Zila melihat Naga menuju dapur dan duduk di kursi makan menghadap satu cangkir teh dan dua sisir roti yang sudah Bi Rana siapkan.
"Pagi-pagi sekali Kak Naga akan ke mana? Lantas aku ditinggal di sini dijadikan babu mirip Bi Rani?" bisiknya dalam hati dengan perasaan kecewa yang dalam sembari ngepel ruang tamu.
"Ohhh, ya, Tuhan. Nasib buruk apa lagi yang akan menimpaku? Setelah bertahun-tahun hidup bersama Paman Kobar, mengabdi menjadi pelayan kafe demi membantu membayar hutang pada Juragan Desta. Lalu kini, aku menikah. Aku pikir lelaki kaya yang aku nikahin ini adalah benar-benar mencintaiku dan tertarik padaku pada saat pandangan pertama, tapi kini sama saja. Melihat aku diperlakukan seperti ini, dia diam saja, " lamunnya sembari masih ngepel dan membilas kembali lapel dorong yang tadi telah dipakainya dan diperasnya.
Ketika Zila masih membungkukkan badannya karena masih memeras kain lapel, Naga berjalan dari ruang makan menuju ruang tamu. Namun insiden yang tidak terduga malah menimpa.
"Gubrakkkk." Ember bekas air lapel itu terpelanting, airnya tumpah ruah membasahi lantai yang tadi sudah dipel oleh Zila.
"Awwww."
Sebuah jeritan lolos dari mulut Zila, dua telapak tangannya yang sengaja dia pakai alat untuk menumpu kepala Naga, terasa sakit karena hantaman kepala Naga yang mengenai telapak tangannya. Sepertinya Zila memang sengaja melindungi belakang kepala Naga supaya tidak menghantam ubin.
Tubuh Zila berlabuh tepat di atas tubuh Naga, mereka layaknya pasangan yang sedang bermersa di atas lantai. Bi Rani yang datang dari ruang tamu soak dan gelagapan, dia memanggil Bi Rana saudara kembarnya dengan gugup. Bi Rana yang baru tiba dan penasaran dengan suara gubrak tadi melongo tidak percaya melihat tuan mudanya dengan istri barunya bermesraan di atas lantai. Tidak lupa momen itu diabadikan Bi Rana secara sembunyi. Cukup 50 detik lalu disimpannya.
"Den Naga, Nona Zila. Kenapa ini, kenapa lantainya basah semua? Kamu sih Rani, kenapa Non Zila dibiarkan ngepel lantai sendiri, harusnya kamu yang ngepel itu," Bi Rana menyalahkan Bi Rani dalam insiden ini.
"Jangan menyalahkan aku, ini tugas dari Nyonya Besar. Kalau aku tidak mematuhinya, maka Nyonya Besar akan marah sama aku. Sudah, sebaiknya bantu mereka bangkit dan kita keringkan lantai ini segera sebelum Nyonya Besar datang."
"Biarkan dulu Rani, mereka sedang berciuman. Apakah kamu tidak melihatnya?" Bi Rani memutar tubuhnya dan juga matanya, ingin melihat apa yang Bi Rana katakan barusan. Sepertinya adegannya sudah lewat, mereka sudah tidak berciuman lagi seperti apa yang dikatakan Rana tadi.
Tatapan mata itu tembus dan masuk ke dalam sukmanya Zila, untuk sejenak Zila terdiam tidak berkutik. Saat tadi bibir keduanya secara tidak sengaja saling bersentuhan, ada getaran aneh yang dirasakan Zila gadis muda yang masih berumur 22 tahun itu. Getaran cinta yang kuat yang sebenarnya ingin dia tepis. Namun pesona Naga sepertinya tidak akan mampu dia hindari.
Saat tersadar Naga mulai menggerakkan tubuhnya yang tertimpa tubuh Zila yang ternyata berat juga.
"Dasar ceroboh," umpatnya kesal. Zila tersadar saat umpatan itu keluar dari mulut Naga.
"Aduhhhhhhh, sakitttttt. Tanganku sakitttt. Bi Rani, kenapa kalian menjadikan kami tontonan? Ayo bantu," melasnya meminta bantuan. Sebelum tubuh keduanya bangkit dan dibantu berdiri oleh Bi Rani dan Rana. Bu Hilsa maupun Pak Hasri dan Hilda berdatangan dan sempat melihat insiden itu.
"Apa-apaan kalian? Cepat berdiri," titah Bu Hilsa dengan suara yang melengking. Zila bangkit perlahan dan ikut menarik tangan Naga untuk bangkit.
Naga memerah mukanya, dengan kesal dia berjingkat menuju tangga dengan niat mengganti bajunya yang sudah kotor dan basah dengan air pel tadi. Tidak menunggu lama, Zila ikut menyusul Naga dan mengejarnya. Dia harus ikut bertanggung jawab atas kekacauan ini.
Naga membuka pintunya dan masuk, sebelum pintu itu tertutup Zila ikut masuk dan sengaja menyelot pintu supaya tidak ada orang yang masuk.
"Apa-apaan kamu, kenapa kamu ikut masuk?" Naga bertanya dengan muka yang kesal.
"Aku akan membantu Kakak mengganti baju Kakak yang kotor tadi akibat air pellan tadi," sahutnya perhatian.
"Jangan sok perhatian, kamu ini memang ceroboh tidak pandai bekerja," ejek Naga seraya mencoba membuka jasnya yang sudah kotor. Dengan cepat Zila membuka lemari baju milik Naga, mencari jas dan kaos dalam yang kira-kiranya pantas dipakai Naga. Selama ini ternyata ada gunanya Zila bergaul menemani tamu kaya minum di kafe Kobar. Dia bisa belajar memadu padankan jas dan kaos yang akan dipakai Naga dengan melihat cara berpakaian pria-pria kaya yang datang ke kafe Kobar.
"Ini pakai, aku sudah pilihkan. Yang tentunya jas dengan dalaman yang pantas dengan wajah Kakak yang tampan, ehhh maksudnya yang sangar," ralatnya setelah berhasil menemukan jas yang dirasanya pas dengan Naga. Zila menyodorkan jas dan kaos dalam untuk Naga.
"Sangar atau tampan?" tanya Naga sembari meraih jas yang disodorkan Zila sekaligus menangkap tangan Zila yang akan menjauh dari Naga.
"Pakaikan kaos dan jas ini, karena kamu yang ceroboh, jadi kamu yang harus bertanggungjawab," tekan Naga sembari sedikit memberi tekanan pada pergelangan lengan Zila. Zila meringis karena tekanan itu menyakiti lengannya.
"Sakit, Tuan Naga. Kalau aku disakiti lantas siapa yang akan memakaikan kaos dan jas ini di tubuhmu?"
"Cepat pakaikan jangan banyak bicara!" tukasnya kesal.
Tidak membantah, Zila segera memakaikan kaos itu di tubuh Naga yang sudah bertelanjang. Sejenak Zila menahan debaran di dalam dadanya yang tiba-tiba muncul ketika jemarinya menyentuh dada bidang Naga. Perut yang sixpack kotak-kotak yang baru kali ini dia lihat dalam kisah nyata, membuat desiran aneh itu semakin terasa.
"*Kapan aku bisa menyentuh perut sixpack milik seorang laki-laki? Selama ini hanya bisa melihat di film laga saja yang bertelanjang dada*."
Sementara itu Naga dengan lekat menatap keseluruhan wajah Zila yang sejujurnya dia akui begitu cantik. Cantik yang memiliki daya tarik dan tidak membosankan. Zila memiliki ciri khas cantik yang tegas, yang membuat Naga gemas. Entahlah, memang itu pada kenyataannya. Semakin Naga lekat menatap wajah Zila, dia sadar gadis itu sedang melamum. Tangannya lihai memakaikan baju pada tubuhnya. Namun mata dan pikirannya sedang kemana-mana.
"Apakah kamu sedang membandingkan tubuhku yang bagus ini dengan tubuh laki-laki lain yang sudah bersamamu?" ujarnya menyadarkan Zila yang sedang tidak fokus. Zila tiba-tiba menghentikan gerakannya memakaikan jas pada tubuh Naga.
"Jangan memulai berkata dengan tudingan Anda yang sama sekali tidak benar itu, Tuan Naga!Kalau Anda tidak berhenti, maka saya akan bertindak," sergah Zila seraya memakaikan dengan kasar jas itu di tubuh Naga.
"Hentikan, ini bisa membuat penampilanku menjadi kusut. Tanganmu itu juga sakit menyentuh kulitku, apakah kamu sengaja ingin mencubit kulitku yang bersih ini?"
"Berhentilah menuduhku tidak benar, kamu akan menyesal jika kamu tahu fakta yang sebenarnya," peringat Zila seraya hendak memperagakan orang yang akan mencium pasangannya. Zila mendekatkan wajahnya dan mengarahkan bibirnya tepat di depan bibir Naga. Namun satu inci lagi, tiba-tiba Zila menjauhkan wajahnya dan menghempas pantatnya di ranjang milik Naga. Naga merasa tertipu dengan adegan Zila tadi sehingga berbagai cara dia akan berusaha menyakiti hati gadis yang ternyata berani ini.
"Apakah kamu masih terbayang ciuman tadi saat tubuhmu menimpa tubuhku, Nona Zila?" ucapnya mengungkit kejadian tadi. Zila tiba-tiba memerah wajahnya, mirip tomat ceri.
"Atau malah kamu ini sudah biasa melabuhkan ciuman pada banyak laki-laki, sehingga kamu tidak sabar untuk menciumku tadi?" Lagi-lagi tudingan itu keluar dari mulut Naga membuat hati Zila panas.
"Tuan Naga, bisakah Anda hentikan fitnah Anda yang tidak beralasan itu. Bahkan ciuman yang tidak sengaja tadi adalah ciuman pertama saya dengan seorang laki-laki. Jadi, saya mohon jaga mulut Anda untuk tidak berkata-kata fitnah lagi. Dengar ya, atas nama almarhum Ibu dan Bapak saya di alam baqa sana, saya bersumpah bahwa bibir Anda adalah bibir yang pertama kali menodai bibir saya," tegasnya dengan cucuran air mata. Sepertinya Zila memang sudah tidak kuat lagi dengan tudingan yang berkali-kali dilontarkan Naga.
Zila berlari menuju pintu kamar Naga yang tadi diselotnya lalu membukanya dan menutup kembali dengan kencang.
"Brughhhhh." Naga melotot melihat kepergian Zila yang sepertinya sangat kecewa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 198 Episodes
Comments
Noviyanti
semangat zilla. jangan hiraukan tudingan buruk tentang kamu
2023-10-08
1
Retno Anggiri Milagros Excellent
lanjut ceritanya Thor.. gemes banget aku.. 🤭
2023-08-14
2
@Kristin
Semangat aja nulisnya
2023-07-10
1