Callista duduk dikursi tunggu yang letaknya disebelah pintu ruangan UGD tersebut. Ia menundukan kepala menatap lantai rumah sakit. Tangannya berada dikedua sisi tubuhnya untuk menopang. Hingga suara pintu yang terbuka menyadarkannya. Callista refleks langsung berdiri melihat sang dokter yang menangani adiknya telah keluar ruangan.
"Apa ada perkembangan dengan kondisi adik saya, Dok?" Cemas Callista menatap penuh harap pada Dokter tersebut. Dokter itu hanya menghela nafas. Lalu bersuara menjawab pertanyaan Callista.
"Maaf Nona. Tidak ada perkembangan sedikit pun pada adik anda" Callista yang mendengar jawaban yang sama yang diucapkan Dokter berhari hari lalu, membuatnya membuang nafas berat.
"Hanya saja_____" terjeda.
"Apa Dokter? Tolong katakan" Cemas Callista kembali.
"Jika kau ingin adik mu tetap dirawat dan ditangani kau harus melunasi terlebih dulu biaya rumahsakit. Sejak satu minggu kemarin saat adik mu koma kau belum sama sekali membayar tagihannya, dan biaya pertama pasca masuk rumahsakit kau juga masih menunggak, dan untuk tagihan darah yang dipakai untuk adikmu, kau juga belum menyelesaikannya. Sebelumnya saya minta maaf. Ini sudah jadi peraturan rumahsakit. Jika kau ingin adik mu tetap dirawat, kau harus segera menyelesaikan tagihannya. Kalau begitu saya permisi!" Dokter itu melenggang pergi. Sementara Callista masih mematung mencerna setiap perkataan yang dilontarkan Dokter tadi. Tubuhnya mendadak melemas. Kaki yang seharusnya kuat menopang tubuh itu, kini tubuh itu ambruk jatuh dilantai. Callista tak kuat menahan airmatanya yang sudah mengguyur membasahi pipinya. Kedua tangannya terapat menutupi mulutnya agar tidak mengeluarkan isak tangis yang akan membuat orang menatap iba dirinya.
Callista meraih tas slempang yang terletak di kursi tungu. Lalu merogoh ponsel didalamnya. Callista menekan nama Alvis, kekasihnya. Ia berharap kekasihnya itu bisa membantunya dalam pelunasan biaya rumahsakit. Bukan tak memiliki uang. Hanya saja uang yang Callista punya sudah habis digunakan untuk membeli semua kebutuhan yang perlukan adiknya pasca dirawat. Ia juga tak mempunyai barang apapun yang bisa dijual. Bahkan uang tabungannya telah habis tak tersisa. Dirinya hanya punya sedikit uang untuknya membeli makan. Itu pun hanya cukup untuk beberapa hari saja. Untuk Kedepannya Callista tidak tau akan mendapatkan makan dari mana.
Menjual rumah? Tentu Callista tidak akan melakukan hal itu. Rumah itu adalah satu satunya peninggalan Ayah dan Ibunya sebelum mereka pergi meninggalkan Callista dan David. Mobil? Itu adalah mobil hasil jerih payah Callista dan David. Jika Callista menjualnya, ia takut ketika David bangun nanti ia akan bertanya tentang mobil itu. Callista tidak bisa membuat adiknya kecewa. Lagi pula mobil itu satu satunya kendaraan yang mereka punya. Jika dijual maka mereka harus naik taxi online atau semacamnya. Hal itu akan lebih membuat pengeluaran kebutuhan mereka sehari harinya bertambah.
Callista berharap kekasihnya dapat membantu. Ia menekan nama Alvis lalu menghubunginya.
"Hallo sayang. Ada apa?" ucap Alvis disebrang telpon.
"Aku ingin berbicara denganmu. Apa kau tidak sedang sibuk?" ucap Callista dengan suaranya yang serak akibat menangis.
"Tidak. Aku tidak sedang melakukan apapun"
"Kalau begitu apa kau bisa datang menemuiku? Aku mohon" ucap Callista kembali.
"Baiklah. Katakan padaku kau ada dimana?"
"Kita bertemu saja di cafe selasih. Aku akan menunggu mu disana"
"Baiklah. Aku akan segera pergi" telpon terputus. Callista menarik nafasnya dalam lalu membuangnya.
Semoga saja Alvis bisa membantuku. Gumam Callista penuh harap. Memegang ponselnya didepan dada.
_____________________________________________
Callista melajukan mobilnya menuju cafe yang akan membawanya bertemu dengan Alvis. Callista mengemudi dengan sangat santai. Kali ini ia ingin mencoba merileks-kan tubuh dan pikirannya. Sejak beberapa hari kemarin Callista terlalu memikirkan kondisi David yang masih tak sadarkan diri. Itu membuat pikiran dan hatinya serasa lelah.
Setelah 20 menit Callista sampai ditempat tujuannya. Ia memarkirkan mobilnya. Lalu melangkah masuh ke cafe tersebut. Callista sudah duduk di meja yang kosong. Letak meja itu sangat terlihat dari arah parkiran. Meja itu sengaja Callista pilih agar mudah mencari Alvis.
Selang beberapa menit Callista melihat Alvis datang dengan motornya. Senyum terukir dikedua sudut bibirnya.
Ya, Alvis memang bukan seorang pria kaya raya seperti incaran gadis pada umumnya. Namun itu tidak sedikit pun mengurangi rasa cinta Callista pada Alvis. Sikap hangat dan baik Alvis mampu membuat Callista bertahan dalam hubungannya yang sudah empat tahun.
Alvis berjalan menghampiri Callista saat tangan Callista terangkat keatas memberinya tanda akan keberadaannya.
"Maaf karena aku telambat. Saat perjalanan kemari aku terjebak macet" ucap Alvis setelah duduk dihadapan Callista. Callista hanya mengangguk dan tersenyum merespos ucapan Alvis.
"Jadi apa yang ingin kau bicarakan?" ucap Alvis menatap Callista.
"Sebenarnya David sedang dirumahsakit. Ia mengalami kecelakaan satu minggu lalu. Dan sampai sekarang kondisinya masih tak sadarkan diri_____" Callista menghentikan ucapannya saat airmatanya kembali membasahi pipinya.
"Lalu?" Alvis yang melihat tangis Callista pecah semakin penasaran. Ya, Alvis memang tidak tahu akan kondisi adik kekasihnya. Karena saat Alvis bertanya keberadaan David, Callista hanya menjawab bahwa David sedang study tour ke luar kota. Dan Alvis yang mendengar alasan Callista langsung mempercayainya.
"Aku membutuhkan cukup banyak uang untuk membayar tunggakan biaya rumahsakit yang belum selesai. Karena jika aku tidak melunasi tagihannya, maka pihak rumahsakit akan mengembalikan David pulang. Aku takut hal itu terjadi. Karena dalam kondisinya yang sekarang dia masih harus mendapat perawatan yang optimal" Callista kembali menjatuhkan buliran bening dipelupuk matanya.
"Jadi maksud mu yang kau katakan hari lalu saat aku bertanya tentang keberadaan David kau berbohong? Kau bilang David pergi karena ada study tour disekolahnya. Tapi kenyataannya David terbaring lemah dirumahsakit? Yaa Tuhan!" Alvis mengusap wajahnya kasar. Ia tak menduga bahwa kekasihnya telah menyembunyikan sesuatu yang penting darinya.
"Maafkan aku. Aku sengaja berbohong karena tidak mau merepotkanmu dan membuatmu khawatir. Tapi sekarang saat situasinya seperti ini aku tidak tau lagi harus bagaimana?" Callista benar benar menumpahkan segala kesedihannya dihadapan Alvis. Alvis yang melihat betapa rapuhnya Callista merasa iba. Ia ingin sekali menjadi berguna dengan membantu kekasihnya. Tapi apa yang bisa diperbuatnya? Ia hanya lelaki biasa yang tak punya banyak uang.
"Sebenarnya aku memintamu kemari karena ingin meminta bantuanmu untuk pelunasan biaya rumahsakit" lanjut Callista lagi.
"Aku juga sangat ingin membantumu. Tapi sampai sekarang aku belum mendapatkan pekerjaan. Dan uang simpanan yang ku punya tidak terlalu banyak. Tapi aku berjanji padamu akan mencari uangnya untuk David" Alvis meraih tangan Callista untuk digenggamnya. Callista hanya mengangguk menatap Alvis.
"Aku percaya padamu. Tapi aku juga harus mencari uang itu. Aku tidak bisa terlalu menumpaskannya padamu. Bagaimana pun aku seorang kakak yang harus bertanggung jawab" Callista tersenyum. Lalu membalas genggaman tangan Alvis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Dede r Ruhiyat
semoga jalanmu dimudahkan callista
2021-01-12
1