Naga tiba di dapur, matanya menjelajah mencari Zila yang tadi turun duluan. Setelah di dapur tidak terlihat, Naga mencari ke taman belakang. Namun, di taman belakang juga tidak ada.
Kemana Zila?" bisiknya bingung. Naga kembali ke dapur bermaksud mencari Bi Rani dan Rana.
"Bi Rani, melihat istri saya tidak?" tanya Naga pada Bi Rani yang sedang membuat sarapan. Sejenak Bi Rani mengerutkan keningnya heran.
"Sepertinya tidak, Den. Sebab dari sejak tadi Bibi di sini, Non Zila tidak kelihatan ke dapur." Jawaban Bi Rani membuat Naga terkejut. Naga segera meninggalkan dapur menuju pintu depan.
"Naga, kamu mau kemana? Kenapa buru-buru?" Pak Hasri mencegat langkah Naga. Naga menghentikan langkahnya dan melihat ke arah Papanya.
"Naga mau mencari Zila, Pa. Zila pergi dari rumah," jawabnya seraya melanjutkan langkahnya.
"Kenapa dengan Naga, Pa?" tanya Bu Hilsa penasaran.
"Naga mau mencari Zila, Ma. Katanya dia pergi dari rumah," ujar Pak Hasri menatap Naga yang semakin jauh.
"Baguslah jika dia pergi, jangan kembali sekalian," ketus Bu Hilsa senang.
"Tapi, Ma, istri Naga sedang hamil. Papa tidak tega jika dia pergi saat sedang berbadan dua, bagaimanapun juga bayi dalam kandungannya adalah darah daging Naga, cucu kita," tandas Pak Hasri terdengar khawatir. Bu Hilsa diam, dalam hatinya terbersit rasa khawatir juga.
Naga berjalan dengan tergesa menuju mobilnya, tujuannya kini mencari Zila. Deru mesin mobil Naga terdengar sedikit dihentak karena Naga menjalankan mobilnya dengan tergesa. Mobil Naga keluar gerbang dan melaju menyusuri jalanan kota Bandung, tujuannya kini adalah kota di kaki Gunung Putri, kampung **Sukaseuri** tempat Paman Zila. Naga yakin Zila ke sana, sehingga dia tidak segan menjalankan mobilnya ke tempat itu.
"Zi, kenapa kamu pergi tanpa pamit. Aku jadi merasa bersalah karena semua perbuatan aku, terutama tudingan buruk keluarga kami. Aku minta maaf Zi." Naga masih berbicara sendiri di dalam mobilnya mengungkapkan penyesalannya karena telah menuding Zila buruk akibat mempercayai omongan perempuan muda di warung kala itu.
Sementara itu di rumah Kobar, Zila mendapati Pamannya tengah makan berdua bersama Tante Zuli tetangga sebelah yang selalu baik pada Kobar dan Zila, sembari bercanda tawa. Sebelum masuk dan mengucap salam, Zila menyaksikan interaksi keduanya.
"Paman Kobar dan Tante Zuli sepertinya cocok. Bagaimana kalau aku jodohkan saja. Lagipula Tante Zuli sangat baik dan penyayang. Tante Zuli juga masih cantik meskipun usianya mendekati kepala empat." Zila berkata-kata dalam hatinya sembari mencari cara untuk menjodohkan Kobar dengan Tante Zuli.
"Assalamu'alaikum," ucap Zila lantang membuat kedua orang yang berada di dalam tersentak. Kobar dan Zuli bangkit menuju pintu depan. Saat mereka melihat siapa yang datang, sontak keduanya berhamburan menuju Zila.
"Zilaaaa," teriak keduanya kompak dan merangkul Zila. Entah kenapa Zila sangat terharu dan menangis dalam pelukan kedua orang yang selalu perhatian padanya, meskipun Zuli hanyalah orang lain.
"Zi, sudahlah. Kalau kamu menangis terus, Paman justru curiga kamu kenapa-kenapa." Kobar memeluk Zila sementara tangannya memberi kode kepada Zuli supaya pulang dulu ke rumahnya. Zuli paham, Paman dan keponakan itu butuh waktu berdua untuk berbicara.
"Zi, tante pulang dulu, ya. Tante mau buka warung," pamitnya dengan alasan buka warung. Zila hanya bisa mengangguk dengan wajah yang basah air mata.
"Ayo, masuklah, Nak. Tidak baik di muka pintu, pintunya biarkan saja terbuka biar udara segar masuk." Kobar membawa Zila masuk ke dalam ruang tengah.
"Duduklah, biar paman ambilkan air teh hangat." Kobar segera ke dapur mengambilkan air teh hangat buat keponakan tersayangnya. Kobar nampak sangat sibuk dan perhatian.
"Minumlah Zi, teh hangat ini bisa membuatmu jadi hangat," sodor Kobar. Zila meraih cangkir yang berisi teh hangat buatan Pamannya. Kobar membiarkan Zila tenang dulu sebelum dia banyak bertanya.
Setelah Zila nampak sedikit tenang, Kobar meraih cangkir yang dipakai Zila minum tadi, kemudian dia simpan di meja.
. "Zi, kenapa kamu bisa datang ke sini dengan keadaan sedih seperti ini? Apa yang terjadi?" Kobar sangat khawatir melihat keadaan Zila yang sedih.
"Pamannnn, aku sudah tidak suci lagi, hiks, hiks." Tangis Zila pecah dalam pelukan sang Paman. Kobar termenung dengan apa yang Zila katakan barusan. Dengan rasa sayang Kobar mengusap rambut Zila yang masih sedikit basah.
Kobar curiga Zila telah memberikan kesuciannya pada pemuda yang bernama Naga itu. Kobar sadar, memang tidak ada salahnya. Namun yang dia khawatirkan adalah keadaan Zila yang hanya pelayan kafe remang-remang, rentan diberi stigma buruk dan Kobar takut Zila disakiti, walaupun pada kenyataannya memang orang-orang sekitar sudah menganggap Zila tidak baik. Kobar menghela nafas dalam, ia kecewa dengan dirinya sendiri yang tidak bisa membahagiakan Zila.
"Sudahlah, Zi. Paman tahu kamu pasti sedih karena telah kehilangan sesuatu yang selama ini kamu jaga. Tapi, itu tidak ada salahnya, sebab yang merenggutnya adalah suamimu sendiri. Yang Paman takutkan adalah kamu mencintai dia. Setelah kamu mencintainya Paman takut dia mengetahui siapa kamu sebenarnya lalu meninggalkanmu begitu saja," ujar Kobar mengungkap ketakutannya.
"Bukan takut mengetahui lagi, tapi dia dan keluarganya sudah mengetahui tentang keadaan aku sebenarnya. Bahkan Mamanya sangat tidak suka sama aku setelah mereka mengetahui aku hanya seorang pelayan kafe," ungkap Zila.
Kobar menghela nafasnya dalam, hatinya sakit mendapati nasib keponakannya yang kurang beruntung. Zila kini mulai tenang, rangkulan dari sang Paman kemudian ia lepaskan.
"Paman mohon jangan sedih lagi. Kebetulan Paman ada hal yang ingin Paman sampaikan." Zila menatap heran dan penasaran, sebetulnya hal apa yang mau Kobar sampaikan.
"Kamu tahu, Paman sampai sekarang masih menyimpan sertifikat mendiang ayahmu? Dan kamu tahu, ternyata tanah itu telah dijual kembali oleh Om kamu. Tanah itu dijual pada seorang pemuda dari kota," ujar Kobar sembari menerawang jauh.
"Sudahlah Paman. Aku sudah tidak peduli lagi dengan tanah itu, karena aku tidak mengerti masalah itu. Harusnya Paman dari sejak dulu rebut kembali tanah itu."
. "Zi." Tiba-tiba nama Zila dipangil seseorang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 198 Episodes
Comments
Anonymous
Ada lagi kan zila zuli
2023-12-27
1
Anonymous
Dr awal agk pusing sama pemilihan nama yg hampir sama semua
Mungkin bisa lebiih bervariasii namanya
Sampai art nya juga nama sama
Zila sila
Rani rana
Kadang orng baca novel hiburan tp klo di kasih nama sama bikin pusing
2023-12-27
1
Noviyanti
wah ide bagus tuh.. hehe..
2023-10-13
0