Nama:Sunny.
Hari berikutnya.
Cia berangkat seperti biasanya, seperti biasa pula mendengar mahasiswa lain berbisik, dan melihat pula mereka menatapnya jijik seperti biasanya.
"Bukankah itu dia."
"Ya, dia menjijikan, bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa."
"Cih, wanita yang memuakkan."
"Pantas saja dia tidak punya teman."
Suara hinaan, cacian, dan cibiran itu terus terdengar, membuat Cia terbiasa, dan akan merasa aneh jika mereka tak melakukannya.
"Heh, masih berani masuk ke kelas?" Sunny dan dua temannya menghadang Cia di depan kelas.
Cia menatap Sunny malas, karena sudah biasa jika gadis itu terus mengganggunya. Cia mencoba melewati Sunny tapi langsung didorong gadis itu.
"Aku bilang kamu tidak pantas masuk kelas ini! Lebih baik lagi kalau kamu keluar saja dari kampus ini, wanita menjijikkan yang mempermalukan kampus ini, tidak pantas untuk mengeyam pendidikan di sini." Sunny memaki dan menghina Cia, tentu itu bukan yang pertama.
"Mau menjijikan atau memalukannya aku, kamu tidak berhak mengaturku! Sekarang minggir dari hadapanku!" Cia bicara dengan sedikit nada membentak.
"Kamu sudah melakukan hal yang menjijikkan tapi masih saja sombong! Apa kamu tidak membaca berita forum kampus? Kamu sudah menjadi selebritis dengan reputasi jelek di sana." Sunny mengejek Cia, terlihat senyum miring di wajahnya.
"Apa yang kalian lakukan di depan kelas?Kalian tahu kalau sudah menghalangi teman lainnya untuk masuk." Dean tiba-tiba muncul di sana.
"Dean." Raut wajah Sunny langsung berubah dalam satu detik.
"Ada apa?" tanya Dean seraya mendekat.
"Aku hanya ingin mencegah wanita menjijikan dan memalukan ini memasuki kelas kita, dia tidak pantas dan pasti akan mempermalukan kelas kita." Sunny bicara sedikit pelan ketika ada Dean.
Cia memutar bola mata malas, tak mengerti kenapa ada gadis bermuka dua seperti Sunny.
"Apa yang dia lakukan hingga bisa membuat kelas kita malu?" tanya Dean melirik Cia yang berdiri di sampingnya.
Sunny mengeluarkan ponsel dan memperlihatkan sesuatu kepada Dean. Cia sendiri hanya melihat keduanya, tanpa penasaran dengan apa yang sedang dilihat.
"Jadi seperti ini, semalam dia? Tapi apa berita ini benar? Apa semalam dia pulang larut karena ini?" Dean bertanya-tanya dalam hati.
"Bagaimana?" tanya Sunny penuh semangat, merasa sudah berhasil menghasut Dean.
"Ini--. Masalah ini kita serahkan saja pada pihak fakultas, kita tidak bisa memutuskan seseorang untuk dihukum atau tidak." Dean melirik Cia lagi, seakan masih merasa antara percaya atau tidak dengan yang dilihat.
"Dean, kamu membelanya?Jelas-jelas dia melakukan itu." Sunny masih bersikukuh dengan berita yang tersebar.
Cia tak tahu apa yang terjadi, tapi yang jelas tatapan Dean padanya membuat Cia merasa tak nyaman.
"Aku tidak membelanya, hanya saja kita tidak boleh menghakimi seseorang tanpa penjelasan yang pasti. Dari pada memikirkan itu, lebih baik kita masuk kelas saja." Dean menatap Cia sekilas, sebelum akhirnya masuk ke kelas.
Cia melihat Sunny menatap kesal padanya, sepertinya usaha Sunny menjatuhkan Cia tak berhasil. Cia sendiri jadi penasaran, apa sebenarnya yang membuat Sunny sampai bersikukuh ingin aku keluar dari kampus itu.
Jam mata kuliah pun di mulai, semua mahasiswa sudah masuk dan bersiap menerima pelajaran. Dosen pengajar memasuki kelas, tapi sebelum memulai pelajaran, pria paruh baya itu tampak menatap Cia.
"Velicia, kamu pergilah ke ruang Dekan, beliau memanggilmu," kata dosen pengajar.
"Baik." Cia langsung mengemas buku dan tas, sebelum kemudian keluar dari ruang kelas.
Saat berjalan keluar, Cia bisa melihat kalau mahasiswa lain menatap aneh padanya.
-
-
Cia sudah sampai di depan ruang Dekan, lantas mengetuk sebelum masuk ke ruangan itu.
"Pak will, apa saya boleh masuk?"
"Masuklah!" Suara Pak william—Dekan fakultas Cia, terdengar dari dalam.
Cia masuk ke dalam, melihat Dekan-nya itu sepertinya sedang menerima panggilan.
"Duduklah!" perintah Dekan Cia setelah mengakhiri panggilan yang baru saja dilakukan.
Cia langsung menarik kursi yang berada di depan meja Dekan, kemudian duduk dengan sopan di sana.
"Apa kamu ingin menjelaskan hal ini?" tanya Pak William seraya menyodorkan ponsel pada Cia.
Cia melihat ponsel itu, hingga kini tahu apa yang terjadi, mengapa semua orang menatap jijik padanya. Cia tersenyum miring, merasa anak-anak kampus itu berpikiran dangkal, mereka menilai seseorang dari sebuah foto tanpa tahu kebenaran foto itu sendiri, memvonis seseorang bersalah, hanya dari sudut pandang mereka semata.
"Harusnya Anda sudah tahu, lalu kenapa Anda masih bertanya padaku?" tanya Cia santai.
"Kamu ini--. Huh, Kenapa kamu jadi anak yang kurang ajar," gerutu Pak William.
"Oke, maaf Paman." Cia tertawa melihat Dekannya itu kesal, ternyata Pak William adalah adik dari ayahnya.
"Sekarang baru mau memangilku Paman, baru ingat kalau aku ini Pamanmu?" Pak Will terlihat kesal dengan sikap Cia.
"Maaf, Paman. Aku 'kan tidak bermaksud seperti itu," ujar Cia membela diri.
"Kamu ini, masalah di kampus sudah seperti ini tapi masih terlihat tenang. Berita ini tidak benar, dia adalah ayahmu, tapi kenapa kamu tidak membela dirimu sendiri?" tanya Pak William yang tak habis pikir dengan sikap tak acuh Cia.
"Buat apa membela diri Paman? Itu hanya akan semakin menunjukan betapa bersalahnya diriku, kalau mereka mau percaya maka mereka bisa percaya, kalau tidak percaya mereka bisa untuk tidak percaya. Lagipula itu lebih baik, setidaknya tidak akan ada yang mau mendekatiku," jawab Cia santai, tak ingin ambil pusing.
"Kamu masih mengingat kejadian itu, ya?" tanya Pak Will yang sebenarnya merasa kasihan dengan nasib Cia.
"Paman, jangan memasang wajah memelas untukku, aku sekarang hidup dengan tenang, jadi paman tak usah khawatir." Cia mencoba mengabaikan pertanyaan pamannya, sejujurnya dia malas membahas hal itu.
"Kamu bisa tenang-tenang saja, tapi aku? Gara-gara ayahmu, aku dikirim ke sini khusus untuk memperhatikan pendidikanmu, aku ini dekan di kampus terkenal, sekarang malah dikirim ke kampus kecil ini menyedihkan sekali nasibku," keluh Pak William yang sudah menyandarkan punggung.
Cia tertawa mendengar pamannya itu mengeluh, tak ada niat membuat sang paman terdampar di kampus itu, hanya saja ayah Cia yang overprotektif, membuat beberapa orang terkena imbas dari kesedihan Cia.
"Ya sudahlah, meski begitu aku juga sangat menyayangimu. Kalau tidak ada aku, lantas siapa yang akan mengurus masalahmu di kampus," ucap Pak William pada akhirnya.
"Baiklah, paman yang terbaik." Cia mengacungkan jempol untuk memuji kebaikan pamannya itu.
"Tapi untuk masalah ini, aku tidak bisa begitu saja melepasmu. Aku tetap harus memberimu hukuman,agar orang lain tidak curiga padamu, salah sendiri menutupi identitas aslimu."
Cia mengangguk, apa pun hukuman yang akan didapat maka akan dilakukan dengan baik. Dekan Cia hanya menskors agar Cia tak masuk selama satu minggu, pria itu juga masih harus melapor serta menjelaskan ke Rektor agar masalah itu tak membuat citra kampus menjadi buruk.
-
-
Cia berjalan santai keluar dari gedung Dekan, malah merasa sedikit lega sebab dia menganggap jika sedang diberi libur, bukankah baik karena setidaknya bisa sejenak beristirahat.
Cia sudah berada di belakang kemudi, melajukan mobil di jalanan, entah dia mau ke apartemen atau jalan-jalan, intinya dia mau menikmati hari. Hingga saat berkendara di dekat sebuah sekolah menengah pertama, Cia melihat beberapa siswi bergerombol, ternyata ada satu gadis yang sedang dikerumuni dan dibully beberapa gadis lainya. Cia langsung merapatkan mobil di bahu jalan, lantas keluar untuk menghampiri.
"Hei, kalian bocah! Apa yang sedang kalian lakukan?" Cia berteriak dengan keras.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Kustri
anak sultan emg ada² aja tabiatnya..
👍👍👍
2021-04-20
1
Shofiena Elsazi
santuyyyy bingit...
2020-11-12
0
💣👑 zeeeeennnniiii😂😂👑💣
Santuuyyyy...
2020-10-24
1