🕊Happy Reading 🕊
" Aku minta maaf," ucap Arham saat mereka hendak tidur, Arvitha menatap wajah suaminya heran, atas dasar apa agar suaminya itu minta maaf.
Arvitha tersenyum sembari mengelus pipi Arham, " Ar gak merasa,mas ada salah sama Ar," jawab Arvitha.
" Hem, gitu ya?,tapi aku tetap mau minta maaf," lanjut Arham lagi meraih tangan sang istri dan menaruh tangan Arvitha diatas dadanya,kemudian ia tersenyum pada istrinya.
" Kok aku merasa mas berubah ya, hem sejak pulang dari kampung Mbak Niar, mas sering bangat minta maaf sama aku.Kenapa mas?," tanya Arvitha sembari duduk disamping suaminya itu.
" Gak ada,orang aku biasa aja kok," ucap Arham sembari menelungkupkan dirinya dan segera mencium perut sang istri.
" Jangan bilang,mas dengar curhatan aku ke Aleea," tebak Arvitha bertanya sembari meraih dagu Arham agar Arham menatapnya.
Tak salah dugaan Arvitha, namun Arham tak ingin Arvitha merasa bersalah akan itu.Arham pun tiduran dipangkuan Arvitha dan meraih tangan Arvitha dan menaruhnya di atas dadanya.
" Emang gimana, curhatan kamu ke Aleea?,kepo dikit gak papa kan?," ucap Arham agresif seakan akan ia tidak tahu apa apa.
" Gimana?," tanya Arham kembali saat Arvitha tak kunjung menjawabnya.
" Gak ada sih, hehe,tidur mas, Ar udah ngantuk," ucap Arvitha,Arham pun segera bangkit dari pangkuan itu dan berbaring disamping Arvitha.
" Ar...," lirih Arham seraya memeluk Arvitha dari belakang.
***
" Emang gak papa ya mas, kalau kita lakuin itu?, maksud Ar, kandungan Ar kan masih muda gitu."tanya Arvitha saat mereka selesai melakukan olahraga malam.
" Mas kurang tahu, mas cuma nyalurin naluri aja," jawab jujur Arham, masih membelai rambut panjang Arvitha.
" Ish, mas memang ya, egois, mentingin diri sendiri doang," ucap Arvitha memanyunkan bibirnya,tapi Arham malah tersenyum.
"Tidur Vitha,besok kita temuin papa kamu kan?," ucap Arham saat Arvitha masih menatapi wajahnya yang sudah sedari tadi berusaha memejamkan matanya.
" Hah?,Vitha?," tanya Arvitha.
" Papa kamu manggilnya gitu," ucap Arham dan membawa Arvitha dalam dekapannya membuat Arvitha tersenyum.
****
" Saya terima nikah dan kawinnya, Arvitha Afandy dengan mahar dan mas kawin tersebut dibayar tunai," ucap Arham, saat ia melakukan ijab qabul kembali dihadapan ayah Arvitha.
" SAH,"ucap semua saksi dan termasuk Pak Fandy selaku wali dari Arvitha.
Ustad yang mereka undang pun membacakan doa dan acara selesai dengan pamitnya ustad dan para saksi.Arham pun menyalim tangan Pak Fandy yang kini sah sebagai mertuanya.
" Papa kapan pulang?," tanya Arvitha sembari duduk disamping sang ayah.
" Papa belum tahu, mungkin besok," jawab Pak Fandy meraih tangan putrinya." Vitha, sekarang kan kamu sudah jadi istri, kamu gak usah cemasin papa terus, pokus saja ke suami dan anak kamu nanti, papa gak papa kok,"
" Hem,iya.Tapi Ar juga gak bisa abaiin papa lah," Pada saat itu, tiba tiba pintu ruangan itu terbuka.
" Mama?, mama ngapain kesini?," tanya Arvitha sembari berdiri dari duduknya, ia ingin segera melabrak mamanya tapi Arham segera menghentikannya.
" Papa kamu yang undang mama kesini," ucap Shafa menjelaskan, yang membuat Arvitha bingung.Shafa segera menghampiri Fandy dan meletakkan buah yang ia bawa di atas nakas.
" Loh...ini gimana sih?, kalian tiba tiba bercerai di depan Arvitha, dan sekarang kalian tiba tiba juga berbaikan di depan Arvitha, kalian mau buat Arvitha stress gitu?," ucap Arvitha bertanya tanya pada dirinya sendiri atas apa yang terjadi.
" Rakha belum cerita sama kamu?," tanya Shafa pada putrinya itu.
" Gak ada, cerita apa?, hum,kenapa gak langsung mama yang ceritakan, ada apa ma, pa?" ucap Arvitha menatap keduanya bergantian.
" Hem,tunggu Rakha yang cerita aja, mama gak sanggup untuk menceritakannya, harusnya Aleea juga sudah tahu," ucap Shafa kemudian tersenyum dan menghampiri putrinya itu.
" Selamat atas pernikahan mu ya nak, dan selamat juga untuk kehadiran bayimu." ucap Shafa mengelus perut Arvitha yang membuat Arvitha tersenyum tapi ia juga bingung kenapa mamanya bisa tahu.
" Aleea sudah cerita semua sama mama," ucap Shafa kemudian tersenyum dan membuat Arvitha tersenyum geram.
" Tuh orang yah,benar benar," kesal Arvitha lirih tapi masih bisa didengar oleh ketiganya.
" Hem, kamu ini, jangan menyalahkan Aleea atas ulah kamu sendiri, lagian sekarang kalian udah nikah secara sah kan,mama gak akan mempermasalahkan itu lagi, iya kan Mas Fandy?," ucap Shafa dan bertanya pendapat Fandy mantan suaminya itu.
" Iya.Dan untuk selanjutnya, kalian berdua jaga pernikahan kalian, jangan menjadikan papa sebagai contoh agar pernikahan kalian berakhir sampai surga," ucap Fandy memberi peringatan.
" Baik,Om, tante, inshaallah, saya menjaga pernikahan saya dengan Arvitha," ucap Arham serius, memberi ikatan janji antara ia dan orangtua Arvitha.
" Mas...," lirih Arvitha mendelik tak percaya Arham akan berucap demikian, tapi Arham mengangguk dan tersenyum.
**
" Maksud mas apa,ngomong gitu di depan orangtua Arvitha mas?," tanya Arvitha saat mereka hendak pulang dari rumah sakit itu.
" Aku ngomong apa adanya Arvitha, tulus dari hati aku,bukankah aku sudah pernah bilang, aku mencintaimu," jawab Arham sembari membuka pintu mobil demi mengalihkan pembicaraan agar Arvitha tak lagi bertanya soal itu, tapi ia salah, Arvitha justru mencekal pergelangan tangannya.
" Lalu gimana dengan istrinya mas?, gimana dengan Mbak Niar mas?," tanya Arvitha membuat Arham menolehnya.
" Bisakah jangan tanyakan tentang Niar,intinya,aku cinta sama kamu dan pernikahan kita itu jujur dari isi hati aku," ucap Arham sembari melepaskan tangan Arvitha darinya pelan.
" Maksud mas, mas juga masih mencintai Mbak Niar?,mas mau poligami?, enggak mas.Aku gak mau,dan aku yakin Mbak Niar juga gak akan setuju,"ucap Arvitha menjauhkan pandangannya dari Arham.
" Dan cukup mas,aku gak mau lagi menjadi orang ketiga," ucap Arvitha,kemudian ia menyetop sebuah taxi dan pergi meninggalkan Arham disana.
" Arvitha...!," teriak Arham,sehingga membuat semua orang yang ada disana menatapnya.
****
Arvitha memeluk tubuhnya sendiri saat ia menangis pilu sembari menyandarkan kepalanya di tiang tangga rumah istananya.
" Semua laki laki sama aja,sama sama ngesalin,egois," ucap Arvitha dalam tangisnya.
" Gak papa, gak kamu, sama aja, kenapa kalian tega sama aku?," lanjutnya lirih kemudian meraih tisu menyeka air matanya.
" Aku pikir dengan berlagak bodoh, aku bisa mengubah keadaan, tapi nyatanya aku hanya semakin bodoh dan bertambah bodoh," ucap Arvitha lagi sembari menyeka kembali air matanya.
Dring dring
" Ish, ngagetin aja," rungut Arvitha kesal seraya meraih ponselnya dari dalam tasnya.
" Kenapa?," tanya Arvitha sembari berdiri dari duduknya dan duduk di sofa.
" Kamu dimana?, aku khawatir sama kamu?," tanya Arham di sebrang sana.
" Dimana aja,gak perlu juga mas tahu,mas gak usah khawatirin aku,aku kan bukan siapa siapa," ucap Arvitha seraya mengusap wajahnya.
" Arvitha...jangan mulailah,kamu dimana?," tanya Arham kini memijit pelipis nya.
" Hem,mas gak tahu apa apa tentang aku,mas siapa?berani bilang cinta sama aku hum?,mas hanya orang baru dalam kehidupan Arvitha,peduli apa mas sama aku hem, pedulikan saja istri mu itu Mas Arham,eh salah,Tuan Arham hem...," ucap Arvitha,kemudian menutup panggilan telepon tersebut.
" Arvitha...," ucap Arham, ia bingung harus mencari Arvitha kemana, benar kata Arvitha ia tidak tahu apa apa tentang Arvitha, bahkan rumahnya saja Arham tidak tahu.
" Hem,mengandung anak majijan sendiri,sungguh bodoh kamu Arvitha,padahal kamu punya segalanya,hanya saja kamu merasa dikendalikan bukan?, hem Arvitha,Arvitha...biasanya orang lain malam pertama di hotel mewah, menikmati suasana berduaan,tapi kamu malah berakhir menjadi orang ketiga di rumah tangga orang,dasar Arvitha bodoh," ucap Arvitha mengumpati dirinya sendiri seraya membaringkan tubuhnya di sofa itu.
***
" Mas dimana sih mas?,jam berapa ini, mas belum pulang?," tanya Niar kesal saat panggilan telepon tersebut tersambung.
" Maafin aku Ni,aku kayaknya kesasar ini, dan sekarang aku kehabisan bensin." jawab Arham sembari menatapi sekeliling nya.
" Ya allah mas,lokasi mas dimana,biar aku kesana," ucap Niar namun belum sempat Arham menjawab, panggilan telepon tersebut terputus begitu saja.
" Ahk, sial, pake mati lagi," ucap Arham kesal kemudian melemparkan ponselnya ke jok belakang.Kemudian ia menokokkan kepalanya ke setir mobilnya.
Kemudian dengan pasrah,ia pun keluar dari mobilnya berharap nasib baik akan bersamanya.Di tengah perkampungan itu, Arham melihat satu buah rumah mewah bak istana dan anehnya pintu rumah itu terbuka, tanpa pikir panjang Arham pun segera memasukinya.
" Mungkin aku akan aman disini," ucap Arham lirih,kemudian ia menutup pintu rumah itu, kemudian ia pun membaringkan tubuhnya di sofa.
****
" Ahkmmm...," Arvitha terbangun sembari meregangkan otot tangannya.Kemudian ia menoleh kearah jendelanya yang masih terbuka.
" Udah pagi,Mas Arham masih cariin aku gak ya?," ucap Arvitha seraya menopang dagunya dengan tangannya.
" Aaaa....," pekik Arham berteriak saat ia menyadari dirinya berada dirumah kosong yang terlihat angker.
" Itu suara siapa?," tanya Arvitha mengernyitkan kening nya, kemudian ia pun mengambil sapu yang ada dikamarnya dan segera turun dengan cepat,ia pun memukuli Arham yang tengah mengucung dirinya dengan kain penutup shofa,dengan sapu yang ia bawa.
" Mau maling kamu ya," geram Arvitha seraya membuka kain yang menutupi tubuh Arham dan...
" Mas Arham?," pekik Arvitha tak percaya, begitu juga Arham yang kini menoleh padanya.
" Duh, sori, sori, aku gak tahu," ucap Arvitha segera mengambil kotak obat dari dalam lemari dan segera mengobati luka Arham.
" Stt...kalau tahu tadi,gak bakal gini deh,lagian mas ngapain sih, ngikutin Arvitha kesini, kan babak belur jadinya," ucap Arvitha kesal tapi masih terus mengobati luka Arham.Sedang Arham hanya bisa diam membisu, ia sekarang yakin ia benar benar sudah mencintai Arvitha, bahkan dalam kebingungannya Allah masih menuntunnya agar pergi kearah dimana ada Arvitha, padahal ia sama sekali tidak pernah tahu tentang alamat Arvitha.
" Aku gak ngikutin kamu,"
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments