Bab 11

Hari ini, aku akan berjalan-jalan. Sesuai janji dari menyelesaikan tantangan kemarin. Aku senang, sangat-sangat senang.

Aku tidak menyangka akan tetap berjalan-jalan hari ini. Namun, aku cukup beruntung. Karena, saat ingin berangkat tadi, Miya ikut andil berbicara. Hal ini memudahkan izin untuk keluar. Memang sangat menyenangkan bersama Miya.

Aku mengulang ingatan kejadian tadi. Aku sudah siap pergi dengan dress mini hercorak bunga. Aku turun dari atas, dengan sedikit melompat-lompat kecil. Ya, aku sudah sangat senang sekali sedari pagi sekali.

Aku turun dan melangkah keluar. Aku hampir melewati ruang keluarga, lebih tepatnya melewati kakek tua yang sedang meminum kopi.

"Mau ke mana kamu?" suara berat dan seraknya menghentikan langkahku. Dengan perasaan takut-takut aku melirik ke arahnya.

"Melunasi janjimu, kakekku tersayang." aku mengeluarkan senyum manisku. Aku lupa bahwa dia manusia batu yang tak bisa berekspresi.

"Cih. Kau saja tidak melakukan semua tantangan itu dengan benar." ucapnya meremehkan.

"Tapi kakek, semua tantangan itu tetap beres aku kerjakan." ucapku.

"Iya, dengan asal-asalan. Jangan kamu pikir aku tidak tahu bagaimana sikapmu kemarin saat mengerjakan tantangan. Dasar." sahutnya. Huh, padahal aku hanya ingin pergi, itupun ke mall.

"Nona, eh, Tuan besar. Selamat pagi." ucap pelayan pribadiku, atau bisa kita panggil Miya.

"Ya, Kak Miya. Selamat pagi." ucapku bernada datar, maklumlah aku sebal.

"Apakah begitu bicara dengan calon nenekmu?" sinis kakek tua.

Aku mendelik. Eh, tunggu. Maksud dia apa? Calon nenek? Oh, astaga. Miya akan benar-benar menjadi nenekku? Aku tak menyangka.

Miya yang kira-kira umurnya hampir sama denganku akan menjadi nenekku? Kok Miya mau sih menjadi calon kakek tua? Padahal kakek tua sangat menyebalkan.

Sangat tidak lucu sekali. Kakek tua, eh tidak. Theo dan Miya? Apakah mereka cocok untuk bersanding? Yang benar saja, mereka ini kan banyak sekali perbedaannya.

Entahlah. Aku merasa lucu, umur mereka yang hampir beda kira-kira 40 tahun ingin bersatu? Memecahkan rekor dunia sepertinya.

"Jangan membicarakan kami dalam batinanmu." seru kakek tua menyadarkan lamunan dan bayanganku.

"Sudahlah, kami akan pergi, biarkan kami pergi, kakek." ucapku.

"Cintaku, apakah kamu mau pergi bersamanya?" Miya mengangguk takut-takut. Ya, aku tahu. Bagaimanapun juga, Miya masih menjadi pelayan pribadiku. Belum resmi menjadi calon istri kakekku.

Karena Miya setuju, aku dan Miya segera menaiki salah satu mobil di garasi. Lebih tepatnya, mobil dengan pintu geser. Aku dan Miya segera meminta sang supir untuk mengantar kami ke mall terbesar di sini.

Sekitar tiga puluh menit perjalanan kami tiba di tempat yang kami tuju. Aku berbinar. Ini pertama kalinya aku melihat mall sebesar ini. Satu kata yang dapat menggembarkanku sekarang adalah, senang. Ya, aku merasa sangat-sangat senang.

"Kak Miya, ayo berkeliling." ajakku.

"Iya, ayo." ucapnya tersenyum. Namun, aku yakin. Saat ini dia masih tertekan dengan kejadian tadi pagi. Memang mengejutkan, kakek tua itu selalu mengklaim Miya miliknya.

"Kak Miya, toko tas branded di sini di mana?" tanya aku.

"Di sini, ada GC, CL, dan lainnya. Kamu mau model kayak gimana emang?" tanya Miya.

"Nggak tau sih, Kak. Aku sendiri maunya buat yang aku bisa pergi-pergi tasnya." ujarku. Dalam hati, aku tersenyum jahat.

Aku berkunjung ke setiap toko yang ada di mall. Dari toko GC, CL, LV, dan lainnya. Aku sendiri saja lelah berputar ke sana dan ke mari. Namun, Miya dan bodyguard yang mengikutiku tampak tak ada lelahnya.

Aku mengambil jalan ke kiri. Namun, aku membohongi mereka. Sebenarnya aku mau mengambil jalan ke arah kanan. Jadi, aku langsung berbelok ke kanan saat mereka ke kiri. Sampai saat ini, semua masih sabar. Semuanya masih kompak.

Aku berbelok ke arah kafe. Saat aku masuk, aku agak kaget, semua pelayan itu stand by berdiri. Seharusnya jika tidak ada pelanggan mereka duduk santai dulu aja kan?

Saat aku duduk, pelayan menghampiriku dan bodyguard itu menungguku. Aku risih. Aku meminta daftar menu. Kemudian, aku membacanya.

"Saya pesan matcha latte, ya, Mbak." sebenarnya, bukan ini yang ingin kuucapkan. Terlebih kata "mbak", apa itu mbak? Mengapa aku tiba-tiba mengucapkan itu?

"Halo, Kak, ini pesanannya." ucap pelayan itu tersenyum padaku. Aku yang tengah melamun menetralkan ekspresi wajahku.

Aku berdehem. Aku meminum minumanku itu. Dikit-dikit aku melirik mereka. Aku menaruh minumanku, menatap mereka tajam.

"Bodyguard." panggilku.

"Ya, Nona!" ucap mereka tegas.

"Belikan aku tas keluaran terbaru, semuanya!" tegasku.

Mereka mengangguk. "Siap, Nona!"

"Jalan!" seruku. Mereka berbalik arah kemudian berjalan. Lebih tepatnya lari dan beroencar ke toko-toko yang menjual brand mewah.

Aku bisa mendengar gerutuan yang mereka lontarkan meski tak jelas. Sekitar dua menit kemudian mereka kembali. Mungkin ada 30 tas keluaran terbaru yang mereka bawakan.

Aku tidak menghitung pasti jumlahnya. Aku hanya mengira-ngira saja. Namun, dari semua tas yang aku perhatikan, tidak ada tas yang menarik perhatianku.

Sebenarnya ada dua tas sih yang menggugah niatku mengambilnya. Tapi lagi-lagi aku mengingat tujuanku ke sini. Aku ingin mengerjai dan menyiksa mereka semua.

Aku membentak mereka, "ganti! Tidak ada yang bagus."

Mereka sudah pasti tertekan, akupun hanya bisa tersenyum di hati. Sukurin, batinku berucap.

Aku kembali memesan minuman. Setelah aku menyuruh bodyguard itu keluar, Miya datang dengan sebuah tas belanjaan, isinya adalah tas yang benar-benar aku suka. Namun, demi menjaga imageku, aku menyuruhnya untuk menaruh di sini dan mencari yang lain.

"Aku nggak suka, nggak mau yang ini." dia melotot, tampak tak suka dengan perkataanku. Tapi memangnya dia bisa apa? Biarlah dia uring-uringan. Pikirku.

"Astaga, kamu mau yang seperti apa lagi, Nona?" tanyanya datar, penuh penekanan, dan jangan lupakan senyum yang mengerikan.

"Yang bagus, yang sesuai seleraku." aku tak ingin memudahkannya dalam mencari barang yang kuinginkan.

"Iya, Nona. Yang bagaimana yang selera Nona?" senyumnya semakin mengembang menambah kadar seram yang ia miliki.

"Yang cantik, warna soft gitu." aku memberinya sedikit clue. Jujur saja aku merasa terintimidasi dengan tatapannya.

"Baiklah, segera saya carikan." ucapnya beranjak pergi. Sebenarnya yang tuan siapa sih? Mengapa aku lebih takut padanya daripada dia yang takut padaku? Gajelas.

Miya kembali lagi dengan tas merk DOI. Warna full soft pink, tali yang ramping, tidak banyak pernak-perniknya. Bagus. Ini sesuai dengan seleraku.

Namun, karena aku belum puas, aku menyuruh Miya untuk memanggil semua bodyguard yang berpencar di mall ini dan memborong semua barang di mall ini. Meskipun mall ini milik kakek tua itu, barang di dalamnya bukanlah milikku. Makanya aku beli, sekaligus memenuhi rumah kakek tua kan? Hehe.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!