Zila mendongak dan tersenyum getir saat hinaan itu justru keluar dari orang yang sama sekali tidak dikenalnya. Keringat dingin akibat hampir celaka tadi kini menyatu dengan peluh lelah akibat bekerja tadi.
Namun itu tadi, belum saatnya dia tunjukkan taringnya. Zila kini harus bersabar dulu sampai kesabarannya habis.
"Bi Rani, bawa istri saya ke kamarnya. Biarkan urusan membersihkan kaca ditunda dulu," ujar Naga memberi perintah pada Bi Rani.
Sila cemburu melihat Naga yang membiarkan Zila pergi diantar Bi Rani. Padahal setahunya Zila belum selesai membersihkan kacanya.
Sila memberi kode pada Bu Hilsa untuk mencegah Zila ke kamar. Bu Hilsa paham dan berusaha mencegah Zila dibawa ke kamar oleh Bi Rani.
"Sebentar dulu, bukankah kamu belum selesai membersihkan kacanya?" tahan Bu Hilsa merentangkan tangannya.
"Tapi, Ma. Zila harus istirahat dulu. Dia shock atas kejadian tadi," timpal Naga terdengar perhatian membuat Zila sedikit berbunga.
"Hanya sebentar saja. Lagipula Mama suka cara kerja Zila yang bersih itu. Tuh, lihat hasilnya juga kinclong kayak muka Sila," pujinya sambil melirik Sila. Sila tersenyum bangga.
"Duhhh, kasihan bangettt, jadi menantu tapi ujung-ujungnya hanya dijadikan babu," ledek Sila merasa ada di atas awan.
Mendengar itu Zila terpancing emosinya, dia menoleh ke arah Sila. Perlahan dia mengatur nafasnya untuk menumpahkan emosinya yang memang harus ditumpahkan.
"Alat tempurnya sapu, pelan dan lap kaca. Menantu apa babu? Ha, ha, ha, kalau aku yang dijadikan menantu, pasti aku diperlakukan bagai ratu," ujarnya sebelum Zila duluan bicara.
"Saya bukan dijadikan babu lho Mbak sama Ibu mertua saya. Ibu mertua saya hanya ingin menguji saja bagaimana kerajinan saya. Apakah saya bisa nyapu, ngepel atau nyiram bunga dan lain sebagainya. Buktinya kaca yang saya bersihkan saja dipuji beliau. Kacanya saja sampai kinclong seperti muka Mbak,kan? Nah, jika semua itu bisa dilakukannya, maka itu tandanya dia menantu yang tidak hanya sekedar pandai di ranjang saja. Percuma kalau hot di ranjang tapi tidak bisa ngapa-ngapain, nilainya hanya nol saja," jawab Zila tidak panjang dan tidak terduga. Semua melongo termasuk Naga.
"Apa maksudnya, apakah Tante memang benar-benar menguji dia?"
Bu Hilsa tidak menjawab, dia hanya mampu mengerutkan keningnya heran, melihat keberanian Zila menjawab.
"Jangan salah Mbak, jika nanti Mbak dapat jodoh, terus kita malas-malasan di rumah Ibu mertua, biasanya Ibu mertuanya mulutnya ember. Di depan baik, tapi di belakang ngerutuk dan ngomongin menantunya kemana-mana. Makanya Mbak persiapkan diri Mbak sekarang untuk jadi menantu orang. Jangan sampai mertuanya bilang, 'duhhh menantu saya, sudah malas kerjaannya poya-poya melulu ngabisin duit anak saya'. Percuma pinter di ranjang doang kalau nggak bisa masak nyuci. Mbak nggak mau, kan, digituin mertuanya?" tukas Sila panjang tanpa resah akan dibalas Sila lagi.
Sila yang mendengar Zila bicara dengan lantang dan lancarnya menyindir kebiasaan poya-poyanya, lantas tersulut emosinya dan menghampiri Zila seraya bermaksud menjambak rambut Zila yang panjang dikuncir kuda.
Namun lagi-lagi Naga yang sejak tadi menonton drama perselisihan antara dua perempuan beda usia itu menghalangi Sila dan membawa Zila naik ke tangga.
"Mas Naga, tunggu! Kenapa kamu lebih memilih dia ketimbang aku?" teriak Sila menatap Naga yang berjalan merangkul Zila menuju kamar atas.
Naga membawa Zila ke kamarnya. Setelah di kamar, Naga melepaskan tangan Zila kasar. Naga berubah kasar, padahal tadi dia sempat membelanya. Zila menatap Naga bertanya-tanya. Namun dibanding rasa herannya, rasa haru atas tindakan Naga yang tadi menyelamatkan nyawanya.
"Kak Naga, terima kasih atas pertolongan Kak Naga tadi," ujar Zila berterima kasih.
"Anggap saja itu hutang budi yang telah aku bayar, untuk tanganmu yang menahan kepalaku saat kamu dengan cerobohnya menyimpan ember pellan di sembarang tempat," tukasnya enteng sembari tersenyum sinis.
"Jadi, Kak Naga menolong aku tadi bukan karena rasa kemanusiaan, tapi hanya karena hutang budi?" sentak Zila menatap tajam ke arah Naga.
"Lantas apa lagi?"
"Sudah kuduga, Kak Naga memang tidak punya hati dan perasaan," umpatnya kesal.
"Sudahlah jangan bahas rasa kemanusiaan atau balas budi lagi. Yang ingin aku tanyakan sekarang padamu adalah maksud ucapanmu di bawah tadi. Jika aku kaitkan dengan kebiasaanmu, maka aku percaya. Selain kamu bisa nyapu ngepel dan segalanya di rumah ini, maka aku percaya bahwa kamu memang benar-benar jago dalam urusan ranjang. Dan itu terbukti, selama ini kamu kerja di kafe Pamanmu. Selain melayani tamu minum, setelahnya kamu puaskan tamumu di ranjang. Dan uang dari melayani tamu kamu bayarkan demi mencicil hutang Pamanmu ke Rentenir itu, kan?" cetus Naga bertubi-tubi.
Naga tidak tahu ucapannya barusan sangat melukai Zila. Zila mendekat dan menghampiri Naga. Sekali geplak tamparan panas itu menimpa Naga tanpa ampun, sehingga wajah Naga terhempas akibat tamparannya. Zilapun merasakan tangan bekas tamparannya sakit.
"Plakkkkkk."
"Jangan sembarangan mengatai dan menghina aku dengan tuduhan yang tidak jelas Tuan Naga Panega. Anda tidak tahu tentang aku yang sebenarnya. Jadi, jangan telan mentah-mentah informasi sesat yang Anda dapatkan yang entah dari mana datangnya. Karena itu akan sangat berakibat fatal. Anda bisa saya tuntut ke pengadilan atas tindakan fitnah dan pencemaran nama baik," tukas Zila dengan nafas yang turun naik. Kali ini dia benar-benar sudah emosi yang tidak tertahan.
Zila merundukkan tubuhnya di tepi ranjang dan menangis pilu di sana. Baginya untuk yang kali ini tudingan miring yang dilontarkan Naga sungguh sangat keterlaluan dan tidak mendasar.
Naga yang masih merasakan panas di pipinya, menatap Zila yang menangis. Tiba-tiba hatinya merasa teriris. Namun, Naga tidak melakukan apa-apa selain menatapnya lalu tidak berapa lama dia pergi meninggalkan kamar Zila.
Sebulan setelah kejadian penamparan itu, baik Zila dan Naga sudah jarang berinteraksi. Terlebih Naga kini sedang mengurus perusahaannya yang di Jakarta maupun yang di luar daerah. Wajar, perusahaan miliknya merupakan perusahaan di bidang rempah-rempah nomer wahid di Indonesia. Selain keluar daerah, Naga kini sedang mengurus penyerahan sertifikat tanah atas miliknya di kampung **Sukaseuri**. Naga sudah lega, sebab tanah yang jadi incarannya kini sudah menjadi hak miliknya.
Sementara Zila, hari ke hari masih saja berkutat dengan pekerjaan rumah. Terlebih setelah Naga jarang di pulang ke rumah karena masalah perusahaan, Bu Hilsa dan Hilda kadang menambah beban berat pekerjaan yang dipikul Zila, yaitu memerintah membuatkan makanan seperti mie dan yang liannya.
Zila sangat kelelahan karena hari ini sampai siang tadi dia belum sempat makan. Zila mencari akal bagaimana caranya supaya dia terbebas dari semua pekerjaan yang melelahkan ini. Zila menyeringai, sepertinya dia telah menemukan cara yang tepat. Apaan tuh?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 198 Episodes
Comments
Noviyanti
bagus zila jangan mau klah sama si sila itu
2023-10-12
1
Sena judifa
semangat zila
2023-10-11
1
Retno Anggiri Milagros Excellent
Zila semoga bahagia selalu 👍😍
2023-08-14
1