Bab 4 Aku, Sekar Ayu Gumiwang

Hari ini, Bapak pulang dari rumah sakit. Aku membersihkan rumah mertua. Ku rapikan seluruh ruangan. Aku pun sudah menanak nasi, beberapa sayur bening untuk Bapak juga tahu bacem kesukaan Ibu. Setelah selesai dengan beberes, aku pun duduk di ruang tamu. Tempat biasa kami jadikan untuk mengobrol. Terlihat satu bingkai foto yang terpajang di dinding rumah tersebut. Tampak pigura itu cukup usang, foto dimana ketika Mas Guntur sedang syukuran khitanan. Tampak Yani, Yadi dan kedua mertuaku di sisinya. Namun satu sosok yang membuat aku selalu tersudutkan ya itu Arum. Gadis kecil dengan rambut di kepang dua duduk di sisi kanan kursi Mas Guntur, ia duduk di bagian tangan kursi. Senyum manis anak itu menambah paras cantik wajahnya, belum lagi kulit yang putih.

Gadis itu berusia sama dengan Mas Guntur. Bisa dibilang, Bapak dan orang tua Arum dulu sempat mengatakan jika mereka akan menjodohkan mas Guntur dengan Arum. Akan tetapi, mas Guntur justru di carikan jodoh oleh Gus Ali saat ia meminta doa restu untuk menikah. Serta pertimbangan menerima Arum walau tanpa cinta. Ternyata Gus Ali ingin salah satu santrinya menjadi menantu dari Gus Furqon. Salah satu yang biasa dilakukan untuk merekatkan hubungan. Sehingga saat itu Gus Ali menjodohkan santri ndalem Kali Bening yang kebetulan pilihan Umi Siti jatuh pada diriku. Maka ketika mas Guntur manut, ia memilih aku untuk di nikahi, hal itu cukup membuat kedua orang tuanya yang di Sumatera kaget. Mas Guntur tak tahu perihal perjodohannya dengan Arum.

Lalu berujung hingga sekarang. Ku tatap foto tersebut. Seorang gadis dengan rambut di kepang mengenakan baju berwarna merah. Ia memiliki mata yang bundar serta alis yang cukup hitam dan lebat, bulu matanya terlihat lentik.

"Apakah aku yang menjadi penghalang dari hubungan kalian?" Ucap ku.

Sebenarnya aku penasaran dengan sosok Arum yang tinggal di desa sebelah. Apakah ia memiliki rasa yang terpendam dengan Mas Guntur. Karena kabar ku dengar, ia masih melajang diusianya yang telah lebih dari 30 tahun. Dengan status guru PNS. Namun kabar lain ku dengar ia terlalu pemilih dalam urusan jodoh. Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan rumah. Aku pun tergopoh-gopoh berlari ke arah depan. Aku berdiri di pintu depan mobil. Ku bantu bapak untuk turun dari mobil. Mas Guntur yang lebih dulu turun juga membantu Bapak.

Tiba di dalam kamar, Bapak membuang wajahnya ketika aku memandang beliau. Uluran tangan ku bahkan tak diterima oleh Bapak. Bahkan pertanyaan ku ingin minum air hangat saja atau teh pahit, tak ada jawaban. Mas Guntur mengalihkan perhatian ku dengan minta di buatkan kopi.

“Dik, buatkan mas Kopi.” Pinta Mas Guntur saat duduk bersandar di kursi yang ada di ruang depan.

Bapak dan Ibu berada di dalam kamar. Aku pun cepat membuat kopi untuk mas Guntur. Kopi yang dibuat dengan takaran 2-1. Mas Guntur tidak suka kopi manis. Ia mengikuti ke dapur dan membuka tudung nasi. Aku yang baru saja mengaduk kopi yang telah ku seduh dengan air mendidih. Cepat aku siapkan air kobokan dan piring karena kulihat mas Guntur telah menurunkan tudung nasi. Mas Guntur ke arah kamar bapak untuk mengajak Bapak dan Ibu makan. Tampak ia kembali sendiri ke dapur.

"Dik, Ayo dahar.... " Ajak Mas Guntur.

Aku duduk disisi mas Guntur. Aku pun mengambil satu piring. Ku lihat ke arah depan namun ibu tak kunjung muncul.

"Ibu ga dahar ma?" Tanya ku.

{Ibu tidak makan, mas? }

"Sampun teng rumah sakit." Ucap Mas Guntur.

Ia pun makan dengan lahap. Lalapan yang kusiapkan tampak hampir habis di lahapnya bersama sambal goreng yang ku ulek, hanya tinggal sedikit daun kenikir yang tersisa di piring. Tak susah untuk menyenangkan lidah suamiku. Cukup ada sambal dan lalapan. Ia tak terlalu menuntut untuk ada lauk. Baginya merasa kenyang tak harus ada lauk. Karena untuk membeli lauk di desa seperti kami cukup mahal. Kecuali hasil memancing atau memasang jebakan ikan di kali. Maka itu bisa didapatkan dengan gratis.

Setelah makan, mas Guntur pun menikmati kopinya. Wajahnya terlihat tampak kelelahan, mungkin ia kurang tidur selama menemani Ibu menjaga bapak. Ia pasti tak nyenyak tidur dan tak enak makan selama menjaga Bapak di rumah sakit. Andai ibu mau sedikit menurunkan egonya, mungkin aku bisa ikut bergantian menjaga dan merawat Bapak. Tetapi ibu justru tak memperbolehkan aku ikut. Maka aku harus dirumah, beruntung mas Guntur menanam rumput khusus makan sapi yang biasa disebut Kolonjono di sekitar rumah. Maka aku selama ditinggal Mas Guntur, cukup ku arit rumput yang ada disekitar rumah untuk makan Ijem dan 3 sapi ku lainnya. Disini aku paham akan nasihat Umi Siti saat masih di pondok.

“Kata siapa menikah itu bahagia, kalau Bahagia Cuma setahun dua tahun. Tapi kalau mau selamanya maka masing-masing harus menurunkan Egonya. Ego kita harus berada di bawa Iman agar Sakinah, mawaddah dan Warrahmah bisa tercipta.”

Entah kenapa, aku dulu sering tak terlalu menganggap penting beberapa nasehat Umi Laila. Karena aku memang tak secerdas sahabat ku Zhafirah. Tapi aku hanya punya rasa cinta pada Umi dan manut. Aku membuktikan kini, rasa cinta ku pada Umi Siti baru aku rasakan dampaknya. Semua nasihat beliau menjadi bekal ku untuk terus menjadi istri sholehah dan tidak boleh cengeng. Karena realitanya aku menikah dengan lelaki yang tak terlalu mapan, tampan tapi akhlaknya begitu luar biasa tampan. Jika dulu aku berangan-angan ingin menikah dengan lelaki yang mapan dan tampan, kini keputusan ku dulu untuk menerima Mas Guntur karena pertimbangan akhlaknya adalah benar. Ia begitu memuliakan aku, seperti saat ini, ia menoleh ke arah pintu. Lalu satu suapan ia arahkan pada ku. Kadang hal seperti ini yang membuat aku melupakan perihal kehamilan.

Ah, aku ingat bagaimana saat aku menangis kemarin karena melihat Ijem melahirkan anaknya. Aku merasa iri hanya dengan seekor sapi. Bahkan saat ku usap perut Ijem saat itu, tampak sekali babon sapi ku menikmatinya.

"Ijem dan anaknya sehat?" Tanya Mas Guntur.

Aku pun tersenyum menatap Mas Guntur.

"Lah seminggu dikota, yang ditanya Ijem. Bukan istrinya." Ucap ku pelan. Aku khawatir ibu dan bapak mendengar obrolan kami.

Mas Guntur tertawa. Ia Mengipas-ngipaskan tutup toples kerupuk ke arah tubuhnya. Keringat mengalir deras dari tubuhnya.

"Hahaha.... Ya kamu sudah jelas mas lihat sehat. Lah kalau ijem kan ndak ada suami nya. Hehe... masa' cemburu sama Ijem." Tawa khas Mas Guntur tampaknya menarik perhatian Ibu.

Tiba-tiba ibu ke arah dapur dan mengambil satu gelas air. Ia duduk di kursi tepat di sisi ku. Setelah ia tenggak satu gelas air putih, ia kembali menyakiti aku dengan kata-kata sarkasnya.

"Ya cemburu, lah sapi loh iso monak manak. Wajar Guntur lebih khawatir. Terus anaknya kalau banyak bisa dijual. Lah Ka-" Belum selesai ibu dengan kalimatnya.

Mas Guntur cepat menahan ucapan ibunya.

"Bu, mbok uwes toh Bu. Kita baru pulang. Lah Sekar cuma guyon loh Bu... Aku Cuma guyon nanyain Ijem." Ucap Mas Guntur kurang suka. Ia pun berdiri dari tempat duduknya. Ia pergi ke arah kamar Bapak.

Aku pun tak berani menatap ibu mertua ku. Aku ambil piring dan gelas sisa makan Mas Guntur. Namun aku tahu adab, bagaimana pun buruknya sikap mertuaku pada diriku, ia tetap perempuan yang telah melahirkan suamiku.

"Ibu mau saya buatkan kopi atau teh?" Tanya ku.

"Ndak usah." Ucapnya ketus seraya meninggalkan aku sendiri.

Jantung ku selalu berdetak tak karuan saat berdekatan dengan ibu, hal ini aku rasakan akhir akhir ini. Semenjak kedua mertuaku terang-terangan meminta aku mengizinkan Mas Guntur menikah dengan Arum. Namun saat aku mencuci piring, tangan ku gemetar. Satu piring bahkan ku letakkan kembali ke dalam bak hitam.

"Kamu dengar sendiri toh, kemarin Arum bilang terserah. Yang penting nikahnya tercatat dan resmi secara agama dan pemerintah. Dia ga mikir ekonomi. Lah wong gajinya itu sudah ada sendiri." Ucap Ibu dengan suara cemprengnya.

Aku meletakkan busa yang ku gunakan untuk menyabuni piring kotor. Jantung ku terasa sakit, padahal kemarin aku sudah ikhlas jika mas Guntur ingin menikah dengan Arum. Tidak, yang membuat ku sakit bukan itu. Pertanyaan ku tadi terjawab. Arum punya rasa pada Mas Guntur. Tiba-tiba mas Guntur mengambil piring yang telah ku masukan ke dalam bak. Ia membilas piring tersebut dan menarik tangan ku.

"Ayo pulang. Mas lelah... " Ucapnya pada ku.

Tatapannya pada ku tak berubah. Sekuatnya aku menahan rasa yang ingin aku tumpahkan. Selama di perjalanan pulang aku hanya menatap wajah Mas Guntur yang hanya menatap jalanan yang belum diaspal. Aku mengikuti langkah mas Guntur. Ah, Sekar Ayu Gumiwang. Nama mu ternyata tak secantik kehidupan mu. Bahkan nama Gumiwang yang Ayah ku sematkan untuk ku agar kelak aku menjadi pelopor, tampak tak berarti dalam hidup ku. Jika nama adalah doa, maka mungkin satu-satunya Sekar memang pantas untuk hidup ku. Sekar yang berarti bunga, ya. Aku bunga kehidupan mas Guntur.

Ia begitu mencintai aku, baik aku masih kuncup, atau kini telah mekar dan mungkin sarinya telah tiada. Ia masih mencintai ku. Ia masih menjaga hati ku, ia masih selalu menghibur ku.

Tiba dirumah. Ia mengalihkan perhatian ku dari kalimat ibu tadi. Ia paham betul, aku tak akan bertanya jika tidak dijelaskan. Ia memanggil ku.

"Dik." Ucapnya.

Baru saja aku ingin membongkar tasnya untuk mengambil baju kotor, agar bisa ku rendam. Aku duduk disisinya.

"Sapi yang lanang kita jual ya. Ada yang mau beli. Lumayan 20 juta. Bisa untuk modal wisudah Yadi dan kita mudik. Uang tabungannya kemarin sudah terpakai untuk perawatan Bapak toh?" Ucapnya.

Aku reflek dengan berlinang air mata. Ku kecup punggung tangannya. Bahkan beberapa kali.

"Alhamdulillah.... maturnuwun Mas... Maturnuwun.... " Ucapku bahagia. Aku begitu rindu pada kedua orang tua ku. Aku tak pernah merengek untuk pulang karena untuk pulang dari Sumatera ke Jawa tentu tak cukup uang satu juta, belum lagi kami harus menyewa orang untuk merawat ternak dan ladang saat meninggalkan rumah dalam keadaan berhari-hari.

Terpopuler

Comments

Sugiharti Rusli

Sugiharti Rusli

nyesek yah, ujian rumahtangga datang dari orang k-3, yang Sekar alami adalah kedua mertuanya,,,

2023-12-21

3

RizQiella

RizQiella

tegar bgt hatinya sekar

2023-11-10

1

Uyhull01

Uyhull01

ya Allah jleb skli ucapan ibu mu mas guntur, sllu bikin elus dada

2023-05-23

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Air Mata Pernikahan Ku
2 Bab 2 Mengenang Masalalu
3 Bab 3 Gejolak Rumahtangga Sekar
4 Bab 4 Aku, Sekar Ayu Gumiwang
5 Bab 5 Cinta Ku Untuk Sekar (POV Guntur)
6 Bab 6 Cintaku hanya Untuk Sekar (POV Guntur)
7 Bab 7 Yadi dan Keinginannya
8 Bab 8 Mual dan Muntah
9 Bab 9 Bertemu Arum
10 Bab 10 Amarah ku
11 Bab 11 Permohonan Arum
12 Bab 12 Cinta mu, Memuliakan Aku.
13 Bab 13 Kesempurnaan Cinta
14 Bab 14 Kegundahan hati ku (POV Guntur)
15 Bab 15 Sowan ke Kali Bening
16 Bab 16 Sekar, Si Hitam Manis Ku (POV Guntur)
17 Bab 17 Permintaan Mas Guntur
18 Bab 18 Perjalanan Pulang (POV Guntur)
19 Bab 19 Semua Punya Masalah (POV Guntur)
20 Bab 20 Ujian Guntur (POV Guntur)
21 Bab 21 Tawaran Sopir (POV Guntur)
22 Bab 22 Tak terduga (POV Guntur)
23 Bab 23 Besti Sekar (POV Guntur)
24 Bab 24 Kegelisahan hatiku
25 Bab 25 Melepas Rindu
26 Bab 26 Ridho Mu, Tiket ku Ke Surga
27 Bab 27 Pentingnya Ilmu
28 Bab 28 Bertemu Umi Laila
29 Bab 29 Pulang
30 Bab 30 Madu Ku
31 Bab 31 Fitnah yang Mengarah kepada Ku
32 Bab 32 Jalan Surga ku
33 Bab 33 Ingat Dosa masa lalu
34 Bab 34 Arum
35 Bab 35 Kematangan Emosi
36 Bab 36 Sosok Umi Ayu refleksi Umi Laila
37 Bab 37 Ikhlas Itu urusan sama Allah bukan Manusia
38 Bab 38 Pertikaian Ibu dan Mas Guntur
39 Bab 39 Diluar Batas Sabar (POV Guntur)
40 Bab 40 Ketenangan dari Sekar (POV Guntur)
41 Bab 41 Satu hal Mengagetkan
42 Bab 42 Seseorang dari Masa Lalu
43 Bab 43 Aku, Bidadari mas Guntur.
44 Bab 44 Apakah cinta ku bisa sedalam Sayyidah Zainab pada suaminya?
45 Bab 45 Kemuliaan (POV Guntur)
46 Bab 46 Kebingungan Ku (POV Guntur)
47 Bab 47 Gosip Tentang mas Guntur
48 Bab 48 Korban Cinta
49 Bab 49 Niat kami (POV Guntur)
50 Bab 50 Perhiasan Paling Indah (POV Guntur)
51 Bab 51 Kabar Bahagia
52 Bab 52 Terbentur Biaya
53 Bab 53 Ziyah, Cahaya ku
54 Bab 54 Jagalah Hati
55 Bab 55 Pasangan Aneh atau Pasangan Spesial
56 Bab 56 Guru Ku (POV Guntur)
57 Bab 57 Ambisi Pak Marhen (POV Guntur)
58 Bab 58 Niat Suami Ku
59 Bab 59 Mohon Doa Restu (POV Guntur)
60 Bab 60 Hoaks
61 Bab 61 Kedatangan Pak Marhen
62 Bab 62 Klenik
63 Bab 63 Nderek Yai lan Bu Nyai
64 Bab 64 A1
65 Bab 65 Pasca Pemilihan
66 Bab 66 Kades Viral
67 Bab 67 CELENG
68 Bab 68 Air Mata Kebahagiaan
69 Bab 69 Kades Kere
70 Bab 70 Pro Kontra Kebijakan mas Guntur
71 Bab 71 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Warga (pov Guntur)
72 Bab 72 Mas Guntur punya Mata Batin?
73 BAB 73 TAK ADA BENIH YANG TAK TUMBUH JIKA DISEMAI
74 Bab 74 Mas Guntur, Kamu dimana?
Episodes

Updated 74 Episodes

1
Bab 1 Air Mata Pernikahan Ku
2
Bab 2 Mengenang Masalalu
3
Bab 3 Gejolak Rumahtangga Sekar
4
Bab 4 Aku, Sekar Ayu Gumiwang
5
Bab 5 Cinta Ku Untuk Sekar (POV Guntur)
6
Bab 6 Cintaku hanya Untuk Sekar (POV Guntur)
7
Bab 7 Yadi dan Keinginannya
8
Bab 8 Mual dan Muntah
9
Bab 9 Bertemu Arum
10
Bab 10 Amarah ku
11
Bab 11 Permohonan Arum
12
Bab 12 Cinta mu, Memuliakan Aku.
13
Bab 13 Kesempurnaan Cinta
14
Bab 14 Kegundahan hati ku (POV Guntur)
15
Bab 15 Sowan ke Kali Bening
16
Bab 16 Sekar, Si Hitam Manis Ku (POV Guntur)
17
Bab 17 Permintaan Mas Guntur
18
Bab 18 Perjalanan Pulang (POV Guntur)
19
Bab 19 Semua Punya Masalah (POV Guntur)
20
Bab 20 Ujian Guntur (POV Guntur)
21
Bab 21 Tawaran Sopir (POV Guntur)
22
Bab 22 Tak terduga (POV Guntur)
23
Bab 23 Besti Sekar (POV Guntur)
24
Bab 24 Kegelisahan hatiku
25
Bab 25 Melepas Rindu
26
Bab 26 Ridho Mu, Tiket ku Ke Surga
27
Bab 27 Pentingnya Ilmu
28
Bab 28 Bertemu Umi Laila
29
Bab 29 Pulang
30
Bab 30 Madu Ku
31
Bab 31 Fitnah yang Mengarah kepada Ku
32
Bab 32 Jalan Surga ku
33
Bab 33 Ingat Dosa masa lalu
34
Bab 34 Arum
35
Bab 35 Kematangan Emosi
36
Bab 36 Sosok Umi Ayu refleksi Umi Laila
37
Bab 37 Ikhlas Itu urusan sama Allah bukan Manusia
38
Bab 38 Pertikaian Ibu dan Mas Guntur
39
Bab 39 Diluar Batas Sabar (POV Guntur)
40
Bab 40 Ketenangan dari Sekar (POV Guntur)
41
Bab 41 Satu hal Mengagetkan
42
Bab 42 Seseorang dari Masa Lalu
43
Bab 43 Aku, Bidadari mas Guntur.
44
Bab 44 Apakah cinta ku bisa sedalam Sayyidah Zainab pada suaminya?
45
Bab 45 Kemuliaan (POV Guntur)
46
Bab 46 Kebingungan Ku (POV Guntur)
47
Bab 47 Gosip Tentang mas Guntur
48
Bab 48 Korban Cinta
49
Bab 49 Niat kami (POV Guntur)
50
Bab 50 Perhiasan Paling Indah (POV Guntur)
51
Bab 51 Kabar Bahagia
52
Bab 52 Terbentur Biaya
53
Bab 53 Ziyah, Cahaya ku
54
Bab 54 Jagalah Hati
55
Bab 55 Pasangan Aneh atau Pasangan Spesial
56
Bab 56 Guru Ku (POV Guntur)
57
Bab 57 Ambisi Pak Marhen (POV Guntur)
58
Bab 58 Niat Suami Ku
59
Bab 59 Mohon Doa Restu (POV Guntur)
60
Bab 60 Hoaks
61
Bab 61 Kedatangan Pak Marhen
62
Bab 62 Klenik
63
Bab 63 Nderek Yai lan Bu Nyai
64
Bab 64 A1
65
Bab 65 Pasca Pemilihan
66
Bab 66 Kades Viral
67
Bab 67 CELENG
68
Bab 68 Air Mata Kebahagiaan
69
Bab 69 Kades Kere
70
Bab 70 Pro Kontra Kebijakan mas Guntur
71
Bab 71 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Warga (pov Guntur)
72
Bab 72 Mas Guntur punya Mata Batin?
73
BAB 73 TAK ADA BENIH YANG TAK TUMBUH JIKA DISEMAI
74
Bab 74 Mas Guntur, Kamu dimana?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!