...🌹Happy Reading 🌹...
Arham nampak kesal melihat Arvitha yang senyum senyum sendiri sejak tadi terlebih Arvitha selalu memegangi kalung yang ia pakai.
Setiba dirumah Arham langsung masuk kerumah tanpa menunggu Arvitha, ia juga langsung kekamarnya tanpa mengucap sepatah katapun pada Arvitha.
Arvitha hanya bisa diam menghela nafasnya panjang kemudian ia pun pergi kekamar mandi, keluar dari kamar mandi lagi dan lagi ia dikejutkan dengan kehadiran Arham dikamarnya.
" Kamu mencintainya?," tanya Arham menatap serius pada Arvitha.
Arvitha tak bisa menjawab pertanyaan itu, baginya jikapun ia jawab tidak ada untung ruginya juga pada Arham.
" Jawab Arvitha. "
" Gak penting kan mas, masalahnya sekarang aku dan kamu itu berbeda jauh mas, dan kita punya kehidupan masing masing, mas punya Mbak Niar yang sudah lama menjadi istrinya mas begitu juga dengan Ar, Ar punya Mas Rakha yang sudah sejak kecil menjadi teman bagi Ar, jadi tolong mas jangan membuat Arvitha baper atau menanyakan perasaan Arvitha pada Mas Arham.Hargai kemauan Arvitha sekali ini aja maaf mas...," ucap Arvitha menjawabnya.
" Arvitha, aku suka sama kamu, aku cinta sama kamu,"
" Dengan Mbak Niar disisi mas, enggak mas...jangan mengkhianati Mbak Niar."
" Tapi Ar...kamu juga punya perasaan yang sama kan? aku tidak tahu sejak kapan yang pasti aku menncintai kamu.Aku hanya...,"
" Pelampiasan, iyakan? Arvitha cuma pelampiasan has rat mas, mas menjadikan Arvitha sebagai budak mas yang bisa mas minta kapan saja, Arvitha tahu masalah mas sama Mbak Niar dan hal itulah yang membuat mas jengah dengan Mbak Niar sehingga mas jadikan Arvitha sebagai alat pelampiasan." tak terasa air matanya kini sudah membanjiri pipinya.
" Gak seperti yang kamu ucapkan Ar, perasaan aku benar adanya dari hati," ucap Arham menegaskan kemudian memeluk Arvitha.
" Bohong mas! mas pembohong! Arvitha hanyalah pelampiasan sesaat sedang dihati kamu hanya ada cinta untuk Mbak Niar, aku gak percaya dengan kesetiaan mas, siapa saja bisa berucap aku sayang kamu, aku cinta kamu tapi nyatanya dihatinya ada cinta lain," ucap Arvitha lirih seraya melepaskan tangan Arham darinya.
" Tinggalkan Arvitha mas..." lanjutnya mempersilahkan Arham keluar dari kamar nya.Dengan pasrah akhirnya Arham pun menuruti permintaan Arvitha.
" Mama juga dulu bilangnya gitu, setia sama papa nyatanya mama mendua begitu hal nya dengan kamu dan Mbak Niar mas, kalian kurang komunikasi dalam rumah tangga sampai kamu menjadikan Arvitha sebagai pelampiasan sedang Mbak Niar juga mencari titik kesenangannya bersama teman temannya." lirih Arvitha pelan.
****
Niar memberikan secangkir kopi pada Arham, tak seperti biasa Arham mencurigainya, kali ini tanpa banyak bertanya Arham langsung meminum kopi tersebut.
" Enakkan? itu bisa buat kamu makin kuat nantinya,"
" Uhuk uhuk...,maksud kamu?,"
" Arvitha kan baru selesai haid, katanya ini masa subur mas eh aku tahu dari google sih benar atau enggaknya gak tahu deh, mas coba aja sendiri."
Mendengar hal itu, Arham semakin terbatuk batuk mana udah habis dia minum lagi baru Niar katakan ada sesuatunya di kopi itu, ia pun segera ke kamar mandi mencoba memuntahkan yang sudah ia minum.Pengen rasanya Arham memuntahkan isi perutnya semua tapi ia sudah mencoba belum juga mau muntah.
" Mas apa apaan sih, jangan dimuntahin...aku belinya mahal loh." kesal Niar melihat Arham yang terus berusaha memuntahkan yang telah ia minum.
" Kamu gi la ya, sebenarnya buat apa sih kamu beli obat itu, mau pakainya juga enggak," kesal Arham kemudian pergi dari kamar mandi itu.
Arham nampak mulai keringatan, has rat yang seharusnya disalurkan ia coba tahankan, kepalanya juga sudah mulai terasa pusing.
" Mas temui Arvitha, mas udah keringatan tuh," ucap Niar kemudian mengelap keringat Arham.
" Kenapa harus Arvitha?, kenapa bukan kamu?," kesal Arham menepiskan tangan Niar dari wajahnya.
" Gak mungkin Arvitha nya ku panggil kesini kan?" lanjut Niar semakin membuat Arham geram terhadap Niar.Ia kemudian menarik pinggang Niar dan menin dihnya, ia juga mengunci pergerakan Niar.
" Apa sih mas, lepasin."
Arham tak memperdulikannya, ia melepaskan pakaian Niar dengan kasar dan begitu juga pakaiannya.
" Mas lepas ish..."
Arham benar benar dibuat kesal dengan tingkah Niar ini, akhirnya ia pun melakukannya dengan kasar juga ia tidak peduli Niar sakit atau tidak, yang ia tahu ia kesal dengan Niar yang seakan akan bukan istrinya.
***
Hilang sudah harapan Niar yang ingin menjadikan malam tadi untuk malam special buat Arham dan Arvitha.Harapannya yang ingin segera punya bayi telah sirna seketika.
Niar menghela napasnya panjang saat Arham memeluknya dengan erat,
" Mas," panggil Niar namun tak kunjung dapat jawaban dari Arham.
" Mas masih tidur?," tanya Niar kembali.
" Apa?," singkat Arham dengan suara serak.Ia bahkan enggan membuka matanya.
" Mas benaran marah sama aku?,"
" Gak usah nanya nanya, aku lagi benci sama kamu." jawabnya singkat kemudian melepaskan pelukannya.
" Tiap hari kamu menyuguhkan aku dengan obat aneh itu, kenapa gak sekalian sianida kamu kasih biar sekalian death gitu."
" Mas kok ngomong gitu sih?,aku kan cuma bantuin mas agar mas bisa sama Arvitha."
" Hmm terus?,"
" Ya terus apa? nanti kita bisa punta baby iya kan?,"
" Egois, kamu bahkan tidak pernah menanyakan perasaan aku gimana? Aku bersumpah Niar, aku sudah mencintai Arvitha!"
Shok, tentu daja Niar sangat shok sekarang.
" Tapi mas,"
" Aku sudah bilang sebelumnya, aku tidak bisa menjaga perasaanku, jangan salahkan Arvitha dia hanya korban dari keegoisanmu." ucap Arham kemudian ia berdiri dan segera pergi kekamar mandi.
****
" Assalamualaikum..."
" Walaikumsalam," jawab Niar seraya membuka pintu.
Rupanya ia sedang mendapat tamu seorang gadis temannya Arvitha yang bernama Aleea.Niar pun mempersilahkan Aleea masuk.
Hingga terjadi bincang bincang kecil diantara keduanya.
***
" Dok, berapa persen kesembuhan untuk papa saya?," ucap Arvitha bertanya menatap dokter yang sedang merawat papanya.
" Maaf Arvitha, kami tidak bisa memberikan kepastiannya yang pasti kita harus banyak banyak berdoa ya, semoga Pak Fandy bisa melawan sakitnya."
Tak terasa Arvitha sudah menangis mencium tangan papanya.
" Jangan tinggalin Ar sendiri pa, Ar belum siap, Ar gak akan bisa tanpa papa..," lirih Arvitha terus menciumi tangan papanya.
***
Di perjalanan pulang, Arham tiba tiba melihat Arvitha sedang berjalan ditrotoar dengan wajah sedih, nampak jelas jika Arvitha baru saja selesai menangis.Tanpa berlama lama Arham pun segera turun dari mobilnya dan ia menarik tangan Arvitha.
" Arvitha, kamu kenapa nangis?," ucap Arham bertanya namun belum sempat Arvitha menjawabnya Rakha juga tiba tiba muncul disana.
" Arvitha, ada apa?,apa yang Anda lakukan?," tanya Rakha menatap nanar Arham.
" Mas, bukan Mas Arham hanya saja Ar tadi dari rumah sakit," ucap Arvitha menjelaskan kesalah fahaman itu.
" Ya udah kita pulang,"
" Aku aja yang antar, Mas boleh pulang saja," jawab Rakha melepaskan tangan Arham dari Arvitha.
" Aku sama Mas Arham aja mas," jawab Arvitha yang sebenarnya sangat menyakitkan bagi Rakha. Tapi ia hanya bisa mengiyakan saja.
***
Arvitha mengucapkan salam sebelum masuk kedalam rumah yang segera dibalas oleh Niar dan membuka pintu.
" Loh...Ar, mas? kok kalian bisa barengan?,"
" Ketemu dijalan tadi Mbak,"
" Baby...!," ucap Aleea menyambut riang Arvitha, Arvitha pun segera berlari memeluk sahabatnya itu.Rasa haru terasa disana yang membuat Arham menanyai siapakah gerangan perempuan itu, karena memang gak tahu Niar pun hanya mengendikkan bahunya.
" Kabar?,"
" Seperti yang lu lihat," ucap Arvitha seraya tersenyum.
" Papa gua masih sakit, tadi habis jenguk juga," lanjut Arvitha dengan wajah sendu Aleea yang mengerti kembali memeluk sahabatnya itu.
" Jangan sedih gitu dong, gua kan baru nongol nih masa lu sambut gua dengan air ingus sih, kan gak lucu," ucap Aleea yang malah membuat Arvitha terkekeh.
" Dasar turunan somplak,"
" Tapi manjur kan, buktinya lu ketawa," ucap Aleea lagi seraya memeluk Arvitha.
" Beb, hiks hiks...," belum sempat Arvitha melanjutkan ucapannya ia sudah menangis dulu.
" Hem cup cup adek bayi, adek Arvitha cengeng bet dah, dikit dikit nangis kek bayi umur sebulan," ucap Aleea mengelus elus rambut Arvitha.
Arham yang melihat itu justru merasa iba.
" Arvitha, kamu gak papa?," Arvitha tak menjawab ia hanya menggeleng kan kepalanya.
" Biasa ini mas, lagi mewek dia kayaknya banyak bangat yang mau dia omongin sama aku," jawab Aleea santai, sedangkan Arham sudah risau dengan tangisan Arvitha.
" Eem.Iya pen curhat." ucap Arvitha dalam tangisannya.
" Tuh kan benar gua bilang, baru juga ditinggal sebulan udah mewek aja beb,"
" Sebulan darimane, setahun...," rungut Arvitha kesal masih dengan tangisannya.
" Gak nyampe setahun, cuma delapan bulan, ada apa? kenapa?"
" Biar gua tenang dulu ngapa sih...,"
" Eh iya iya, " Aleea terus mengusap rambut Arvitha lembut.
" Arvitha, yakin gak papa?," kali ini Niar yang bertanya, ia khawatir juga kalau sudah melihat Arvitha menangis terus menerus seperti ini.Arvitha menjawab nya dengan anggukan.
" Mau berapa jam lagi beb?,"
" Apanya?,"
" Nangisnya lah,"
Arvitha memanyunkan bibirnya kesal kemudian ia pun mencubit lengan Aleea.
" Woi kdrt!!"
Arham dan Niar hanya bisa melongo dengan tingkah kedua sahabat ini.
" Aku tuh udah lama kabur dari rumah, dan lu tahu kemaren mama masih sempat sempatnya bilang kangen sama aku, ya gak mungkinlah aku percaya iya kan?,"
" Mau kekamar aja?, tanya Aleea yang segera diiyakan oleh Arvitha.
" Kamar lu yang mana dah?," tanya Aleea yang segera melangkah dari sana.
" Ish gak sopan, Mas, Mbak aku ke kamar dulu yah,"
" Rumah nih gede juga Ar, gua boleh jadi pembantu disini juga gak?,"
" Kalau lu kerja disini, lah gua dikemanain?," tanya Arvitha segera menyusul Aleea.
Sedangkan Arham dan Niar menyusul belakangan dan mereka menaiki anak tangga menuju kamarnya.
" Putuskan gua sama Mas Rakha beb." pinta Arvitha.
Bersambung
Jangan lupa like dan komen nya juga votenya ya gys.
Masukkan ke faforit biar gak ketinggalan cerita nya. Makasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments