Bagi Ais Azam adalah masa lalu yang takkan pernah bisa untuk menjadi masa depannya lagi. Semua harapan dan impiannya pupus sudah. Tak lagi sebuah kesempatan untuk memperbaiki hubungan mereka yang telah kandas, karena saat ini Azam telah berat sebagai suami orang.
Meskipun tidak mudah, tetapi Ais mencoba untuk menguatkan dirinya sendiri, karena Ais sendiri memilih mundur karena tidak mau untuk diduakan.
"Maaf, Mas. Aku tetap tidak bisa. Hubungan kita telah usai. Tolong hargai Iza sebagai istrimu. Lupakan aku, dan tatalah masa depanmu bersama dengan Iza. Disini Aku akan terus mendoakan kebaikan untuk kalian. Cepat berikan apa yang diinginkan oleh Mama Maya agar Iza tidak diperlakukan seperti aku. Cukup Iza yang terakhir untukmu, Mas. Jangan ada Iza selanjutnya. Tolong setelah ini jadilah suami yang tegas. Aku tahu niat kamu baik, ingin berbakti kepada seorang ibu tetapi tidak dengan cara mengorbankan rumah. Jadikanlah pelajaran apa yang telah terjadi dengan rumah tangga kita. Terima kasih selama 1 tahun ini kamu menghujaniku dengan cinta dan kasih sayang. Mas, hubungan kita telah berakhir, tolong jangan ganggu hidupku lagi."
Sebisa mungkin Ais menahan matanya yang sejak tadi telah berkaca-kaca. Dia tidak ingin memperlihatkan pada Azam jika dia lemah. Dan tanpa sepatah kata lagi Ais langsung meninggalkan tempat itu dengan rasa perih di dalam dada. Mengapa baru sekarang Azam datang untuk menemuinya. Kemana dirinya saat itu. Saat sedang Ais benar-benar tak berdaya dengan pilihan yang diberikan oleh mama mertuanya.
Kenapa Mas ... kenapa baru saat ini kamu datang kepadaku? Semua sudah terlambat Mas. Kamu sudah bukan milikku lagi, tetapi mengapa kamu masih mengusik hidupku? Jalan kita telah berbeda, Mas. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah bisa kembali kepadamu, karena bagiku kamu hanya bagian dari masa laluku yang tidak akan pernah bisa untuk menjadi masa depan.
Ais menyeka jejak air matanya yang mengalir begitu saja. Dia menumpahkan isak tangisnya di dalam mobil taksi. Tak peduli lagi bagaimana sang driver meliriknya dari kaca spion. Karena sesampainya di rumah dia tidak bisa leluasa untuk mengeluarkan tangisnya.
"Mbak, apakah kamu baik-baik saja?" tanya sopir saat isak tangis Ais tak kunjung mereda.
"Saya baik-baik aja, Pak. Tolong mutar sekali lagi karena saya belum siap untuk pulang ke rumah," titah Ais.
Sebagai seorang sopir pasti akan menuruti apa yang dikatakan oleh penumpangnya. Maka mobil pun memutar lagi, padahal posisinya sudah hampir sampai ke tempat tujuan.
"Baik, Mbak."
...***...
Iza merasa jika kepindahan suaminya bukan murni dari pihak kampus, karena Iza baru saja membaca surat permohonan dari Azam ke pihak kampus. Namun, Iza tidak bisa berbuat apa-apa, karena dia sadar jika pernikahan adalah sebuah kesalahan terbesar untuknya.
"Apakah mas Azam pindah kesini karena ingin mengejar Ais? Jika benar seperti itu, mengapa saat itu mas Azam mau menikahiku?" Iza membuang napas kasarnya.
Tak berselang lama, terdengar suara ketukan pintu tanpa ada suara salam. Iza yang berada di rumah sendirian merasa was-was dengan pelaku yang mengetuk pintunya.
Namun, karena inti terus diketuk membuat Iza bukan diri untuk kearah pintu. Karena merasa penasaran, Iza mengintip dari balik jendela. Dan saat dilihatnya ternyata itu adalah Azam, suaminya.
"Astaghfirullahaladzim ... ternyata mas Azam," gumam Iza yang kemudian bergegas untuk membuka pintunya.
Saat pintu telah dibuka, bukannya mengucapkan kata salam Azam malah nyelonong masuk begitu saja.
"Kemana aja sih kamu, Za? Masak ketukan pintu keras aja gak denger!"
"Maaf, Mas. Aku dikit itu bukan kamu soalnya kamu enggak ngucapin salam. Aku takut itu orang jahat," jelas Iza.
Azam yang terlihat lesu memilih untuk langsung menuju kamar tanpa ingin membalas penjelasan dari Iza lagi. Saat ini Azam baru merasakan bagaimana sakitnya kehilangan orang yang sangat dicintainya, hanya karena kebodohannya.
Iza hanya menghela napas panjangnya. Namun, saat dia ingin menutup pintu, tiba-tiba terdengar suara salam dari depan pagar. iza yang mendengar pun langsung menjawab salamnya.
"Walaikumsalam. Ada apa?" tanya Iza yang ini telah menghampiri dua pemuda yang berada di depan pagar.
"Ini, Mbak. Ada undangan dari masjid untuk pengajian rutin bulanan." Dua pemuda itu langsung menyerahkan selembar kertas undangan kepada Iza.
"Oh, iya. Terima kasih ya. Insyaallah saya dan suami akan hadir," ucap Iza dengan ramah.
"Kalau begitu kami permisi ya, Mbak. Assalamualaikum."
"Walaikumsalam."
Iza pun segera membuka selembar kertas undangan yang dikatakan dari masjid. Sebagai warga baru, Iza juga harus mampu bersosialisasi dengan warga sekitar.
"Ustadz M. Hanafi," gumam Iza. Bibirnya pun tersenyum tipis. "Kok bisa ya sama kayak nama Hanaf." Iza tertawa pelan seraya masuk kedalam rumah.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Micke Rouli Tua Sitompul
Hanafi pacar iza
2024-03-19
0
maulana ya_manna
kan... kan... kan...... penyeslan selalu datang belakangan....🤔🤔🤔
2023-12-13
1
ipit
hmmmmm sepertinya cinta lama bersemi kembali nih sama iza..... 🤔
kalau memang Ais d persatukan lagi sama Azam smoga aja tu belut sawah lebih keras lagi memperjuangkan hubunganya.......
2023-05-17
1