sepertinya dia tahu aku juga melupakan hal ini.

“Abang, aku boleh tanya nggak? Kemarin kan abang bahas mantanku. Tapi belum selesai. Identitas mantanku itu apa?” tanyaku penasaran.

“Seingat abang, nama dia Fatih, sama dia, keluarganya agak terkenal. Kenapa? Kamu mau balikkan sama dia? Nggak boleh ya! Abang nggak kasih restu kamu sama dia.” Serunya. Aku heran, mengapa dia bisa berpikir sampai sebegitunya.

“Dih, siapa juga yang mau balikan.” Ucapku jengah.

“Ya siapa tau. Eh, kamu kan lupa semua orang, kamu ingat aku nggak sih?” tanyanya tiba-tiba. Aku tidak perlu bertanya lagi jika begini.

“Nggak. Makanya abang jelasin lah, aku kan lupa semua.” Kekehku.

“Ish. Abang tuh malas kalau disuruh jelasin. Tapi yaudahlah, Abang itu Leon Kevin Sanjaya. Kalau kamu itu kan Zevanya Laureen. Nah, kamu bertanya-tanya pastieee, soalnya marga kita beda kan?” ucapnya lebay di kalimat akhir. Aku saja sampai ingin menghilang dari sini.

“Kenapa?” tanyaku datar. Memang susah sih, moodku sedang buruk sejak tadi pagi.

“Karena sebenarnya kamu anak pungut, hahahaha, nggak dek nggak, canda, hahahaha!”

Satu kata untuk Leon? Prik. Dia sangat-sangat prik. Lucu tidak, tiba-tiba tertawa. Seperti alam ghaib. Ih, ngeri. Namun, mau bagaimanapun, aku sadar, kami masih sedarah.

“Kalau marga, nanti tanya mama aja deh. Abang nggak tau soal itu. Btw, kamu punya kembaran loh. Sayang aja, kembaran kamu udah nggak ada sejak kamu lahir. Yeah, meski sesar, dia nggak dapat diselamatkan.” Ucap Leon tiba-tiba sedih.

“Kenapa bisa gitu?” tanyaku heran.

“Entahlah, mungkin teguran dari Tuhan. Padahal dulu, aku udah senang banget mau punya adik kembar. Udah pamer ke tetangga, tapi ternyata. Ya, Tuhan punya jalan yang lebih baik.” Ucapnya tersenyum.

“Setiap satu tahun sekali, tepatnya tanggal 7 Agustus besok, kita semua, termasuk keluarga besar, bakalan jenguk makamnya. Kamu juga harus ikut.” Info dari Leon.

“Kenapa?” lagi-lagi, hanya kata ini yang bisa keluar. Aku juga sebenarnya heran dengan diriku ini.

Kalimat lainnya seperti tersedak di mulutku sendiri. Kilas balik reka kejadian sebelum aku terbaring koma, itu adalah hari perayaan ini, benar?

Aku berteriak, kepalaku sangat-sangat sakit. Reka kejadian kilas balik. Mereka menyuruhku meminta maaf kepada kembaranku? Aku tak terima lalu berlari? Oh My God. Astaga.

Namun, kecelakaan ini tampak tak biasa. Sebelum aku benar-benar tak sadar, ada seseorang yang tersenyum dari arah kanan dengan jarak satu meter, kira-kira.

Dia membawa pistol. Menyeramkan!

Terpopuler

Comments

Bryand 😎🎤🎧

Bryand 😎🎤🎧

lanjut

2023-06-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!