Sejenak **Zila** bingung, jawaban apa yang harus dia berikan pada kedua orang tua Naga terkait pernikahannya? Terlebih pernikahan itu begitu cepat dan tidak diduga sebelumnya. Hanya karena prasangka salah satu warga yang memergokinya tengah bersama lelaki di dalam rumah Pamannya, kini Zila terikat hubungan yang sama sekali masih asing baginya.
Sekelebat tiba-tiba arahan **Kobar** sang Paman, terngiang kembali di kepalanya, bahwa Zila harus bersikap baik dan berpura-pura mencintai **Naga**. Tentu saja semua itu akan Zila lakukan demi satu tujuan, yaitu uang. Sekali lagi uang.
Zila mulai melakukan aksi pertama untuk berusaha mencuri perhatian keluarga Naga. Zila menghampiri Mamanya Naga lalu dengan cepat meraih dan mencium tangannya. Walaupun ketika diraih, tangan itu sepertinya tidak ingin dijamah Zila. Namun Zila meremat erat tangan itu sehingga tidak sampai lepas. Kemudian beralih pada Papanya Naga, meraih dan menciumnya dengan takjim. Sementara pada **Hilsa** adiknya Naga, Zila hanya tersenyum seramah mungkin.
Zila kembali duduk setelah dia menyalami kedua orang tua Naga. Kali ini dia akan menjawab pertanyaan sang Nyonya besar yang sudah siap dengan sorot mata yang tajam dan menyeringai.
Sejenak Zila mengatur nafasnya supaya tenang. Lalu bibirnya mulai terangkat.
"Tentu saja bukan karena harta, saya menikah dengan Kak Naga. Saya mencintainya dengan tulus dengan kesungguhan hati saya," jawabnya tenang, padahal hatinya sangat bertolak belakang.
Sekilas Naga nampak terkejut dengan pernyataan Zila, dia mengawasi gelagat Zila dengan ujung matanya. Sekilas ucapannya memang tidak terdengar berbohong. Namun Naga tidak yakin sebab pernikahan dengan Zila adalah pernikahan yang dirancangnya mendadak.
"Bohong kamu. Kamu hanyalah perempuan asing yang baru saja ditemukan atas kebaikan anak saya. Kalau bukan karena anak saya yang mengatakan akan meminangmu saat kalian kepergok berdua di dalam rumahmu, mungkin saja sampai saat ini kamu hanyalah seorang pelayan kafe yang akan jadi bulan-bulanan warga," ketusnya seraya mendongakkan kepalanya, menatap sinis pada Zila yang menunduk seakan keteteran kata-kata.
Zila masih menundukkan pandangannya, dia berpikir dari mana Ibu mertuanya ini mengetahui bahwa dirinya adalah seorang pelayan kafe?
"Ibu benar saya hanyalah pelayan di sebuah kafe. Tapi, bukankah itu tidak salah? Dan apa yang saya lakukan tidak ada yang salah." Zila berkilah dengan jawaban yang masih tenang.
Bu Hilsa semakin tajam menatap Zila yang sama sekali tidak terlihat lemah.
"Naga, berikan kesempatan Mama dan Papa lebih mengenal istri barumu. Pergilah ke kamar atau kemana saja yang menurutmu bisa berpikir jernih." Bu Hilsa tiba-tiba mengusir Naga, sebab dia ingin menumpahkan segala unek-uneknya pada gadis yang menurutnya kampungan itu. Naga masih berdiri dan belum beranjak.
"Mama mohon, ijinkan kami bisa lebih dekat sebagai konpensasi atas sikapmu yang tidak mematuhi perkataan kami," tegas Bu Hilsa keras. Naga patuh dan meninggalkan ruang tamu yang hawanya berubah tegang.
"Kamu salah, dan saya sama sekali tidak setuju anak saya menikah dengan pelayan kafe yang merangkap melayani pria hidung belang," tukasnya seraya melempar sebuah amplop yang berisi foto-foto Zila yang sedang menemani tamu kafe minum dan makan di kafe Kobar.
Zila meraih amplop itu lalu dibukanya. Sejenak dia terkejut melihat foto-fotonya yang sedang bersama salah satu tamu kafe. Semua itu memang tidak disangkalnya. Akan tetapi Zila merasa heran dari mana Ibu mertuanya mendapatkan semua ini.
"Itu memang benar, Bu. Saya seorang pelayan kafe. Tapi, tidak merangkap menjadi penjaja cinta yang melayani pria hidung belang seperti yang Ibu katakan," sangkalnya sedikit melemah. Bagaimanapun juga dirinya sedih jika ada yang menganggapnya perempuan penjaja cinta, sedangkan dirinya selama ini masih bisa menjaga kehormatannya tanpa menjual tubuhnya.
"Saya tidak percaya. Yang jelas saya tidak suka sama kamu. Apalagi kalau anak saya sampai menjamahmu, membayangkannya saja saya jijik. Saya tidak mau anak saya menikmati tubuhmu yang bekas banyak pria hidung belang," tandasnya menyeringai bak serigala lapar.
Zila tersentak dan hatinya tiba-tiba sakit dengan penghinaan yang diucapkan Ibu mertuanya baru saja. Semua itu tidak pernah dia lakukan. Namun orang-orang memang selalu menilainya buruk. Zila ingin menangis dan berlari dari rumah itu. Akan tetapi dia harus bertahan, demi satu tujuan.
Zila tidak berkata apa-apa lagi sebab dia tengah menahan rasa sesak di dadanya. Jika dia mendongak dan menjawab kembali Ibu mertuanya, maka dipastikan air matanya akan luruh.
"Ingat, jangan sampai kamu goda anakku untuk menggaulimu, sebab sebelum itu terjadi, kami akan berusaha memisahkanmu dengan anakku," tandasnya tegas seraya berlalu meninggalkan Zila yang kini sedang menahan rasa sedih di dalam dadanya. **Bu Hilsa** dan **Pak Hasri** berjingkat tanpa peduli lagi pada Zila. Sementara adiknya Naga yaitu **Hilda** tidak segera beranjak, sepertinya dia belum puas cuma melihat Zila terpuruk begitu saja.
"Perempuan miskin, datang dan hadir dalam kehidupan kami tujuannya tidak salah lagi, pasti harta. Potong telingaku jika semua dugaanku salah." Hilda adiknya Naga ikut berpartisipasi menghina Zila dengan gemas. Dan semua itu tidak Zila balas, Zila terlanjur terpuruk dan down.
Bagi Zila, ini adalah penghinaan pertama di rumah suaminya, dari mertua maupun adik iparnya. "*Ohhhh Tuhan, apa salahku? Hanya karena aku seorang pelayan kafe, hampir semua orang menganggapku hina dan kotor*." Zila terpuruk dan sedih dengan tangis tanpa suara.
Di hari yang sama ketika sore sudah menjelang, Zila diantar dan ditunjukkan sebuah kamar oleh seorang asisten rumah tangga. Dia Bi Rani yang diutus Naga untuk mengantar Zila ke sebuah kamar.
"Di sini Non, kamar Non Zila, saya diperintahkan Den Naga untuk menunjukkan kamarnya. Untuk pakaian sepertinya sudah tersedia di dalam lemari. Dan jika Non Zila ingin mandi, silahkan ke kamar mandi di dalam kamar ini. Bibi keluar dulu ya," jelas Bi Rani menjalankan perintahnya dengan telaten.
"Terimakasih, Bi," ucap Zila seraya mengalihkan pandangan pada seluruh ruangan kamar yang baru saja dia masuki. Sejenak Zila mengagumi keadaan kamar ini yang luasnya melebihi luas rumah milik Kobar. Dia tidak menyangka Naga setajir ini. Seketika rasa sedih yang dirasakannya tadi ketika dihina Ibu mertuanya, mengendap begitu saja saat Zila menikmati indah kamar barunya.
Malam itu, Zila selesai mandi. Ketika itu pintunya terdengar diketuk. Zila sedikit terperanjat.
"Non Zila ini saya Bi Rani, Nona disuruh Aden ke bawah untuk makan malam. Segera turun, ya, Non," ujar Bi Rani menyampaikan.
"Iya, Bi, terimakasih," balas Zila sedikit berteriak. Zila tidak menunda lagi, ia segera keluar kamar dan menuruni tangga untuk menuju meja makan.
Saat di meja makan, rupanya semua sudah berkumpul menunggu kehadiran Zila. Kemunculan Zila disambut sinis oleh keenam mata. Yaitu Bu Hilsa, Pak Hasri dan tentu saja Hilda adik iparnya. Sementara Naga sibuk dengan HPnya tanpa menoleh pada Zila. Zila sampai gemas dibuatnya. Zila merencanakan niatnya nanti setelah makan, dia akan bertanya tujuan Naga menikahinya apa?
"Hanya menunggu satu orang saja, sampai perutku keroncongan. Huhhh dasar lambat," ejek Hilda ketus sembari menatap Zila bengis.
"Maaf," ujarnya sungkan.
Makan malam berjalan tanpa suara. Bi Rani dan satu orang lainnya yang menyiapkan makan malam, membuat suasana sedikit hangat. Sebab yang Zila lihat, ternyata Ibu mertuanya begitu hangat memperlakukan kedua asistennya tidak seperti gambaran Zila, bahwa sikap ketus padanya diterapkan juga pada yang lainnya termasuk ART. Namun malam ini Zila melihat kedua mertuanya begitu hangat, bahkan Hilda sang adik ipar sangat manja pada Bi Rani.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 198 Episodes
Comments
Sena judifa
aku ikut sengkel sm mertuax Zilla
2023-10-07
1
Noviyanti
semangat zilla, ambil hti keluarga mertuamu
2023-10-06
1
@Kristin
Dasar mertua jahat
2023-07-10
1