"Seperti ini cara kau berbicara dengan pimpinan? Angkat kepalamu, aku disini bukan dilantai." Ucapnya kasar saat melihat Jeni menunduk.
Alangkah terkejutnya Jeni saat melihat kearah laki-laki yang menjadi bosnya tersebut. Seorang CEO dengan wajah yang sangat tampan dilengkapi dengan lesung pipi disebelah kirinya.
"Tampan sekali atasan ku ini," batin Jeni sambil mengigit bibir.
"Apakah pakaian mu memang seperti ini?" Tanya Gio.
"Em.....pakaian saya kenapa, pak?" Tanya Jeni balik.
"Ciiih.......masih bisa bertanya kenapa? Kau mau pergi bekerja atau mau pergi ke tempat club?" Tanya Gio saat melihat penampilan Jeni yang cukup seksi sehingga menampakan sedikit belahan dadanya.
"Saya rasa pakaian saya sudah pantas, pak. Tidak ada yang salah." Kata Jeni sambil tersenyum.
Gio mendengus kesal.
"Sudahlah, sekarang kau pergi dari ruanganku! Biar Dion nanti yang mengarahkan pekerjaan mu harus apa nantinya!" Ujar Gio.
Jeni mengangguk tanda mengiyakan. Wanita itu pun kemudian pergi dari ruangan Gio.
Sementara Dion masih berada di ruangan Gio.
"Dion, dapat dari mana kau orang seperti dia?" Tanya Gio.
"Hem......dia adik sepupu ku yang baru saja pindah ke kota ini, Gio. Kebetulan juga dia butuh pekerjaan jadi ku suruh saja dia melamar di kantormu." Jelas Gio.
Gio mendengus. "Untung dia sepupumu, kalau tidak dia tidak akan ku terima bekerja disini." Kata Gio.
"Memangnya kenapa dengan dia, Gio?"
"Kelihatan sekali jika dia tidak sopan kepadaku." Ucap Gio.
"Kalau begitu aku akan memintanya untuk lebih sopan lagi terhadapmu nanti." Ujar Gio.
"Baguslah! Kau boleh pergi!"
Jam makan siang tiba namun Gio belum keluar juga dari ruangannya hingga membuat Jeni gelisah.
"Hampir jam satu siang tapi kenapa dia belum juga keluar." Ucap Jeni.
Jeni pun memutuskan untuk pergi ke ruangan Gio.
"Pak, sudah waktunya makan siang." Ucap Jeni mengingatkan.
Gio sekilas melirik ke arah Jeni lalu kembali melanjutkan pekerjaannya, kedua mata pria ini hanya terfokus pada layar komputer di hadapannya. Jeni yang merasa jengkel pun kembali bersuara.
"Pak, ini sudah hampir jam satu siang. Apa Pak Gio tidak merasa lapar?" Tanya Jeni.
"Apa matamu masih berfungsi? Kau tidak lihat aku sedang sibuk?" Tanya Gio dengan suara sedikit meninggi.
Senyum Jeni yang semula lebar kini berubah jadi masam menahan kecewa.
"Maafkan saya pak. Seharusnya Pak Gio tidak usah berkata kasar seperti itu!" Ucap Jeni.
"Kau hanya babu di perusahaan ku jadi, kau tidak usah mengaturku!" Ucap Gio dengan suara dingin.
"Maafkan saya pak, kalau begitu saya permisi!" Ucap Jeni.
"Satu yang harus kau ingat, jangan pernah masuk jika bukan aku yang memanggilmu dan ada pekerjaan yang mendesak." Ucap Gio.
"Baik pak," Jawab Jeni.
Wanita ini pun keluar dengan perasaan kesal.
"Aku masih bisa memaafkan mu karena kau tampan. Hari ini kau memang dingin padaku tapi lihat besok, akan ku buat kau mengejar-ngejar ku." Batin Jeni.
Lain halnya dengan Zea, wanita ini kedatangan tamu yang tak lain adalah Davian, kakak iparnya.
"Kak Davian? Ada perlu apa datang ke sini?" Tanya Zea.
"Seharusnya kau mempersilahkan tamu mu ini masuk terlebih dahulu." Ucap Davian.
"Oh, maaf. Silahkan masuk kak!"
Davian pun masuk ke dalam dan duduk di ruang tamu. Mata pria ini berkeliling seperti mencari sesuatu.
"Gio sedang bekerja, kemungkinan sore nanti baru pulang." Ucap Zea yang paham.
"Aku ke sini bukan mencari adikku melainkan aku ke sini untuk memberimu ini." Ucap Davian sambil menyerahkan kantong plastik.
"Apa ini kak?"
"Bukalah!"
Dengan ragu, Zea mengambil plastik tersebut lalu membuka isi dalamnya yang ternyata ada obat salep.
"Salep? Untuk apa?" Tanya Zea.
"Salep itu aku beli dari luar negeri." Jawab Davian. "Kau harus memakainya karena itu ampuh untuk menghilangkan bekas memar di tubuhmu." Sambungnya.
"Terimakasih atas perhatian kak Davian. Aku akan memakainya!" Ucap Zea dengan senyum lebarnya.
"Sama-sama," ucap Davian.
"Aku buatkan minum dulu kak," ucap Zea yang ingin beranjak dari duduknya namun Davian menahannya.
"Duduklah, aku ingin menanyakan sesuatu kepadamu." Ujar Davian dengan wajah serius.
"Apa yang ingin kak Davian tanyakan?" Tanya Zea.
"Kenapa kau bisa menikah dengan adikku?"
Mendapat pertanyaan seperti itu, sontak saja membuat Zea gugup bahkan keringat dingin sudah membasahi dahinya.
"Kami menikah karena Mas Gio harus bertanggungjawab padaku." Jawab Zea tanpa menatap ke arah Davian.
"Bertanggungjawab?" Tanya Davian semakin penasaran.
"Memangnya kak Davian tidak tahu?" Tanya balik Zea.
"Tidak, aku tidak tahu. Jadi kau harus menceritakan apa yang sebenarnya terjadi."
Zea pun menceritakan apa yang sudah terjadi sebenarnya, mendengar cerita Zea, membuat Davian hanya bisa menghela nafas panjang.
"Pasti ada yang menjebak Gio!" Gumam Davian.
"Emh.. Ma-maksud kak Davian, mas Gio telah dijebak?"
"Sepertinya begitu. Pasti ada orang yang ingin menjebak Gio dengan kau sebagai umpannya, Zea."
"Menurutku tidak. Malam itu memang mas Gio mabuk berat dan dia menjanjikan aku sejumlah uang untuk melayaninya." Sahut Zea sambil meremas jari tangannya.
Davian mengerutkan keningnya, pria ini merasa aneh dengan sikap Zea yang mencurigakan.
"Aku heran, kenapa Gio memukulimu sampai babak belur dan mengurung mu di kamar mandi?"
"Dia tidak menerima pernikahan ini." Ucap Zea.
"Meskipun dia tidak menerimanya, seharusnya dia jangan memperlakukan mu seperti itu. Biar bagaimanapun kau isterinya."
"Aku juga tidak mengerti dan aku juga tidak menyalahkan perilaku jahatnya padaku."
"Aku tidak mengerti dengan jalan pikirmu!" Ujar Davian.
"Yah, gara-gara aku dia sampai tidak jadi menikah dengan kekasihnya."
"Kau juga korban di sini."
"Aku tidak mengerti kenapa kak Davian berkata seperti ini!"
"Aku seperti ini, karena aku yakin pasti ada yang menjebak Gio!"
"Sudahlah kak, malam itu Gio benar-benar mabuk dan dia mengajakku untuk melayaninya." Jelas Zea.
"Apakah kalian melakukannya?" tanya Davian membuat Zea tak paham.
"Melakukan apa?" tanya balik Zea.
"Kau bilang kau melayaninya."
"Kak, itu privasi. Tidak seharusnya kak Davian menanyakan hal seperti itu." Ucap Zea yang tak suka.
"Maafkan aku. Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu."
"Iya kak, hati-hati." Ucap Zea.
*
Sore harinya saat Zea sedang bersantai-santai di pinggir kolam renang tiba-tiba saja seseorang mendorongnya dari belakang hingga membuat jatuh ke dalam kolam. Untungnya ia bisa berenang dan segera menepi. Zea melihat Gio yang berkacak pinggang dengan muka masam.
"Hai, bukannya bersih-bersih, kau malah santai-santai di sini. Kau pikir, kau nyonya di rumah ini! Kau itu tidak lebih dari seorang wanita murahan pengincar harta!" Hardik Gio.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Noor Sukabumi
g Ada bosen2nya km ya gio low suruh nyiksa zea kebangetan Amat km jd laki mending km cari tau gih gmn hidupnya anes tanpa km dia senang atw sedih jd km jg terlalu bnyak nyalahin zea
2023-04-16
0