Setelah sampai diparkiran rumahsakit. Callista melirik Erland sejenak sebelum akhirnya berucap.
"Aku akan menemui David" ucap Callista.
"Aku ikut bersamamu" ujar Erland. Ia memegang tangan Callista yang hendak membuka handel mobil.
"Tidak. Kau tunggu saja disini! Atau jika kau ingin pergi maka pergilah!" ketus Callista. Lalu tangannya membuka handel mobil dan berjalan menuju koridor rumahsakit. Erland hanya menatapnya lalu kembali membuang nafasnya kasar.
Sementara Callista sudah berada didalam ruang rawat David. Ia mendapati seorang pria duduk disamping bagsal yang digunakan David. Ternyata pria itu adalah Alvis. Alvis menoleh menatap Callista ketika mendengar suara pintu terbuka.
"Kau masih ada disini?" ujar Callista. Kakinya tergerak mendekati Alvis. Alvis yang mendapat pertanyaan membalas dengan senyuman dan anggukan.
"Kupikir kau akan kembali malam" ujar Alvis.
"Jam kerjaku hanya sampai sore" balas Callista berbohong.
"Baguslah. Setidaknya kau tidak terlalu lelah" ucap Alvis tersenyum. Dan Callista mengangguk mengiyakan.
"Hei apa itu? Apa itu darah?" panik Alvis melihat bercak darah dipakaian Callista.
"Tidak! Ini bukan darah. Ini hanya tinta pewarna. Saat bekerja aku menumpahkannya ke bajuku" balas Callista tersenyum gelagapan. Ia mencoba mencari alasan yang tepat agar Alvis percaya padanya.
"Benarkah? Apa kau tidak berbohong?"
"Memang untuk apa aku bohong padamu" ucap Callista kembali.
"Kalau begitu akan ku bersihkan" Alvis berdiri dari duduknya dan menghampiri Callista.
"Kau akan membersihkannya bagaimana?" bingung Callista.
"Lihat saja nanti" singkat Alvis. Ia mulai menyentuh perlahan pakaian Callista. Callista hanya terdiam melihat apa yang akan Alvis lakukan. Hingga sebuah suara keras mengagetkan Callista.
Bughh. Pukulan keras Erland yang bersarang dipipi Alvis. Alvis terjatuh hingga tersungkur dilantai. Lalu tubuh Erland mengunci tubuh Alvis dengan berada diatas tubuhnya. Erland hendak memukul kembali wajah Alvis dengan tangannya. Namun teriakan Callista yang nyaring menghentikannya.
"Sudah cukup! Apa yang kau lakukan?" teriak Callista histeris. Ia mendorong tubuh kekar Erland agar menjauh dari tubuh Alvis. Sementara Callista sendiri memangku kepala Alvis dalam pangkuannya.
"Apa kau baik baik saja? Aku akan panggilkan dokter jika kau terluka" cemas Callista. Airmata telah jatuh mengenai wajahnya.
"Aku baik baik saja" Alvis memaksakan seutas senyum untuk menenangkan Callista. Setidaknya Callista tidak terlalu khawatir setelah melihat senyum Alvis.
"Tapi wajahmu terluka. Hiks" ucap Callista kembali dengan isak tangis yang memenuhi seisi ruangan itu.
"Callista berdirilah! Kau tidak perlu mengasihani pria itu!" saut Erland. Ia meraih tangan Callista agar berdiri. Callista yang mendengar ucapan Erland merasa sangat murka. Ia benar benar tidak habis fikir bahwa pria yang mulai dibencinya mampu melakukan hal serendah ini pada kekasih yang dicintainya. Callista menatap tajam kearah tangannya yang digenggam Erland dan beralih menatap wajah Erland secara bergantian. Lalu bangkit berdiri.
"Apa maksudmu! Kau bilang aku mengasihaninya?! Ia terluka karena dirimu! Kau telah melukainya. Kau telah melukai kekasihku!" jerit Callista histeris. Ia mencekal kerah baju yang digunakan Erland dengan kuat. Dengan airmata yang terus membanjiri deras wajahnya.
Erland menangkap kedua tangan Callista yang mencekal kerahnya. Lalu menatap wajah Callista yang beruraian airmata.
"Dia ingin menyentuhmu tadi. Tapi kau malah membiarkannya?" ujar Erland.
"Apa yang kau katakan?! Dia hanya ingin membersihkan noda darah ini dari bajuku!" teriak Callista. Ia menepis kasar tangan Erland yang menggenggamnya.
"Itu tidak mungkin. Pasti dia memiliki niat burut dengan alasan ingin membersih_____"
"SUDAH HENTIKAN!! Dia tidak seburuk dan sekeji dirimu. Dia tidak mungkin melakukan hal macam macam padaku seperti yang kau lakukan padaku!"
"Sudah cukup aku terlalu sabar menanggapimu! Sudah cukup untuk diriku mengertikan dirimu! Kau orang yang tidak bisa dimengerti. Kau hanya mementingkan dirimu sendiri. Kau egois dan keras kepala!!" lanjut Callista. Ia memudalkan segala kesal dan amarahnya. Hatinya seakan telah ditindas. Seperti sebuah petir disiang bolong yang telah menyambarnya. Hatinya terasa berdenyut nyeri melihat pria yang dicintainya dilukai pria lain.
"Callista, kau sadar apa yang kau kata_____"
"Aku sadar apa yang aku katakan! Apa kau puas?! Pergilah dari hidupku! Jangan merusak kebahagiaanku dan hidupku! Aaaaa" potong Callista. Ia menagis hebat setelahnya. Tiba tiba kepalanya terasa pening. Ruangan disekitarnya seperti bergoyang goyang mengelilingi kepalanya. Seketika pandangannya berkabur. Tubuhnya melemas tak bertenaga.
"Callista"
"Sayang"
Ucap Erland dan Alvis bersamaan. Namun Erland lebih dulu menangkap tubuh Callista dalam dekapannya. Sementara Alvis hanya menatap sendu Callista dengan tubuhnya yang masih terbaring. Erland mengangkat tubuh Callista keluar ruangan.
Erland memasukan tubuh Callista kedalam mobilnya. Lalu menyalakan mesin dan melaju.
_____________________________________________
Setelah beberapa menit Erland sampai ditempat yang ditujunya. Ia membawa Callista ketempat kediamannya. Lalu meminta satpam memarkirkan mobilnya dan ia sendiri menggendong tubuh Callista memasuki rumahnya. Erland membawa Callista menuju kamarnya. Lalu membaringkan tubuh itu dikasurnya. Erland mengusap lembut kening Callista yang berkeringat. Lalu mengecup bibirnya dengan pelan.
"Akan kupastikan kau baik baik saja" ucap Erland pelan. Lalu meninggalkan Callista dikamarnya. Ia pergi mencari bi Imas dilantai bawah. Bi imas adalah wanita paruh baya yang sudah bekerja bertahun tahun dirumah Erland.
"Kak Er!" panggil seseorang. Erland menoleh dan menatap pemilik suara yang memanggil namanya. Ternyata itu adalah suara Fiona Christopher. Adik perempuan satu satunya Erland.
"Kak Er sudah pulang?" ucap Fiona tersenyum.
"Iya, Kakak baru saja pulang"
"Apa kau melihat Bibi?" lanjut Erland.
"Bibi aku suruh kedepan untuk membeli mie ayam. Aku sedang ingin memakannya" balas Fiona.
"Memang ada apa Kak Er mencarinya? Apa butuh sesuatu?" lanjut Fiona balik bertanya.
"Apa kau punya kayuputih?"
"Punya Kak Er, akan ku ambilkan" ujar Fiona melangkah pergi. Sementara Erland kembali kekamarnya.
Didalam kamar. Erland mengusap pelan tangan Callista. Pria itu menatap wajah Callista dengan begitu lekat. Lalu menyentuh wajah Callista dengan lembut.
"Aku benar benar mencintaimu" ucap Erland seorang diri.
"Aku berjanji akan membahagiakanmu" ucapnya lagi.
Crek. Suara pintu yang terbuka membuat Erland menghentikan aktivitasnya. Ia menoleh melihat seseorang dibalik pintu. Ternyata Fiona yang membawa kayuputih ditangannya.
"Kak Er dia siapa?" kaget Fiona melihat wanita yang terbaring dikasur Erland.
"Dia kekasih Kakak" Fiona menatap tak percaya kearah Callista. Gadis itu tak pernah menduga jika Kakaknya akan jatuh cinta pada gadis muda dihadapannya. Karena selama yang Fiona tau Kakaknya tidak pernah sekali pun jatuh cinta pada wanita. Bahkan Fiona tak pernah melihat Kakaknya yang tertarik pada wanita atau sekedar berkencan. Fiona fikir hati Kakanya membeku sehingga sulit untuk memiliki rasa cinta pada wanita. Tapi setelah melihat wanita dihadapannya, Fiona percaya bahwa Kakaknya masih memiliki hati yang dapat merasakan cinta kepada lawan jenis.
"Kemarilah. Berikan kayuputihnya" seru Erland. Fiona mengangguk dan mendekat kearah Erland.
"Apa dia benar benar kekasih Kak Er?" ucap Fiona sembari memberikan kayuputih pada Erland. Erland mengambilnya dan memakaikannya pada pelipis Callista.
"Apa kau berfikir Kakak berbohong?" jawab Erland menatap Fiona sekilat. Lalu kembali mengoleskan kayuputih.
"Tidak, aku percaya dia kekasih Kak.Er" ujar Fiona tersenyum.
"Siapa namanya?" lanjut Fiona.
"Callista" singkat Erland sembari tersenyum menatap wajah teduh Callista.
"Aku akan memanggilnya Kakak ipar" seru Fiona tersenyum girang. Erland menatapnya dan ikut tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments