Dimensi Dunia Lain
Tubuhku terasa ditusuk-tusuk oleh jarum. Kepalaku berputar-putar. Aku merasakan sakit yang luar biasa hebat di sekujur tubuhku.
“Eurghhh.” Erangku.
Aku berguling tidak jelas. Mataku terasa sulit sekali dibuka. Mengapa ada hal seperti ini yang terjadi padaku? Perlahan, aku memaksa mataku untuk terbuka.
“Nona!” seru seseorang yang tidak aku ketahui siapa.
“Tuan! Nyonya! Nona Zevanya sudah bangun!” teriaknya. Aku belum mengetahui dia siapa, tapi, samar-samar aku melihatnya keluar dari ruangan yang aku tempati.
Dalam hati, aku berkata, “jadi, aku Zevanya?” aku menggelengkan kepalaku. Maksudku, ingin mengusir rasa pusing yang ada di kepalaku. Namun ternyata, malah semakin berdenyut.
Suara berisik mulai menyapa indera pendengaranku. Ribut, dan ribet. Aku bisa merasakan orang-orang mengelilingi aku. Aku bertanya-tanya, sebenarnya ada apa denganku? Mengapa aku seperti orang yang sudah lama mati lalu dikelilingi orang-orang?
Aku masih merasakan pening, aku kembali menutup mataku. Perutku juga tambah nyeri, seakan ada sesuatu yang *******-*****.
Aku merasakan sebuah benda dingin meraba tubuhku. Aku tidak tahu itu benda apa. Pendengaranku masih berfungsi baik.
“Nona Zevanya Laureen tidak mengalami komplikasi, hanya saja dia butuh beradaptasi untuk beberapa saat ini. Saya mohon untuk memberikannya ketenangan. Jangan ribut dan berisik. Saya juga akan meresepkan obat untuk memulihkan ingatannya.” Ucapnya. Aku berpikir bahwa itu Dokter.
Apa katanya? Memulihkan ingatan? Ini berarti aku hilang ingatan? Pantas saja kepalaku rasanya pusing! Namun, sepertinya, aku sangat asing dengan suara ini? Perawakannya juga, aku tidak mengenalnya!
Belum lagi, Zevanya? Siapa Zevanya? Mataku sudah lebih normal setelah beberapa kali aku mengedipkan mata.
“Kamu siapa?” tanyaku tiba-tiba.
“Nona tidak kenal aku? Aku adalah pelayanmu, Nona. Sekaligus Suster yang merawatmu selama ini.” Ucapnya tersenyum ramah. Matanya berkaca-kaca, aku bisa menebak bahwa dia sedang menahan tangisnya.
“Sepertinya aku melupakanmu, maaf.” Ucapku. Setelah itu, aku melihat-lihat ruangan yang aku tempati ini.
Walpaper berwarna biru muda dengan campuran pink ada di depan mata. Bersama sebuah lukisan yang terpajang di depan sana.
Apakah itu aku? Aku sedang memakai topi apa? Bajuku juga tampak bagus. Batinku. Aku termenung.
“Tidak apa-apa, Nona. Mari, saya bantu minum obatnya.”
Aku kaget, tetapi sedetik kemudian mengangguk, mulai mengangkat badanku dan bersandar pada kepala ranjang.
“Eh, Nona. Hati-hati.” Ucapnya tersirat nada khawatir.
“Gapapa, aku bisa sendiri.” Aku mencoba mengambil mangkuk bubur yang dia bawakan.
“Nona ga haus?” tanyanya.
“Nggak, Kak.” Ucapku yang tak tahu harus memanggilnya bagaimana.
“Baik, Nona. Saya akan membawa ini untuk diganti. Jika ada apa-apa, tolong pencet bel di sebelah anda, ya.” Titahnya.
Aku mengangguk mengerti. Menurutku, lebih baik seperti ini. Aku bisa bernapas lega. Aku memperhatikan dengan saksama setiap sudut ruangan ini.
Pikirku, ini kamar. Ya, kamar Zevanya. Eh, Zevanya? Ngomong-ngomong, sepertinya namaku bukan ini? Aku mulai kembali memutar otak untuk menemukan jawabannya.
Saat memikirkannya, kepalaku berdenyut sakit. Ah, iya, aku ingat. Aku Zeva, dengan nama lengkapku Zevanya Laureen.
Namun, mengapa aku bisa di sini? Aneh. Bukankah sebelumnya aku tertidur di gudang? Dengan tubuh dan pikiran yang berkecamuk.
Ah, iya, aku kembali ingat. Ini semua ulah El. Ya, dia! Dia yang membuat aku pingsan dengan suntikannya!
“El, aku bersumpah, jika di kehidupan ini kita kembali bertemu, kamu harus membayar semuanya! Kamu tidak boleh lepas, mangsa!” lirihku.
Aku menggeram marah, mataku bahkan terlihat memerah dari kaca. Aku menarik napas. Aku mengingat semuanya, sekarang.
Pelayan itu kan yang akhirnya membantu El, dalam meracuniku. Ah, aku harus sangat berhati-hati.
“Aku pastikan, kali ini semuanya gagal.” Lirih Zevanya, menutup matanya menahan emosi.
Aku kembali membuka mata, saat mendengar langkah kaki yang mulai mendekat.
“Nona muda sudah bangun, Tuan kedua.” Ucapnya membukakan pintu. Aku tahu dia melihatku, tetapi dia berpura-pura tidak melihat dan sibuk cari perhatian kepada kakakku.
Aku tahu kakak bukan orang yang mudah digapai olehnya, maka aku tidak boleh terpengaruh juga. Mana mungkin dia cocok menjadi kakak iparku setelah apa yang sudah terjadi kemarin.
“Kamu siapa?” tanyaku masih pura-pura polos.
Dia menoleh dingin kepada pelayan disampingnya. Dia menyuruh mereka keluar. Hal ini, membuat aku menahan gugup mati-matian.
“Saya bilang keluar. Atau kamu mau dipecat?” ancam kakakku. Dia memang sangat sadis.
Aku bisa melihat pelayan itu bergidik ketakutan. Dia langsung lari terbirit-birit mendengar ancaman yang dilontarkan kakaknya ini.
“Kamu nggak lupa ingatan kan?” tanyanya langsung. Tampaknya dia mengatahui aku. Aku berkata selirih mungkin di tempat tidurku. Semoga saja dia tidak mendengar.
“Aku tahu, Zeva. Aku juga lah yang membuat dunia kita kembali berputar. Zeva, asal kamu tahu. Kita berdua adalah reinkarnasi dari masa depan. Kamu sadar tidak?” tanyanya membuatku terdesak.
Aku hanya menggeleng. Meskipun tubuhnya jauh, auranya tetap terasa sampai ke sini. Bau tubuh maskulinnya, aura dingin dan mencekam, mata setajam elang. Sudahlah, aku takut.
“Aku mau tidur, kak.” Ucapku. Aku hendak merebahkan tubuhku, tapi dia berkata.
“Jangan menghindari aku, Zevanya.” Namun dia tetap menurut. Setelah berucap seperti itu dia keluar. Aku menghembuskan napasku. Rasanya, sangat-sangat mencekam!
Aku memasukkan tubuhku ke dalam selimut. Aku meringkuk dan mencoba untuk tidur. Namun, perutku terasa sakit. Aku berguling ke sana dan ke mari.
Ekor mataku melihat sosok bayangan di balik tirai, tetapi mataku tertutup dengan letih.
Aku meremas perutku sendiri, hingga rasa nyaman datang, dan aku mulai tertidur secara perlahan.
Sebelum aku benar-benar terlelap, aku berdoa, agar aku bisa tidur dengan nyenyak, dan bangun dengan lebih baik.
Aku menutup mataku kembali, masih dengan selimut yang membungkusku, aku tertidur dengan lelap. Aku menyadari jam perlahan mulai berganti, dari detik menuju menit, dan mereka berubah.
Aku tidak benar-benar tidur dengan nyaman, karena aku masih bisa mendengar suara bising di sekitarku. Aku heran, mengapa mereka bisa menggangguku.
Namun, itu tidaklah penting. Saat ini, pelayan itu membangunkanku dengan paksa. Aku hanya bertanya kenapa, dan dia marah-marah padaku.
Aku bingung. Situasi ini membuatku benar-benar bingung. Bukankah aku hanya bertanya sebab aku tak tahu? Ah, menyebalkan.
“Kakak anda pingsan, Nona. Anda tidak khawatir?” tanyanya sebal.
“Dia? Mengapa bisa pingsan?” heranku.
“Setelah dari kamar anda, dia mogok makan. Dia bilang kamu sudah menyakiti hatinya. Kamu keterlaluan, Nona.” Ucapnya dengan datar.
“Aku? Aku tidak membuatnya sakit hati! Hei!” sentakku tidak menerima kenyataan itu.
Tadi kan aku hanya menyuruhnya pergi, tidak untuk membuatnya sakit hati. Hah, dasar merepotkan. Lagipula, mengapa dia menjadi lelaki yang mudah tersinggung? Itu berarti salahnya kan? Aku juga tidak memintanya menjengukku kok.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
meylani putri 2
lanjut
2023-06-19
1