20.Pulang

Zea menatap Gio dengan sorot mata tajam. Ingin sekali ia menampar suaminya namun masih ia tahan sebab ia masih menghormati Gio sebagai suaminya. Akhirnya ia hanya mengepalkan kedua tangannya erat.

"Aku mengajak mu pulang baik-baik. kenapa kau keras kepala sekali, hah!" Seru Gio.

"Aku mau pulang denganmu asalkan, adikku harus ikut tinggal bersamaku!"

"Tidak. Aku tidak setuju!" Tolak Gio.

"Kau---" Belum sempat Zea berucap, Yesa lebih dulu memanggilnya.

"Kak Zee..!" Panggil Yesa kemudian menghampiri kakaknya.

"Yesa, ada apa?"

"Kalau kakak ingin pulang, pulanglah."

"Terus Yesa bagaimana? Kakak tidak akan membiarkan Yesa sendirian."

"Kakak tenang saja. Yesa tidak mau pergi dari rumah ini. Lagipula Yesa akan bekerja di rumah makan milik Bu Nirina," ucap Yesa.

"Tapi kau akan sendirian di sini, Yesa!"

Yesa tersenyum tipis, gadis ini meyakinkan Zea bahwa ia bisa hidup sendiri. Dengan berat hati, Zea akhirnya menyetujui.

"Kakak akan mengirimkan mu uang setiap bulannya. Yesa, kau baik-baiklah di sini!" Ujar Zea.

"Pasti kakak tidak perlu khawatir tentang itu," Jawab Yesa.

Akhirnya Zea pun pamit pergi kepada sang adik.

Mobil yang Gio kemudikan melesat membelah jalanan siang. Sepanjang perjalanan tak ada obrolan antara Gio dan Zea. Keduanya saling diam seolah hanyut dalam pikiran masing-masing.

"Kenapa dari tadi diam?" Tanya Gio membuka suara.

Zea mengalihkan pandangannya ke arah Gio, tetapi hanya sebentar kemudian kembali melihat lurus ke depan.

"Pertanyaan yang tak pantas untuk ditanyakan," jawab Zea tanpa melihat ke arah suaminya.

"Sekian lama aku tidak menyiksamu ternyata kau mulai berani sekarang," ucap Gio dengan gigi yang begemelatuk menahan amarah.

Pria ini menghentikan mobilnya di pinggir jalan dan.

Plak

Plak

Dua tamparan keras mendarat di pipi Zea. Kepala wanita ini berdenyut nyeri ketika merasakan panas dan perih secara bersamaan. Cetakan tangan Gio bahkan memberi bekas merah di pipinya.

"Kenapa tuan selalu menamparku, hah! Apa tuan pikir ini tidak sakit?" Ucap Zea dengan air mata mengalir deras membasahi pipinya.

"Bicaramu aku lihat-lihat semakin ke sini semakin berani padaku," ucap Gio dengan raut wajah kesal.

"Hiks...Hiks..," Zea terisak dengan pundak yang bergetar, hatinya sangat sakit ketika mendapat perlakuan kasar dari pria itu.

Gio kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Mata Zea melotot sempurna melihat cara pria itu mengendarai mobil. Meskipun jalanan sepi tapi tetap saja itu membahayakan. Zea memejamkan kedua matanya dengan tubuh bergetar hebat, air mata perempuan itu semakin membanjir membasahi pipinya. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain berpegangan erat pada hand grip.

"Tuan, apa yang tuan lakukan?" Pekik Zea.

"Kau menguji kesabaranku, Zea!"

"Tuan, apa kau sudah gila berkendara secepat ini? Kedua nyawa kita bisa-bisa dalam bahaya..!!"

"Tetaplah diam! Jangan memancing emosiku! Apa kau mengerti?!"

"Hentikan aku bilang...!!" Teriak Zea.

Sstttt...

Arghh...

Pria itu mengerem mobilnya mendadak hingga membuat kepala Zea terbentur dasbor mobil.

Wanita ini meringis menahan sakit akibat benturan di kepalanya. Zea hanya bisa diam sembari menahan Isak tangisnya sepanjang perjalanan. Berkali-kali ia menggigit bibirnya untuk meredam rasa sakit yang ia rasakan.

Tak terasa mobil yang membawa mereka sudah sampai di gerbang rumah besar dan mewah dengan pagar besi menjulang tinggi ke atas.

Gio memarkirkan mobilnya di pekarangan rumah dengan asal, Gio keluar dari dalam mobil lalu membukakan pintu untuk Zea dengan kasar.

"Turun..!" Titah Gio menarik tubuh Zea keluar dari mobil dengan kasar.

"Kau harus diberi pelajaran karena sudah melunjak kepada suamimu sendiri," ujar Gio. Pria itu menarik tangan Zea dengan kasar, Zea tidak bisa menyamakan langkah lebar milik Gio, ia berjalan terseok-seok mengikuti langkah Gio yang membawanya entah kemana.

Zea merasakan kepalanya terus berputar, Zea memejamkan matanya namun rasa sakit di kepalanya semakin bertambah sakit. Ia tidak bisa menahannya hingga pada akhirnya ia ambruk juga jatuh ke lantai.

Gio kaget saat menyadari Zea yang sudah tak sadarkan diri. Ia pun langsung membungkukkan badannya lalu menampar kecil pipi Zea untuk menyuruhnya bangun.

"Hei.....bangunlah!" Ucap Gio berulang kali.

"Apa kau berpura-pura supaya bisa menghindari siksaan ku kali ini? cih......wanita licik!" Cibir Gio.

Tapi makin lama Gio perhatikan, Zea memang seperti orang yang benar-benar pingsan. Wajahnya begitu pucat pasi bahkan deru nafasnya terdengar sangat berat sehingga membuat Gio mulai panik.

"Bangunlah, jangan pura-pura!"

"Ah....sial, sepetinya dia memang sedang sakit!"

Gio akhirnya mau tidak mau harus membopong tubuh Zea untuk membawanya ke kamar.

Setelah merebahkan tubuh Zea diatas ranjang miliknya, Gio langsung saja merogoh saku celananya. Dia berniat ingin menghubungi Dokter Andre agar bisa ke rumahnya.

Setelah menunggu sekitar tiga puluh menitan, Dokter Andre datang dan langsung memeriksa keadaan Zea.

Beberapa saat kemudian, pemeriksaan terhadap Zea selesai, Gio dengan raut wajah datar bertanya kepada dokter Andre penyebab istrinya jatuh pingsan.

"Bagaimana dengan keadaannya, Ndre?" tanya Gio.

"Istrimu baik-baik saja, Gio. Sudah biasa pasti efeknya akan seperti ini."

"Apa maksudmu?"

Dokter Andre tersenyum kecil sembari menjabat tangan Gio. Membuat Gio sedikit keheranan.

"Selamat, kau sudah menjadi ayah sekarang!" Ucap dokter Andre sontak membuat Gio terkejut.

"A-apa dia hamil?" Tanya Gio mengulangi perkataan dokter Andre.

Dokter Andre menganggukkan kepala seolah membenarkan apa yang dikatakan oleh Gio.

Sedangkan Gio matanya melebar saat dokter Andre membenarkan pertanyaannya. Tidak ada raut bahagia terpancar dari wajahnya yang ada hanya ekspresi terkejut seolah tidak percaya dengan dengan kenyataan yang sebenarnya.

"Ti-tidak mungkin, tidak mungkin dia hamil!" sanggah Gio seraya menggeleng tak percaya.

"Apanya tidak mungkin, bukankah seharusnya kau sebagai suami senang jika istrimu hamil?" tanya Andre kebingungan.

Tapi Gio hanya diam tertegun seolah seperti orang yang menerima kabar buruk saja.

Dokter Andre yang melihat sikap Gio pun tidak ambil pusing, ia pamit pergi setelah memberikan obat-obatan serta vitamin yang harus Zea konsumsi.

Gio menggeleng tegas pertanda ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa wanita yang ingin ia hancurkan hidupnya malah mengandung darah dagingnya.

Gio mengalihkan pandangannya melihat Zea yang terbaring lemah di atas kasur dengan mata yang masih terpejam.

Amarah dan benci dalam diri pria ini semakin menjadi-jadi. Ia bertekad untuk tidak memberitahukan kabar kehamilan Zea kepada keluarga besarnya dan dia akan menyuruh istrinya untuk menggugurkan janin tersebut.

Gio benar-benar tidak Sudi jika ia harus memiliki keturunan dari rahim wanita yang sangat ia benci.

"Hanya satu kali dan itupun ketidaksengajaan, kenapa bisa langsung jadi?" Tanya Gio pada diri sendiri.

Terpopuler

Comments

Noor Sukabumi

Noor Sukabumi

km tuh manusia p iblis sih gio gedeg bnget sumpah

2023-04-21

0

Zuli Ana

Zuli Ana

lanjut Thor

2023-04-20

0

Fitri

Fitri

waduh terbuat dari apakah hatinya Gio kk 😏 kk keren 😍😍

2023-04-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!