...🕊Happy Reading🕊...
"Huek huek...,mas kok bau bangat sih," rungut Arvitha kesal sembari mengelus elus perutnya saat Arham ingin mencium pipinya.
" Bau apanya, orang baru lagi siap mandi kok, gak nampak rambutku aja masih basah, baju aja belum terpasang," jawab Arham kesal disebut bau sama Arvitha.
Arvitha terus menutup hidungnya dan berdiri dari duduknya segera menarik tangan Arham dan menyuruhnya keluar kamarnya.
" Arvitha...!," ucap Arham saat Arvitha menutup pintu kamar itu.
" Kenapa mas?," tanya Niar yang baru saja menuruni anak tangga.
" Gak tahu, Arvitha aneh, orang baru siap mandi juga,dibilang bau sama dia,emang ada ya?," tanya Arham yang otomatis membuat Niar mengendus lalu kemudian menggeleng kan kepalanya.
" Mas pakai baju aja dulu sana," suruh Niar yang segera diiyakan oleh Arham.Neberapa menit kemudian Arham turun lagi dengan setelan santai dan celana jeans pendek yang ia kenakan.
" Mas gak kerja hari ini?," tanya Niar menghampiri Arham yang baru menuruni anak tangga.
" Enggak, mas mau dirumah aja sehari ni,libur," ucap Arham kemudian tertawa kecil." Tanggal merah sayang," lanjutnya kemudian merapikan anak rambut Niar kebelakang telinga Niar.Kemudian Arham duduk di kursi meja makan." Hari senin mas baru masuk, tanggung soalnya," lanjutnya lagi.
" Oh gitu, bagus dong, itu artinya mas ada waktu untuk aku," jawab Niar seraya menghampiri Arham dan segera bergelayut manja di lengan sang suami dan Arham segera mengelus rambut istrinya itu.
" Emang aku gak pernah ada waktu buat kamu ya?," tanya Arham yang membuat Niar mengangguk.
" Em, oke untuk empat hari kedepan aku punya waktu banyak untuk kamu, jadi mau pulang kampungnya? mas sudah siap," ucap Arham dan menyematkan pertanyaan diujung ucapannya.
" Boleh, aku senang bangat kalau mas mau ikut pulang sama aku," ucap Niar bersemangat.
" Terus Arvitha gimana?," ucap Niar nampak murung, begitu sadar dengan Arvitha yang kini jadi bagian dari keluarga kecil mereka.
" Ikut sekalianlah, gak mungkin kita tinghal kan?," tanya Arham yang hanya diangguki oleh Niar.
****
Siang harinya, mereka langsung bersiap otw ke kampung halaman Niar." Ini hak ada yang ketinggalan lagi?," tanya Arham menatap kedua wanita cantik dihadapannya yang tak lain adalah kedua istrinya.
Arvitha dan Niar pun tersenyum dan mengangguk iya bersamaan.Kemudian mereka berdua masuk kedalam mobil.
" Kampungnya gak jauh bangat kan Mbak?," tanya Arvitha seraya membaringkan tubuhnya di bamper mobil itu.Ia bahkan membawa selimut dan bonekanya juga.
" Enggak kok Ar, tenang aja," ucap Niar menoleh kebelakang menghadap Arvitha.
Selama perjalanan; Arvitha kadang begitu semangat melihat pemandangan, tapi kadang ia juga terlihat murung karena bosan di perjalanan panjang ini, Sementara Niar dan Arham hanya terus mencoba memahami setiap ocehan-ocehan dari Arvitha.
Sore harinya, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan, mereka berhenti di depan sebuah rumah panggung yang masih terlihat bagus meski itu adalah sebuah rumah tua yang tinggal.
" Nah, disini rumahnya, ini rumah dimana aku dilahirkan dan dibesarkan, tapi sekarang rumah ini terlihat kumuh dan rusak karena sudah tidak ditempati lagi, ayok masuk, udah mau magrib juga gak baik orang hamil diluar rumah," ucap Niar panjang lebar sembari membawa Arvitha masuk kedalam rumahnya.
Sedangkan Arham harus mengeluarkan koper- koper mereka terlebih dulu barulah ia dapat bergabung dengan kedua istrinya.
Arham nampak membawakan kopi dan cemilannya saat menghampiri kedua istrinya yang masih mengobrol di teras rumah malam ini.
" Disini cuavanya dingin ya Mbak, masih asri bangat...hem gak sabar berpetualang besok," ucap Arvitha seraya berdiri dan menghirup udara malam itu pelan pelan.
Tiba-tiba saja,Arham memasangkannya jaket di punggungnya, " Cuacanya dingin, gak baik buat kamu yang lagi hamil," ucap Arham sengaja menyematkan kata hamil agar Niar tak merasa cemburu.
" Ya, makasih," jawab Arvitha, kemudian kembali menatapi sekeliling.Suara azand isya pun mulai terdengar sayup- sayup ditelinga.
" Udah isya tuh, sholat yok," ajak Niar pada keduanya dan mereka pun segera masuk kedalam rumah dan akan segera melaksanakan sholat isya.
****
" Belum tidur?," tanya Arham yang baru saja membuka pintu kamar Arvitha , Arvitha hanya berdehem sebagai jawabannya, Arham pun segera memeluk tubuh mungil istrinya itu dari belakang.
" Liatin apa sih di luar?," tanya Arham bergelayut manja di pundak sang istri.
" Katanya cinta pertama seorang gadis itu adalah ayahnya kan mas,hem...kalau aku lihat bulan purnama,aku seakan kembali ke masa kecilku,dimana aku tidak pernah mengenal luka, yang ku tahu hanya bermanja manja pada papa, aku kangen semua itu." ucap Arvitha masih menatap bulan purnama diluaran sana.
" Mas, janji sama aku, kalau nanti anak kita seorang gadis, tolong jangan pernah lepas pandangan dari dia, jaga dan bimbing dia ke jalan yang benar." ucap Arvitha seraya mengusap pipi Arham.
" Anak kita belum tentu cewek juga, gimana kalau cowok?," ucap Arham masih enggan melepaskan pelukan nya.
" Itu kan umpama mas, kalau misalkan anak kita perempuan, dan kalaupun nanti laki laki, mas harus tegas sama dia, dan mas gak boleh lengah sedikitpun." ucap Arvitha kini melepaskan tangan Arham darinya dan melangkah ke arah tempat tidur.
" Hem, soalnya mas,saat bayi ini lahir, Arvitha bukanlah siapa- siapa lagi, Arvitha hanya orang asing yang tidak pernah ada sangkut- pautnya dengan kehidupan kalian," ucap Arvitha lirih sendu,
" Aku gak suka kamu ngomong seperti itu Ar, bagiku kamu tetaplah istriku mau itu sekarang ataupun nanti setelah bayi kita lahir." ucap Arham sembari menghampiri Arvitha dan segera membawa Arvitha dalam dekapannya.
" Itu kamu yang bilang mas,bagaimana dengan perjanjian kita?, bagaimana dengan Mbak Niar?," tanya Arvitha kini sudah menangis, Arham melepaskan pelukannya dan menyeka air mata Arvitha dengan jempolnya." Akan ada cara lain, tanpa menyakiti siapapun Ar," jawab Arham dan kembali memeluk sang istri.
***
Arham segera menutup tubuh Arvitha dengan jaketnya saat mereka tengah berkeliling di desa itu." Sadar gak,tubuh kamu sudah menjadi tontonan bagi mereka, mereka menatapi kamu terus karena berpakaian terbuka seperti ini," omel Arham pada Arvitha yang memang hanya memakai singlet dan celana pendek saja.Arvitha memanyunkan bibirnya kesal, tapi tak ayal ia juga segera memakai jaket sang suami.
***
" Ahkmmm...," Niar masih menguap saat ia baru saja membuka matanya, perlahan ia pun duduk dan meregangkan otot- otot tangannya.Matahari yang sudah masuk kedalam kamarnya membuatnya sedikit tersenyum.Ia pun akhirnya bangkit dari duduknya dan pergi mencuci mukanya dan menyikat giginya, setelahnya, ia pergi ke ruang tengah mencari keberadaan sang suami dan Arvitha, namun ia tidak menemukan keduanya bahkan dikamarnya pun.
" Hem, kemana mereka berdua?," tanya Niar nampak berpikir, kemudian ia pun keluar dari rumahnya mencari keberadaan keduanya.
**
" Mas, kalau prewed keknya disini bagus bangat tempatnya," ucap Arvitha menghirup udara pagi itu dalam - dal
m.
" Mana ada orang yang mau prewed di tengah saeah Arvitha,?" sela Arham kemudian membuat Arvitha nyengir kuda menampilkan deretan gigi putihnya.
" Ya, kali aja ada," rungut Arvitha lagi sembari berjalan menyusuri persawahan itu dan diikuti oleh Arham dibelakang bak pengawal yang siap membantu kapan saja.
**
" Eh Neng Niar, apa kabarnya?," tanya seorang bapak saat melihat Niar, Niar pun tersenyum padanya.
" Alhamdulillah pak, kabar baik saya mah..," jawab Niar seraya menyalam tangan sang bapak.
" Lama Neng ndak kelihatan,Neng baik-baik saja kan?,"
" Alhamdulillah pak, saya selalu baik kok, cuman saya dan suami terlalu sibuk jadi gak bisa deh sering pulang," ucap Niar memberi penjelasan yang diangguki mengerti oleh bapak itu.
" Ya udah, mari pak...," ucap Niar saat ia ijin pamit pada sang bapak.Bapak otu pun membalasnya dengan senyuman dan anggukan kepala.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments