Erland mengutak atik ponselnya mencari nama Egrad. Setelah menemukannya ia menekan logo panggilan.
"Hallo Tuan! Ada yang bisa saya bantu?" saut Egrad disebrang telpon.
"Aku punya tugas untukmu!" seru Erland.
"Apa Tuan?"
"Datanglah kerumahsakit sentra medika! Lalu tanyakan pada administrasi pasien bernama David! Setelah itu jaga dia! David adik dari Callista. Kau lindungi dia! Jangan sampai terjadi apapun padanya!" ujar Erland.
"Baik Tuan"
"Satu lagi! Jika ada pria bernama Alvis disana, kau singkirkan saja dia. Bawa dia pergi sejauh mungkin. Tapi jangan sampai melukainya! Apa kau mengerti!?!" ucap Erland lagi.
"Akan saya tuntaskan dengan baik"
"Bagus!" tutup Erland sebelum telpon terputus.
_____________________________________________
"Dimana Kakak ipar?" ucap Fiona menatap Erland yang datang seorang diri menghampiri meja makan.
"Dia belum bangun" balas Erland sembari mengambil lauk pauk dengan sendok ditangannya.
"Benarkah? Sudah dua jam lebih tapi Kakak ipar masih belum bangun?" ucap Fiona lagi. Kini nada bicaranya berubah khawatir.
"Kakak juga tidak tahu. Kau makan saja makananmu! Ketika Callista sadar Kakak akan membawakan makan untuknya" seru Erland. Tangannya menyuapkan sesendok makanan kedalam mulutnya.
"Apa Kak Er sungguh mencintainya?" ucap Fiona kembali disela sela kunyahannya. Erland menatapnya sejenak, lalu kembali mengunyah.
"Memang kenapa?" balas Erland.
"Aku melihat wajahnya sepertinya dia jauh lebih muda dari Kak Er"
"Lalu?" ujar Erland tanpa melirik kearah Fiona.
"Berapa usianya?"
"21 tahun" ucap Erland. Ia ingat betul semua biodata mengenai Callista. Karena dirinya membaca formulir pekerjaan yang diberikan Callista padanya ketika Callista pertama kali mengunjungi kantornya.
"Terpaut usia cukup jauh dengan Kak Er" ujar Fiona.
"Fio, usia itu bukan suatu alasan hubungan tidak bisa terjalin. Cinta bebas menentukan jalannya. Apapun yang tidak mungkin menjadi mungkin. Usia bukan penghalang kedua insan untuk bersama" balas Erland. Fiona tercengang sejenak. Ia tak percaya jawaban sebijak ini dikatakan oleh Kakaknya.
"Baiklah. Kau yang paling benar" Fiona tersenyum menatap Erland. Erland membalas senyumannya.
_____________________________________________
Setelah makan malam usai, Erland kembali kekamarnya untuk beristirahat. Namun Callista yang masih terbaring belum ada tanda tanda dirinya akan terbangun.
"Callista kenapa kau belum bangun juga? Aku khawatir terjadi sesuatu padamu" ucap Erland duduk disamping Callista. Tangannya membelai lembut kepala Callista.
"Aku akan mengambil air untuk kau minum ketika sadar nanti" seru Erland. Kakinya melangkah keluar kamar.
Setelah kepergian Erland. Callista yang terbaring diatas tempat tidur perlahan menggerakkan matanya. Ia mengedip berulang ulang mencoba menetralisir cahaya lampu yang masuk ke retina matanya. Hingga kedua matanya telah terbuka sempurna. Callista mengedarkan pandangannya mengabsen setiap sudut diruangan itu. Ruangan elegan dengan cat berwarna putih yang dipadukan dengan warna biru laut. Serta atap kamar yang dicat warna hitam mengkilap dengan dipenuhi hiasan bintang dan bulan yang tertata rapih. Lalu Callista melihat lemari disudut ruangan yang menjulang tinggi. Disamping tempat tidur yang dipenuhi alat fitnes yang berlabel mahal. Dan poto besar yang terpampang ditembok belakang tempat tidur. Poto itu adalah poto Erland yang mengenakan balutan jas hitam dan kaos hitam, serta berfose dengan gaya yang menawan. Callista juga melihat ada sofa mewah yang terletak ditengah ruangan itu.
"Apa sekarang aku berada dikamarnya? Apa pria itu membawaku kemari?" ucap Callista melihat pajangan poto yang terdapat dikamar itu. Callista menghela nafasnya panjang.
"Oh Tuhan! Apa yang pria itu lakukan? Bagaimana dengan adikku David?" ucap Callista kembali. Ia hendak menapakan kakinya menuruni tempat tidur. Namun pergerakannya terhenti ketika seseorang membuka handel pintu dan masuk kedalamnya.
Callista tercengang melihat Erland memasuki kamarnya. Berbeda dengan reaksi Erland yang seketika berbinar melihat Callista telah sadar.
"Kau sudah sadar? Tadi kau pingsan. Aku membawamu kemari karena aku tidak tau alamat rumahmu" seru Erland. Ia berjalan mendekati Callista.
"Ini minumlah" seru Erland kembali menyodorkan gelas berisi air putih yang diambilnya.
"Kenapa kau membawaku kemari?" ucap Callista.
"Sudah ku katakan alasannya. Minumlah dulu! Tenggorokkanmu pasti kering" ujar Erland. Namun Callista tidak menggubrisnya. Ia malah bertanya kembali pada Erland.
"Tapi kau bisa membiarkan aku dirumahsakit. Disana ada Alvis yang akan menjagaku" seru Callista.
"Aku tidak suka pria itu!" tegas Erland dengan menatap tajam mata Callista.
"Tidak penting bagiku kau menyukai Alvis atau tidak. Tapi seharusnya kau membiarkan aku dirumahsakit bersama David. Sekarang bagimana dengan adikku?" ucap Callista. Nada suaranya sedikit meninggi.
"Aku telah meminta Egrad untuk menemani dan menjaga David. Sekarang minumlah!" Erland mendekatkan bibir gelas pada bibir Callista. Namun Callista menepisnya dengan keras hingga gelas itu terpental dan jatuh ke lantai. Erland menatap pecahan gelas yang berserakan di lantai kamarnya. Lalu beralih menatap tajam Callista.
"Kau meminta orang untuk menjaga David. Tapi bagaimana dengan Alvis yang terluka karenamu? Apa kau membantunya? Atau malah menyingkirkannya?" lirih Callista. Pelupuk matanya sudah dipenuhi genangan kristal.
"Jawab aku! Apa kau membantunya atau menyingkirkannya?!" teriak Callista. Tangannya menarik narik kaos yang dikenakan Erland.
"Ya, aku menyingkirkannya! Apa kau puas?! Aku membuat pria itu pergi jauh darimu!" teriak Erland tepat dihadapan wajah Callista. Callista yang mendengarnya melemaskan cekalannya terhadap kaos Erland.
Plakkk. Sebuah tamparan mendarat keras di pipi Erland. Callista mendorong tubuh Erland kuat dengan airmata yang berauran dipipinya.
"Apa yang kau lakukan? Kenapa melakukan ini padaku? Kenapa kau memisahkan aku dengan kekasihku?!" teriak Callista begitu histeris. Tangannya memukul keras dada bidang Erland.
"Callista mengertilah!_____"
"Kau yang seharusnya mengerti! Kau terlalu egois! Kau menghancurkan kebahagiaanku demi kebahagiaanmu!" teriak Callista lebih histeris. Sementara tangan Erland sudah
Melihat Callista menggenggam tangannya Erland sontak menghentikan pergerakan. Ia bangkit dari tubuh Callista dan beranjak duduk.
"Itu hukuman untukmu karena telah lancang menyebut pria itu dan mengatakan mencintainya. Lain kali jika kau melakukan hal yang sama, maka aku akan lakukan yang lebih dari ini!" Erland melenggang pergi meninggalkan Callista yang berlinang airmata. Dan Callista hanya menatap kepergiannya dengan isak tangis yang memenuhi seisi ruangan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
yosh
teganya....
2021-02-07
1
yi er🍀🌷🫐
kasian am si alvis
2020-11-03
1
Rini Widyaningsih
Fuih...ganas
2020-10-09
1