Hasya menghampiri mobil Bosnya dengan wajah yang penuh senyum. Dia merasa Bosnya sedang dalam keberuntungan. Sebab gadis yang dia cari, rumahnya rupanya tidak jauh dari sana.
Wanita yang tadi ditanyainya bilang bahwa dia mengenal gadis yang bernama Zila Arzilla. Bahkan rumahnya berada dekat di samping rumahnya.
Hasya masuk dan segera memberikan informasi yang didapatnya tadi.
"Bagaimana Sya?" Naga sudah tidak sabar mendapatkan informasi dari Hasya, tangan kanannya.
"Sabar dulu Bos. Saya akan menyampaikan informasi dari wanita tadi. Menurutnya gadis yang bernama Zila Arzilla tinggal di rumah yang menghadap ke jalan itu, yang halamannya agak luas serta catnya berwarna merah jambu. Dia tinggal bersama Pamannya yang bernama Kang Kobar," tutur Hasya menyampaikan apa yang dikatakan wanita tadi sejelas-jelasnya, seraya menunjuk salah satu rumah bercat merah jambu menghadap ke jalan.
Naga menoleh mengikuti telunjuk Hasya, dalam hati dia gembira sebab gadis yang dicarinya ternyata rumahnya sangat dekat.
"Bagaimana Bos, apakah Bos akan menemuinya sekarang atau lain kali saja? Atau kita pulang dulu ke villa, hari sudah mulai larut malam," ujar Hasya memberikan pilihan.
"Tidak, Sya. Aku akan menghampirinya sekarang. Aku tidak mau menunda lagi," tukas Naga bersemangat.
Naga membuka pintu mobil lalu keluar seraya membawa topi bunga milik gadis muda tadi.
"Kalian tunggu di sini, atau jika kalian mau ngopi, turunlah dan ngopi di warung itu," ujar Naga menunjuk warung yang masih buka milik wanita yang sempat ditanyai Hasya tadi.
Naga berjalan menuju halaman rumah gadis si pemilik topi bunga tadi. Memasuki halaman rumah dan menuju teras rumahnya. Sejenak ada ragu dalam dada Naga, sehingga dia untuk beberapa saat berdiri terpaku.
Setelah merasa tenang, Naga akhirnya memberanikan diri mengetuk pintu rumah gadis pemilik topi bunga itu.
"Permisi," ujarnya mengucap salam khas orang kota. Naga masih berdiri menunggu pemilik rumah membuka pintu.
Sementara di samping rumah Zila, wanita yang tadi sempat ditanyai Hasya, mendongak ke arah rumah Zila saat suara seseorang terdengar bertamu ke rumah tetangganya itu.
"Siapa yang bertamu ke rumah Kang Kobar, apakah si penagih hutang lagi?" bisiknya bertanya-tanya seraya mendongak ingin tahu mengamati siapa yang mendatangi rumah Kobar. Wanita itu merasa was-was, sebab Zila kini sendiri di rumah, setelah tadi dia melihat Zila pulang lebih awal dari kafe dengan alasan demam.
"Rupanya bukan si penagih hutang, tapi lelaki muda dan tampan, sepertinya dia orang kaya. Jangan-jangan ini adalah lelaki kaya incaran Zila yang akan dia jerat ke dalam pernikahan, kemudian setelah menikah uangnya akan diporoti Zila untuk membayar hutang Kang Kobar pada Juragan Desta," duga wanita itu penasaran.
"Bu, maaf. Apakah kopinya masih ada?" Wanita itu sontak terkejut saat sebuah suara mengagetkannya saat dia mendongak ke arah rumah Zila.
"Ohhhh. Ma~masih, Mas. Banyak malah. Ada kopi latte, mocca, cappu, lokal juga ada. Bahkan kopi lokalnya sudah diekspor ke mancanegara," ujarnya sedikit gugup sebab merasa dikagetkan oleh Hasya.
"Yang lokal apa, Bu, sampai diekspor ke mancanegara?" tanya Hasya penasaran.
"Kopi musang, Mas. Apakah Mas mau mencoba kopi musang?" tanya wanita itu sembari menatap Hasya dalam. Sepertinya dia merasa kenal, sebab tadi sempat bertanya tentang Zila.
"Mas yang lebih muda dari Mas ini, mau pesan kopi yang sama atau kopi western?" tanya wanita pemilik warung, membuat Hasya geleng-geleng kepala. Sebab wanita yang menurutnya masih terlihat cantik walau sudah berumur itu, tahu dan bisa mengenali dirinya lebih tua dari Nagi.
"Saya kopi hitam lokal, ya,Bu," jawabnya sembari asik melihat Hp.
"Baik, tunggu sebentar, ya," ujarnya seraya membalikkan badan menyeduh kopi pesanan Hasya dan Nagi, dari air panas termos yang sudah ada di sana.
"Silahkan, ini kopi musangnya satu, dan ini kopi hitam lokalnya satu," sodor wanita pemilik warung sopan, setelah beberapa saat diseduh.
Nagi dan Hasya meraih cangkir kopi yang masih panas dan meneguknya sedikit untuk menghilangkan rasa dinginnya angin malam.
"Ngomong-ngomong Mas yang tampan ini yang tadi sempat bertanya tentang Neng Zila pada saya, kalau boleh tahu Mas siapanya Neng Zila? Sebab selama ini dia belum pernah kelihatan punya seorang teman lelaki ataupun ada teman lelaki setampan ini?" tanya wanita pemilik warung itu penasaran.
"Kami bukan siapa-siapa, Bu. Kami hanya sempat bertemu tadi di jalan, saat gadis itu terduduk di aspal karena diganggu preman jalanan, katanya. Lalu Bos kami mendapati topi gadis itu ketinggalan di aspal, kemudian Bos kami ingin mengantarkannya langsung pada pemiliknya," ujarnya jujur.
"Ohhhh, begitu."
"Kalau boleh tahu, Ibu kenal dengan gadis itu seberapa dekat?" Tiba-tiba Nagi memberikan sebuah pertanyaan pada wanita pemilik warung itu, sepertinya Nagi penasaran dengan gadis muda bernama Zila yang kelihatannya masih lebih muda dibawahnya. Pertanyaan Nagi ini sama dirasakan oleh Hasya. Oleh karena itu Hasya merasa terwakilkan dengan pertanyaan dari adik sepupu Bosnya itu.
"Kenal dekat Mas. Neng Zila gadis baik, tapi sudah yatim piatu sejak usia dua tahun, dua puluh tahun yang lalu. Sejak Ayah dan Ibunya meninggal karena keracunan umbi gadung, Neng Zila dititipkan dan diurus oleh Pamannya sendiri, yaitu Kakak dari Ibunya, sampai sekarang," jawab wanita pemilik warung.
Hasya dan Nagi saling lempar pandang, merasa beruntung bisa mengorek pertanyaan dari wanita pemilik warung. Sebab sekali bertanya, dua jawaban bahkan lebih bisa mereka dapat. Itu berkat kecablakan wanita si pemilik warung itu.
"Ohh, begitu, ya, Bu. Lantas dari mana gadis tadi malam-malam begini sendirian?" Hasya masih penasaran.
"Ohhhh, Neng Zila habis pulang dari kafe. Dia kan kerja di kafe milik Pamannya," jawab wanita pemilik warung itu cukup jelas. Nagi dan Hasya kembali saling tatap. Ada yang sedikit mengganjal dari jawaban wanita pemilik warung tadi, tentang Zila yang pulang malam karena kerja dari kafe.
"Apakah gadis muda itu tidak takut jika pulang malam sendirian?" Kembali Nagi bertanya, sebab dia merasa tidak rela jika Kakak sepupunya, Naga harus jatuh ke dalam pelukan perempuan kafe yang suka keluyuran malam-malam di jalan.
"Neng Zila sudah biasa pulang malam dari kafe. Jarak kafe ke rumah saja hanya 500 meter, jadi dia sudah biasa melewati jalanan sini," jelas wanita pemilik warung itu jujur.
Hasya dan Nagi tidak menyahut lagi selain diam mencerna omongan wanita pemilik warung itu.
Sementara Naga sudah cemas dan tidak sabar menunggu pintu dibuka tuan rumah.
"Wa'alaikumsalam," sahut Zila sembari membuka pintu lebar-lebar. Gadis muda yang nampak polos tanpa riasan itu, sontak terkejut melihat siapa yang datang bertamu ke rumahnya.
Naga sedikit tersipu malu, sebab gadis muda itu membalas salam khas kotanya dengan jawaban yang berbeda, padahal Naga juga bisa mengucapkan 'assalamualaikum' seperti orang-orang kebanyakan.
Naga menatap dalam ke arah gadis muda itu, wajah tanpa polesan make up itu nampak cantik alami dan polos. Hatinya seketika berdesir merasakan rasa cinta yang pernah padam, tapi kini menyala kembali setelah melihat Zila pada pandangan pertama. Namun di sebalik itu ada yang membuat Naga sedikit heran, bawah mata gadis muda itu terlihat pucat. Naga berpikir, mungkinkah gadis muda di hadapannya sedang sakit?
"Benarkah ini dengan rumahnya Nona Zila?" Naga memberi pertanyaan lebih dulu sebelum Zila memberikan pertanyaan.
"Uhuk, uhuk, uhuk." Zila terbatuk sebelum dia memberikan jawaban. Tenggorokannya yang sakit dan gatal tiba-tiba memaksanya batuk. Zila memang benar-benar sakit, badannya saja demam dan meriang.
"Apakah Nona sedang sakit?" Naga terlihat khawatir melihat Zila pucat pasi. Zila menggeleng, sebenarnya hatinya senang sebab lelaki tampan yang wangi yang tadi sempat bertatap mata dengannya di jalan, kini malah ada di hadapannya.
"Iya, betul saya Zila. Memangnya ada apa Kakak mencari saya?" tanya Zila seraya matanya menatap topi yang dipegang di tangan lelaki dewasa yang tampan itu.
"Saya hanya ingin mengembalikan topi milik Anda. Bukankah ini topi Anda yang tertinggal di aspal saat Anda terduduk karena diganggu preman?"
Zila baru ingat bahwa topinya ternyata tertinggal saat terduduk di aspal tadi.
"Betul, itu topi milik saya. Terimakasih Kakak mau mengembalikannya pada saya secara langsung," akunya seraya meraih topi itu dari tangan Naga.
Saat Zila meraih topi itu, tidak sengaja tangannya meraih tangan Naga. Tidak diduga, Naga malah memegang erat jemari Zila sehingga Zila tidak bisa melepaskannya langsung.
Hawa panas langsung mengalir melalui tangan Naga. Naga menduga gadis muda di depannya sedang sakit.
"Apakah kamu sedang sakit?" Zila mengangguk, lalu tiba-tiba tubuhnya ambruk dan terjatuh ke dalam pangkuan Naga yang sudah siap menyangganya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 198 Episodes
Comments
Syarifuddin Arief
awas ga tahunya itu bukan zila melainkan zilu🤭
2023-10-21
1
Noviyanti
wah naga mulai terpesona kan tuh, ditambah zila jatuh ke pelukanmu. dag dig dug serr kan hihi
2023-10-02
1
Sena judifa
cie...cie naga....muara cinta kita hadir
2023-09-27
1