"Gue duluan ya, Bi," pamit **Zila** pada **Bika** yang masih harus berkutat di kafe. Kalau tidak karena tiba-tiba badannya meriang, Zila tidak akan minta pulang lebih awal. Bika, partner kerjanya sesama pelayan di kafe Kobar terpaksa harus melayani tamu tanpa Zila, untungnya tamu sudah tidak terlalu rame. Memang sih pelayan kafe ini masih ada dua orang lagi, yaitu **Randa dan Randi**. Mereka berdua pelayan di kafe Kobar selain **Boy**, sang Bartender.
Sebelum meninggalkan mulut pintu kafe, Zila tidak lupa berpamitan pada Kobar, sang Paman. "Paman, aku pulang dulu ya, aku meriang dan tidak enak badan, sepertinya aku demam nih," lapor Zila berpamitan. **Kobar** yang masih sibuk dengan sebuah buku, menoleh dan menghentikan sejenak kegiatannya.
"Zi, kamu sakit, Nak?" ujar Kobar seraya berdiri dan meraba kening sang ponakan, rupanya betul Zila demam, keningnya panas. Kobar nampak khawatir, kemudian ia memerintahkan salah seorang penjaga kafe mengantar Zila sampai rumah yang memang tidak terlalu jauh dari kafe milik Kobar ini.
"**Darga**, antar ponakanku pulang, dia sedang demam saat ini!" perintah Kobar, namun Zila mencegahnya karena ia merasa masih kuat berjalan dan tidak ingin merepotkan penjaga di kafe Kobar.
"Tidak, Paman! Aku tidak perlu diantar, aku masih kuat dan bisa sendiri." Lagipula jarak kafe ke rumah hanya kurang lebih 500 meter. Bagi Zila itu jarak yang dekat dan dia terbiasa berjalan kaki.
"Tapi, Zi. Ini malam dan kamu sedang sakit. Paman takut kamu kenapa-kenapa," ucap Kobar was-was.
"Tidak apa-apa, Paman. Aku jalan sendiri berani kok. Jalanan menuju rumah kita jam sembilan ini masih rame dan tidak rawan. Jadi, Paman tidak usah khawatir. Paman santai saja di sini. Ok, aku pulang dulu ya. Aku mau istirahat di rumah." Zila segera berlalu dari hadapan sang Paman.
"Paman Darga, **Paman Dargi**, aku pulang dulu. Tolong jagain kafe paman Kobar ini dengan baik, supaya tidak ada pengacau masuk!" titah Zila tegas pada dua penjaga yang sudah sangat dekat dengannya.
"Apakah Non Zila perlu kami antar? Bang Kobar akan menyalahkan kami jika terjadi apa-apa pada Non Zila," ucap Darga khawatir.
"Aku tidak perlu diantar, lagipula aku ini pemberani. Sudahlah, aku pulang dulu." Zila segera berlalu, namun tanpa Zila sadari salah satu dari penjaga itu mengawasinya dari belakang. Walau bagaimanapun keponakan Bosnya itu lebih berharga dibanding kafe Kobar yang dijaganya.
Zila berjalan sedikit cepat, karena dia memang terbiasa jalan cepat, Zila bukan seorang anak manja yang jalannya pelan dan kolokan. Kehidupan keras tempaan sang Paman menjadikan dia sosok yang kuat dan kesannya liar.
Pertengahan jalan, tanpa Zila sadari. Di belakangnya sebuah motor melaju kencang, sepertinya akan menyerempet ke arahnya, motor sengaja dipepet ke samping kiri Zila dengan bunyi klakson yang memekakkan telinga.
"Teretetetetetttt blessss, cekitttttt," suara klakson dan bunyi rem bersentuhan dengan aspal jalanan, membuat Zila kaget setengah mati, hampir saja dia terjungkal. Untung saja tubuhnya hanya terduduk saking terkejutnya.
"Woyyy, sampah masyarakat baru pulang tuh!" ejek salah satu orang yang berada di boncengan pengemudi motor itu. Tidak asing lagi bagi Zila, dia **Nauri** anak Kepala Desa di kampung itu. Kebiasaannya memang sering mengganggu Zila dan mengejeknya habis-habisan.
"Baru pulang rupanya si sampah masyarakat, dapat berapa ronde tuh hari ini?" ejeknya lagi masih dari atas motor, sementara si pengemudi motor yang juga tidak asing bagi Zila adalah **Ridu**, pacar dari Nauri, asik memainkan gas motor sampai suaranya sangat bising.
"Kalian ini, dasar kurang kerjaan, pandainya mengganggu orang." Zila menggerutu sambil bangkit dari duduknya.
"Woyyy, sampah masyarakat, jangan sok-sok-an lu, kerja cuma melayani om-om di kafe saja bangga, jadi sampah masyarakat saja bangga," ejek Nauri sekali lagi dengan rasa benci.
Zila menatap berang pada dua orang di atas motor itu. Pandai mengatainya, padahal mereka sendiri tidak lebih dari sampah masyarakat yang bisanya cuma ganggu orang malam-malam dengan suara motor yang sangat bising.
"Kalian itu sampah masyarakat yang sebenarnya, dasar tukang bikin onar," tuding Zila melawan, seraya menepuk-nepuk celana jeansnya yang kotor kena debu jalan saat terduduk tadi.
"Huhhhh, berani melawan dia, dasar penjaja cinta!" ejek Nauri sembari menghempas tubuh Zila dengan tangan kirinya, sehingga untuk kedua kalinya Zila kini benar-benar terjerembab ambruk lagi. Sementara motor yang digeber nyaring itu melaju dengan cepat setelah melihat Zila jatuh. Suaranya yang nyaring membuat telinga Zila untuk beberapa saat seakan tuli.
"Dasar kalian, sialan!" umpat Zila kesal sambil meringis menahan sakit di sikunya yang tadi sempat beradu dengan aspal.
Saat Zila masih terduduk kesakitan, sebuah mobil mewah melaju dari arah berlawanan dan langsung berhenti tepat di depan Zila. Sementara Darga, penjaga kafe yang tadi sempat mengawasi Zila, baru muncul setelah Nauri dan Ridu sudah tidak ada. Darga mengawasi dari jarak beberapa meter, sebuah mobil menghampiri Zila yang tengah terduduk.
Dua orang lelaki berwajah tampan, bertubuh tegap dan atletis keluar dari mobil mewah itu, menghampiri Zila dengan khawatir. Wangi parfum dari tubuh keduanya semerbak dan langsung menyuruk ke lubang hidung Zila yang bangir. Sejenak Zila menikmati wangi parfum dua orang asing itu tanpa peduli keadaan dirinya.
"Maaf Mbak, apakah Mbak mengalami masalah? Mari kami bantu," ujar salah satu pria itu menawarkan bantuan. Zila tersadar dan seketika terpesona dengan wajah tampan dan tentunya mobil yang ditumpangi tiga lelaki itu, namun hanya dua orang yang turun.
"Tidak apa-apa Kak, saya hanya terjatuh karena diganggu preman jalanan yang tadi lewat," sahut Zila seraya berdiri dan sekilas menatap ke arah pria tampan yang berada di dalam mobil dengan takjub. Pria yang ditaksir usianya lebih dewasa dibanding dua pria yang keluar dari mobil itu, menatap tepat menusuk ke dalam kornea mata Zila. Untuk beberapa saat keduanya saling tatap.
"Apa perlu bantuan, rumahnya di mana Mbak? Biar kami antar," ujar si pria berkaca mata hitam berbaik hati menawarkan bantuan.
"Ah, tidak perlu Kak. Rumah saya sudah dekat kok." Zila menolak seraya membersihkan kembali celananya yang kotor.
"Syukurlah kalau tidak apa-apa," ujar lelaki tampan satunya lagi yang terlihat usianya lebih muda.
"Kalau begitu saya permisi. Rumah saya sudah dekat kok," pamit Zila seraya berjalan melewati samping pintu mobil yang diduduki pria yang masih di dalam mobil tersebut. Wangi parfum dari dalam sana tidak kalah wangi dibanding dengan dua orang lelaki yang keluar bermaksud menolongnya tadi. Sekali lagi tatapan mata Zila dan lelaki yang berada di dalam mobil itu saling bersitatap. Kemudian Zila beranjak, berjalan berlawanan arah dengan ketiga lelaki bermobil mewah dan berwajah tampan itu.
Saya tunggu likenya....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 198 Episodes
Comments
Noviyanti
semangat Zila
2023-10-01
1
Sena judifa
like dan fav mendarat lin, nanti lanjut lg bacax
2023-09-26
1
Zhree
salam sama yg tampannya satu aja.. kalo bisa bungkus ya.. wkwkwk
2023-09-08
1