Cinta Aiden - Part 19

Aiden menjemput Rosa, setelah berbasa-basi tidak ada lagi percakapan selama perjalanan. Jika Aiden sedang fokus pada kemudi dan jalan di depan, Rosa bingung harus membuka obrolan. Beberapa hari terpisah kerja membuatnya canggung.

“Aku dengar kamu bertengkar dengan Mai?”

“Apa dia mengadu?”

“Tidak, Pram yang bilang. Apa sekacau itu sampai ….”

“Bukan aku,” sahut Rosa. Gadis itu memang tidak punya dendam apapun pada Mai termasuk kebencian tapi Mai sendiri yang menjaga jarak dan mengibarkan bendera perang.

“Sepertinya dia cemburu, tidak suka saya pernah dekat dengan Pak Aiden. Ketika bertemu di Mall dia menduga kalau kita pacaran,” tutur Rosa.

“Bagaimana kalau benar?”

Rosa menoleh, meyakinkan apa yang dia dengar barusan.

“Maksudnya?”

“Bagaimana kalau kita benar pacaran?” tanya Aiden sambil menoleh juga dan mereka pun bertatapan.

“Pak Aiden serius nembak aku atau hanya pura-pura?”

“Pertanyaan macam apa itu, apa aku terlihat pura-pura.” Aiden masih fokus dengan kemudi, bahkan mobilnya sudah berbelok memasuki kediaman Papanya.

“Jadi?”

“Harus saya jawab Pak? Pak Aiden sudah tahu perasaan saya ke Bapak macam mana, jadi jangan tanya lagi,” keluh Rosa.

“Ayo turun,” ajak Aiden yang sudah melepas seat belt dan mematikan mesin mobil.

Ayu menyambut kedatangan Rosa, Aiden mengekor di belakang Rosa dan Ayu yang mulai asyik membahas hal random.

“Dasar perempuan, kadang topik pembicaraannya tidak sesuai tema,” ujar Aiden. Pria itu menuju lemari es mengambil soda kaleng.

Edwin yang memang sudah pulang lebih dulu, ikut bergabung di meja makan. Sambil menunggu asisten rumah tangga melengkapi meja, keempat orang itu berbincang.

“Jadi, maksud kami mengundang kamu untuk makan malam karena ada hal yang akan Aiden sampaikan,” tutur Edwin.

Rosa yang tidak mengerti apa yang akan Aiden sampaikan bahkan selama perjalanan, Pria itu tidak mengatakan apapun.

“Tentang apa ya? Aku jadi takut,” sahut Rosa.

Ayu tersenyum menatap Rosa dan Aiden bergantian, walaupun dia bukan ibu kandung Aiden tapi Ayu bisa merasakan kalau Rosa bukan pilihan hati Aiden. Wanita itu hanya bisa berharap Aiden bisa menerima Rosa atau ada jalan lain untuk Aiden mendapatkan wanita pilihan hatinya.

“Nanti saja kita bahasnya, sekarang kita makan dulu,” ajak Ayu.

“Ke mana Melody?” tanya Edwin.

“Masih di jalan, sepertinya terjebak macet. Dia baru selesai bertemu dosen,” jawab Ayu.

Aiden melihat Papa dan Bundanya bisa menerima Rosa, jadi Aiden tidak ragu untuk menerima gadis itu. Dia tidak memperjuangkan Cantika karena wanita itu sudah menolaknya.

“Kita bicara di sana saja,” ajak Edwin menuju sofa ruang tamu. Seperti biasa, Ayu dan Rosa membawakan minuman dan cemilan untuk mereka ngobrol. Rosa masih belum tau apa yang akan dibicarakan oleh Aiden, bahkan sejak tadi cukup bertanya-tanya.

Apa Pak Aiden mengajak aku pindah ke perusahaan Pak Edwin ya? Kalau itu sih aku mau banget, Rosa membatin.

“Aiden, sampaikan sekarang!”

“Kami akan datang menemui Orang Tuamu minggu depan,” ungkap Aiden.

“Apa? Bertemu orang tuaku, untuk apa?”

Rosa dan Edwin masih menyimak interaksi Aiden dan Rosa.

“Kita akan bicarakan tentang pertunangan atau lamaran.”

“Tunggu, maksudnya Pak Aiden mau melamar aku?”

Aiden mengangguk pelan.

“Serius Pak?”

“Kenapa kamu merasa Aiden tidak serius?” tanya Edwin.

Rosa menatap Aiden, seakan bertanya apa boleh dia menjawab pertanyaan Edwin, Aiden hanya mengedikkan bahunya.

Gadis itu rasanya ingin melonjak kegirangan mendengar apa yang dikatakan Aiden, bahkan kalau tidak ada dua orang paruh baya di sana Rosa pasti memeluk Aiden.

Saat ini Aiden dan Rosa sudah kembali berada di dalam mobil, Rosa pun meluapkan banyak pertanyaan yang sejak tadi sudah dipersiapkan.

“Pak Aiden, aku masih nggak percaya. Pak Aiden mau melamar aku, memang yakin dan cinta ke aku?”

“Kalau tidak yakin, aku tidak akan lamar kamu.”

“Bagaimana dengan masa lalu Pak Aiden?” Rosa mencoba menahan untuk tidak mengkonfirmasi kepindahan Aiden karena wanita dari masa lalu sudah berada di perusahaan yang sama dengan Aiden.

“Aku sudah berusaha move on.”

...***...

Edwin dua hari ini berada di luar kota, Cantika diminta mendampingi Aiden memimpin rapat tim keuangan. Aiden begitu serius dan berwibawa, bahkan sangat profesional. Cantika pun tidak menyangka kalau pria itu bisa jesih menunggu dan mengharapkan wanita itu.

“Sepertinya, pimpinan divisi sebelum saya terlalu lunak dengan kalian,” pekik Aiden ketika menanyakan laporan untuk beberapa proyek yang sudah selesai tapi belum dibuatkan laporan.

“Aku tidak peduli bagaimana kondisi kesibukan kalian, yang jelas selesaikan dalam minggu ini.”

Aiden pun mengakhiri rapat, Cantika mengekor langkah pria itu menuju ruang kerjanya. Tidak lupa Cantika menyampaikan untuk Aiden menggantikan Edwin menghadapi undangan dari rekan bisnis Edwin.

“Iya,” sahut Aiden.

Cantika menatap Aiden yang menjawab singkat bahkan tanpa menoleh ke arahnya.

“Baik Pak, saya permisi dulu.”

Ketika Cantika berbalik, Aiden menatap punggung wanita itu yang perlahan menjauh.

Apa aku harus tersiksa setiap hari seumur hidupku dengan bertemu denganmu, batin Aiden.

Pria itu menghembuskan nafas lalu bersandar di kursinya, menengadahkan wajah dan menatap langit-langit ruang kerjanya.

Sedangkan di tempat berbeda, Rosa tidak konsen dengan pekerjaannya. Teringat ide Aiden yang akan menemui orangtuanya, untuk membicarakan pertunangan dan kelanjutan hubungan mereka. Rosa sendiri belum menyampaikan pada Ibunya kalau Aiden berniat serius.

[Kami akan datang malam ini] pesan yang dikirim oleh Aiden kepada Rosa.

“Semoga saja Aiden sudah benar move on dan lupa dengan wanita dari masa lalunya.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!