16.Mati Rasa

"Tidak usah, mah. Gio akan mengajak istri Gio makan di luar!" Sahut Gio kemudian bergegas pergi.

"Mah, coba kamu lihat! Gio sudah mencintai istrinya," ujar Darwin.

Maya mengendikkan kedua bahunya lalu beranjak pergi.

*

Menempuh perjalanan hampir satu jam, Gio baru menginjakkan kakinya di rumah. Pria ini heran karena lampu di rumahnya belum di hidupkan.

"Perempuan itu, bisa-bisanya rumah masih dalam keadaan gelap begini!" Kesal Gio.

Ia pun berjalan menuju ke arah Kamar istrinya. Sesampainya di kamar, dirinya tidak menemukan keberadaan Zea tapi ia bisa mendengar suara percikan air yang mengalir dari dalam kamar mandi.

Gio pun beranjak pergi namun langkahnya terhenti saat matanya menangkap noda merah di atas sprei berwarna putih itu.

"Apa itu darah keperawanan?" Gumamnya dengan menajamkan penglihatannya.

"Dia sudah tidur dengan banyak lelaki tidak mungkin dia masih perawan!" Ucap Gio.

Gio malas berpikir pada akhirnya di bergegas pergi dari kamar Zea menuju ke kamarnya. Sesampainya di kamar ia langsung pergi ke kamar mandi untuk sekedar menyegarkan tubuhnya. Namun lagi-lagi, ingatannya mencumbu istrinya kembali hadir dalam pikirannya hingga membuat sesuatu di bawah sana mengeras.

"Sial! Pakai acara bangun pula." Ujar Gio kesal.

Pria ini buru-buru membersihkan tubuhnya. Setelah selesai mandi, ia pergi ke ruang kerjanya untuk memeriksa email yang masuk. Hampir satu jam ia berkutat di depan laptopnya akhirnya selesai juga.

Gio turun dari kamarnya menuju dapur, pria ini merasa cacing-cacing di perutnya berontak untuk segera diisi makanan.

"Dasar pemalas! Kenapa dia tidak memasak untuk makan malam." Gerutu Gio, pria inipun memutuskan untuk pergi ke kamar Zea. Ia masuk ke kamar Zea bertepatan dengan Zea yang baru keluar dari kamar mandi.

Gio memperhatikan Zea yang masih mengenakan handuk, pria ini yakin pasti istrinya baru selesai mandi.

"Kau baru selesai mandi?" Tanya Gio menatap sinis Zea.

"Emm, iya Tuan!"

"Sekalian saja kau tidur di sana!" Gio mendengus kesal.

"Memangnya ada apa? Apa Tuan sedang menungguku?"

"Cuih...!"

Gio membuang ludahnya tepat di bawah kaki Zea.

"Memangnya kau siapa? Kenapa aku harus menunggumu? Aku hanya menunggu Anes bukan kau!" Sentak Gio.

"Lalu jika bukan menunggu lalu apa?"

"Aku ingin kau lupakan kejadian tadi malam. Aku tidak sengaja karena aku dalam keadaan mabuk. Lagipula aku kira kau adalah kekasihku, Anes." Ujar Gio tanpa merasa bersalah.

"Dan satu lagi, hanya karena kejadian tadi malam jangan membuatmu besar kepala, jangan berpikir aku akan luluh lalu mencintaimu, karena aku memiliki wanita yang jauh lebih cantik daripada kau!" Timpalnya.

"Aku tidak berharap untuk kau cintai!" Sahut Zea tanpa menatap Gio.

"Baguslah! Ternyata kau sadar diri juga. Lagipula tidak ada laki-laki manapun yang akan mencintai seorang pelacur seperti dirimu!" cibir Gio.

"Terserah kau ingin mengatai ku apa, yang jelas, aku bukan perempuan seperti yang kau katakan!" Ucap Zea.

"Kau banyak omong!" Ucap Gio kemudian ia berlalu pergi.

Zea menatap langkah kaki Gio, setiap langkah yang lelaki itu ciptakan semakin dalam pula kebencian yang muncul di hatinya. Rasa nyeri kembali menyergap tubuhnya, cepat-cepat ia mengambil obat dan mengobati luka-lukanya.

"Luka di hatiku jauh lebih sakit daripada luka di tubuhku yang kau ciptakan." Ucap Zea dalam hati.

Zea merasa benci pada suaminya, bagaimana bisa ia melakukannya saat dia tidak sadar dan yang membuatnya lebih sakit hati saat suaminya sendiri mengatakan bahwa ia mencintai wanita lain.

Setelah selesai mengobati lukanya, Zea kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur yang berukuran kecil. Wanita ini memicingkan kedua matanya saat ia melihat bercak darah di sprei putih miliknya.

"Lihatlah, Gio! Aku bukan pelacur seperti yang kau katakan." Gumam Zea.

Zea mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Meskipun yang melakukannya adalah suaminya, tetap saja ia merasa hatinya tidak rela.

*

Malam berlalu, seperti biasa pagi-pagi Zea sudah bangun menyiapkan sarapan, meskipun Gio tidak pernah menyentuh makanan yang ia masak, Zea tetap menjalankan tugasnya sebagaimana seorang istri.

Kini Gio menuruni anak tangga dengan penampilan yang sudah rapi. Pria ini menghampiri Zea yang selalu setia menunggu di meja makan.

"Tuan, ingin sarapan?" Tanya Zea dengan raut wajah datar.

"Sudah ku bilang, aku tidak akan memakan masakanmu yang menjijikan itu!"

"Baiklah!" Ucap Zea.

Gio mengerutkan dahinya, pria ini heran dengan sikap Zea yang tiba-tiba berubah menjadi dingin.

"Buatkan aku kopi saja!" Titah Gio.

Zea mengangguk kemudian pergi ke dapur untuk membuatkan kopi, selang beberapa saat ia kembali dengan membawa secangkir kopi panas di tangannya.

"Silahkan Tuan!"

Gio menerima kopi dari Zea lalu menyeruputnya. Wajah pria ini mendadak memerah dengan mata berkilat memancarkan aura kemarahan, ia menghempaskan cangkir tersebut hingga pecah.

Prang...

Seketika cangkir yang berisi kopi berserakan di lantai, Zea hanya bisa melihat kejadian itu dengan diam.

Karena setiap hari di perlakukan dengan kasar membuat hati Zea mulai mati rasa.

"Maaf tuan, biar saya buatkan lagi yang baru." Ucap Zea.

"Tidak perlu, kau buang-buang waktuku saja untuk menunggumu membuat kopi..!" Sentak Gio.

"Saya minta maaf, Tuan!"

"Bagaimana bisa aku menikahi wanita seperti dirimu, hah! Bikin kopi saja tidak bisa!" Bentak Gio.

Zea sudah tak tahan lagi dengan sikap Gio yang selalu menyalahkan dirinya. Akhirnya untuk pertama kalinya Zea membentak suaminya.

"Apa yang salah dari kopi itu, tuan? Saya sudah meraciknya seperti yang tuan minta." Jawab Zea dengan suara tinggi.

Gio terdiam sejenak, baru kali ini Zea membentaknya dan melawannya. Bahkan pria ini dapat melihat mata wanita itu memancarkan sorot mata kebencian.

Gio ingin menampar Zea namun gerakan tangannya terhenti ketika ponsel miliknya berdering. Gio mengangkat teleponnya yang ternyata itu dari kliennya.

Zea berlalu begitu saja tanpa menghiraukan suaminya, fisik dan hatinya sudah benar-benar lelah.

"Kali ini kau bisa bebas, tapi lihat saja nanti, aku tidak akan mengampuni mu!" Ucap Gio sambil mengepalkan kedua tangannya.

Gio pun kemudian berlalu begitu saja dengan perasaan kesal.

Sore hari tidak seperti biasanya, Gio sudah pulang ke rumah. Zea yang melihat suaminya baru turun dari mobil segera menghampiri dan menawarkan untuk membawakan tas kerja milik suaminya.

"Kau tidak bertanya kenapa aku pulang lebih cepat hari ini?" Tanya Gio datar.

Zea menggeleng pelan, wanita ini malas menjawab pertanyaan Gio yang ujung-ujungnya akan menjadi pertengkaran.

Gio mendengus kesal kemudian ia beranjak pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri, karena malam ini ia akan pergi ke salah satu restoran untuk menghadiri acara makan malam bersama rekan-rekan kantornya.

Terpopuler

Comments

Noor Sukabumi

Noor Sukabumi

km beraninya cuma bentak2 doang ya gio terhormat emang matamu buta o gmn udah tau kopi panas maen diseruput j km j yg goblok alesan j bilang istri g bisa ngapa2in liat tuh c anes lg ena2 m David diluar negri km yg goblok j jd laki

2023-04-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!