Mobil yang dikendarai Bryan melaju di tengah hujan. Semakin lama hujan kian deras, begitu sulit untuk melihat jalanan. Bryan pun memperlambat laju kendaraannya.
"Hujannya deras banget malam ini, petir dari tadi gak berhenti menggelar. Sepertinya hujan kali ini bakalan awet sampai pagi," Bryan memulai percakapan.
"Yah mungkin saja, siapa tau alam pun menangis menyambut kematian Amora," timpal Tiara.
"Aku senang karena semuanya akan jadi milikku, milik kita hahaha," lanjut Tiara.
"Kita belum bilang ke Papah kamu tentang ini sayang." Bryan berkata sambil melirik sekilas ke arah Tiara.
"Besok juga bisa, ngapain buru-buru. Lagian ini juga udah malam Mamah dan Papah pasti udah tidur,"
Bryan hanya mengangguk mendengar jawaban Tiara. Tak lama kemudian mereka telah sampai, Tiara bergegas turun dan masuk ke apartemennya.
Setelah masuk mereka segera membersihkan badan mereka dari tanah yang menempel karena terkena air hujan. Bryan yang telah selesai mandi, berlalu ke dapur untuk mengambil minuman. Sedangkan di dalam kamar, Tiara mengeringkan rambutnya dengan hairdryer.
Saat Bryan akan membuka pintu kulkas dan Tiara mulai mengeringkan rambutnya, tiba-tiba gemuruh petir terdengar memekakkan telinga sekaligus pemadaman listrik di apartemen.
Tiara memekik, memanggil Bryan sebab dia sangat benci kegelapan. Tiara terus berteriak memanggil Bryan, namun Bryan belum juga sampai. Mendengar suara teriakan tersebut Bryan terburu-buru berlari di dalam kegelapan hingga dia terjatuh.
Kepala Bryan hanya membentur meja, namun anehnya dia tak sadarkan diri. Tiara yang terus berteriak juga pingsan saat petir kembali menyambar kembali.
DAH TAMAT🙃
TAPI BOONG🤭
Saat mereka berdua tak sadarkan diri, ada setitik cahaya yang muncul ditengah kegelapan. Makin lama cahaya tersebut semakin membesar dan menghisap semuanya. ( Maafkan imajinasi saya yang aneh, entah darimana saya memikirkan black hole muncul disini🤭, tolong dimaafkan ya maklum baru pertama kali buat novel ).
Semua barang-barang terhisap masuk kedalam cahaya itu, Tiara dan Bryan pun ikut tertelan. Setelah apartemen itu kosong tanpa satupun barang, cahaya itupun memudar kemudian menghilang.
Suasana kembali seperti semula, hujan pun berhenti dan listrik kembali menyala.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀...
Di atas tempat tidur, terlelap seorang remaja yang masih memakai seragam sekolah. Matanya terlihat sembab seperti habis menangis.
Suara ketukan pintu kamarnya pun seakan tak menganggu tidurnya.
"Non, bangun Non. Makan dulu," kata orang yang mengetuk pintu. "Nona belum makan dari kemarin Non, Bibi tau Nona masih bersedih atas kepergian Tuan dan Nyonya tapi jangan gak mau makan Non nanti Nona sakit," lanjutnya.
Karena tak mendapat jawaban dan pintu tak bisa dibuka, Bibi pun meninggalkan kamar tersebut. Tak berapa lama setelah di Bibi pergi, gadis di atas tempat tidur itu menggeliat. Matanya berkedip beberapa kali kemudian terbelalak tak percaya.
Segera dia melompat turun dari ranjangnya mendekati meja rias di kamarnya, diamatinya penampilannya saat ini. Seragam sekolah mata yang sembab, dipegangnya wajahnya sendiri seraya membekap mulutnya.
Melirik ke kalender yang ada di atas meja rias, dia ingat betul hari ini adalah hari dimana dia mendengar kabar bahwa orang tuanya meninggal karena kecelakaan kemarin.
Seakan masih tak percaya, dia mengambil handphone-nya dan melihat layar yang menunjukan tanggal yang sama.
"Mah ... Pah ... Amora kembali, tapi kenapa harus di hari ini. Kenapa bukan di saat sebelum terjadinya kecelakaan Mamah dan Papah," kata gadis itu yang ternyata adalah Amora.
"Amora akan menjaga semua yang Papah dan Mamah tinggalkan untuk Amora, kejadian itu tak akan Amora biarkan terulang." janji Amora sambil menatap foto orang tuanya.
Satu minggu telah berlalu sejak Amora kembali ke usianya yang ke-17. Hari ini adalah hari dimana Amora akan bertemu dengan pengacara ayahnya.
Amora telah mempersiapkan segala sesuatunya untuk membuat orang-orang mempercayainya. Ia juga meminta izin tidak mengikuti pelajaran dari sekolahnya.
Amora memakai pakaian formal ala kantoran, merias wajahnya senatural mungkin. Kini Amora telah siap memulai pertarungan pertamanya di perusahaan almarhum Papahnya.
Amora turun kelantai satu untuk sarapan, tak lama seorang pelayan menghampiri Amora.
"Wah Non Amora cantik sekali, mau ada acara ya Non?" tanyanya.
"Iya Bik Tika, Amora ada pertemuan dengan pengacara di kantor Papah." Amora tersenyum menatap Bik Tika.
Amora duduk di meja makan sendirian, maklum dia anak tunggal dan tak memiliki kerabat yang lain.
"Bik Tika sarapan sama Amora ya, gak enak makan sendirian," pinta Amora.
"Ampun Non Bibi gak berani."
"Ayolah Bik, ya-ya mau ya," bujuk Amora.
"Iya deh Non, Bibi temenin saja ya gak ikut makan. Bibi duduk aja."
"Sama aja, Amora makan sendiri." Amora memasang wajah cemberut.
"Ya udah Bibi panggil yang lainnya juga ya biar ramai sarapan sama-sama," putus Bik Tika pada akhirnya.
"Boleh Bik ajak aja semua."
Setelah memanggil semua pelayan, mereka makan bersama. Bercanda dan tertawa disela-sela mereka sarapan.
"Mah ... Pah ... lihat Amora masih bisa tersenyum, Amora janji gak akan mengecewakan kalian," janji Amora didalam hati.
Setelah sarapan Amora segera pergi ke kantor Papahnya. Di teras depan Leo, supir Amora menunggu Nonanya.
Leo segera membuka pintu mobil, Amora mengucapkan terimakasih dan masuk ke dalam mobilnya. Mobil tersebut melaju dengan kecepatan sedang menuju kantor Papa Amora.
Setengah jam kemudian, mereka telah sampai di depan gedung perkantoran perusahaan "SANJAYA". Amora berjalan dengan langkah yang tegas, semua karyawan membungkuk hormat dan mengucapkan salam pada Amora.
Senyum kecil yang tersungging dibibir Amora, sampai di depan pintu ruang rapat sekretaris pribadi almarhum Papa Amora segera membukakan pintu tersebut.
Amora masuk dan duduk di kursi pemimpin, senyum yang tadi ada ditanggalkan berganti dengan wajah datar dan aura kepemimpinan yang tak sesuai dengan usianya saat ini.
Melirik seluruh orang yang ada di dalam ruangan hingga tatapannya terhenti pada wajah yang tak asing lagi, wajah penjahat yang teramat sangat munafik. Amora membuang pandangannya, kemudian berkata, "Bisa kita mulai segera, saya rasa semua orang disini memiliki tugas yang harus diselesaikan setelah rapat ini berakhir,"
"Tolong bacakan surat wasiat Papah saya, dan saya akan menerima pendapat dari kalian semua. Tapi ingat hanya sebatas menerima bukan menyetujui!" pungkas Amora.
"Baiklah, saya disini selaku pengacara almarhum Bapak Arya Sanjaya akan membacakan wasiat terakhir beliau,"
Sang pengacara membacakan isi wasiat.
Surat Wasiat
"Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Arya Sanjaya
Tempat, Tanggal Lahir : Malang, 14 Maret 1976
Alamat : Jl. Waru Raya No. 15, Warurejo, Sidoarjo.
Dengan surat ini saya menyatakan berbagai hal berikut :
Harta yang pertama, Rumah, Tanah Sertifikat Hak Milik, Perusahaan, Butik dan Showroom mobil.
Harta kedua, Tujuh Buah Mobil, Dua belas Buah Sepeda Motor.
Harta ketiga, yakni tabungan sejumlah 17,9 triliun rupiah.
Berdasarkan keterangan di atas, berikut penjelasan yang lebih rinci atas harta kekayaan saya yang akan saya wariskan :
Rumah seluas 20.000 meter persegi beserta isinya.
Tanah perumahan seluas 40.000 meter persegi yang sudah bersertifikat hak milik.
Perusahaan SANJAYA seluas 2.000 meter persegi.
Butik seluas 500 meter persegi 3 lantai dan Showroom mobil 300 metr persegi 2 lantai.
Tabungan sejumlah 17,9 triliun rupiah, 7 mobil dan 12 sepeda motor
Semua harta benda Saya diatas akan Saya serahkan kepada anak Saya satu-satunya sebagai ahli waris saya yaitu Amora Sanjaya.
Sekian surat ini saya buat dengan disahkan oleh saudara Sebestian Gilang Perdana selaku pengacara saya,"
Setelah Gilang membacakan wasiat Pak Arya, Amora segera bertanya, "Tidak ada tambahan apapun?"
"Masih ada Nona, Pak Arya menetapkan Nona akan mendapatkan semuanya saat genap berusia 22 tahun," jawab Gilang.
"Baiklah bagaimana pendapat kalian, ada yang mau berkomentar atau memberi masukan?"
"Siapa yang akan menjadi CEO menggantikan Pak Arya?" tanya salah satu Direktur.
"Sudah jelas saya selaku anaknya yang akan mengambil alih lagipula Papah memiliki saham yang cukup besar dan semuanya diberikan kepada saya beserta perusahaan," jawab Amora
"Mana bisa kami mempercayakan perusahaan pada anak yang masih duduk di bangku sekolah," sanggah Direktur yang lain.
"Ya betul lebih baik menunjuk satu perwakilan untuk menduduki jabatan tersebut," saran Direktur lainnya. Semua yang ada disana mengangguk setuju.
"Saran yang bagus siapa kira-kira yang bisa menggantikan saya menurut kalian," tanya Amora.
"Pak Danu cocok untuk posisi tersebut Nak Amora, selain beliau teman baik mendiang orang tuamu beliau pasti mampu," dukung salah satu peserta rapat.
"Om Danu, ya beliau memang teman baik Papa tapi saya yakin Papa pasti lebih suka jika saya yang meneruskan dan memimpin perusahaannya. Jadi keputusan saya sudah bulat, saya yang akan mengambil alih jabatan Papa," pungkas Amora.
"Untuk masalah saya seorang pelajar tidak perlu khawatir, saya sudah mendaftar kelas akselarasi. Dan untuk melanjutkan studi saya akan mengambil kelas malam, sehingga tidak akan mengganggu tugas saya sebagai CEO," Lanjut Amora.
"Bagaimana kami percaya pada anak kecil yang bahkan belum mengerti cara memimpin?"
"Kalian bisa membuktikan saya mampu atau tidak dengan memberi saya kesempatan, bagaimana? Apakah kalian berani memberikan kesempatan padaku?" tantang Amora, semua terdiam dan saling pandang memikirkan kata-kata Amora, kemudian Gilang menyampaikan pendapatnya.
"Saya rasa apa yang dikatakan oleh Nona Amora ada benarnya, jadi saya pribadi setuju dengan saran Nona," ucap Gilang.
Semua yang hadir mengangguk setuju, seulas senyum merekah di wajah cantik Amora. Dia sangat bahagia bisa mengubah semuanya dari awal. Sekarang tugasnya membuktikan bahwa dia mampu menjalankan tanggung jawabnya sebagai CEO.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀...
Mampukah Amora, nantikan bab selanjutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 209 Episodes
Comments
Shakila Viska
deg deg an thorr
2021-02-01
1
Mrs Cikal B. Pangrakit
mulai jejak bungsuu...
2020-10-09
3
Fantasy
Semangat trs kak
2020-10-09
1