CInta Aiden - Part 10

“Pak Aiden.”

“Hm.”

“Boleh aku tanya sesuatu?” Rosa ragu-ragu bicara pada Aiden.

“Hm.”

Rasanya Rosa ingin memukul kepala Aiden, karena pria itu hanya merespon dengan berdehem.

“Wanita yang datang di acara Pak Edwin dan sempat emosi dengan Pak Aiden, itu siapa? Kekasih Bapak?”

Aiden terdiam sejenak lalu menoleh.

“Maksud kamu Lely?”

“Ah, iya.”

“Lely keponakan Om Indra, orang kepercayaan Papa. Sebelumnya pernah dikenalkan denganku, ya arahnya ingin menjodohkan tapi kami tidak cocok.”

Rosa ber-oh ria walaupun tidak bersuara. Rasa pemasarannya masih belum hilang, kembali bertanya berharap pria itu tidak marah.

“Jadi Pak Aiden pernah dijodohkan?”

“Belum, tapi orang tuaku sering mengatur pertemuanku dengan para wanita. Ada yang putri rekan bisnis Papa atau teman lamanya. Mungkin berharap ada yang bisa lanjut tapi nyatanya tidak.”

“Kenapa Pak? Nggak mungkin kurang cantik ‘kan? Lely aja cantik banget, masa ditolak sih,” ungkap Rosa.

“Rosa, sebagai seorang pria aku tidak munafik mengagumi wanita cantik tapi untuk mencintai wanita dan menghabiskan hidup  juga masa depan, cantik saja tidak cukup.”

“Lalu apa masalahnya sampai Pak Aiden belum bertemu yang cocok?”

Rosa ingin tahu selera dan idaman Aiden, mungkin dia akan berusaha untuk menjadi yang terbaik bagi Aiden. Karena menurut Rosa, hubungannya dengan Aiden jalan di tempat. Tidak ada pergerakan dan kelanjutan yang jelas. Di tambah Aiden akan resign, sudah terbayang kalau mereka akan end sebelum dimulai.

“Karena hatiku belum tergugah.”

“Lalu … ucapan yang Pak Aiden sampaikan mengenai ingin mengenal denganku lebih dekat. Maksudnya apa?” tanya Rosa lirih.

“Ya, aku ingin mengenal kamu lebih dekat. Karena selama kita bekerja dan dekat dalam hubungan profesional aku tidak merasa kamu menyebalkan atau sengaja ingin mendekatiku.”

“Kalau Ibu Mai?”

“Aku professional dengannya, kami murni bekerja. Apa lagi yang ingin kamu ketahui?” tanya Aiden sambil menatap Rosa bahkan saat ini kedua tangannya dilipat di dada.

“Hm, ya penasaran aja Pak. Perempuan itu mudah baper, Pak Aiden bilang begitu ke saya kan kayak ngasih angin segar tapi kalau hanya bertepuk sebelah tangan sebaiknya jangan dimulai pak. Saya nggak mau nanti saya makin cinta tapi bapak malah makin lupa.”

 Aiden mengusap kasar wajahnya dan menghela nafasnya. Dia pun lelah dengan masalah hati dan sudah mencoba membuka hati tapi Rosa belum sepenuhnya dapat diterima.

“Hatiku memang pernah terisi dengan seseorang dari masa lalu, walaupun sampai sekarang belum hilang sepenuhnya tapi aku mencoba realistis untuk mencoba membuka hati dan aku sedang usahakan itu. Kamu boleh memilih sabar atau berhenti sabar menunggu, karena aku pun sedang berusaha untuk bisa menerima orang lain di sini,” ujar Aiden sambil menepuk dadanya.

.

.

“Aku harus ke kantor Papa, kamu pulang naik taksi saja,” titah Aiden yang sudah berdiri di depan meja Rosa.

“Tidak usah Pak, saya biasa naik angkutan umum dan ….”

“Tidak ada penolakan, ayo,” ajak Aiden.

“Seriusan Pak, saya nggak masalah kalau Pak Aiden mau pulang duluan.”

Aiden melirik jam tangannya, “Saya hitung sampai ….”

“Iya, iya,” sahut Rosa yang langsung membereskan meja kerjanya, termasuk juga memastikan komputernya sudah mati.

Aiden menunggu sampai Rosa masuk ke dalam taksi baru beranjak menuju parkiran. Mesin mobil dihidupkan saat ponselnya kembali berdering, panggilan dari perusahaan Edwin.

“Halo, Pak Aiden.”

“Hm.”

“Saya hanya mengingatkan kalau Pak Edwin ....”

“Iya, ini dalam perjalanan,” sela Aiden.

Beruntungnya Aiden tidak terjebak macet, hanya dua puluh menit dia sudah sampai di perusahaan Papanya. Saat di lobby dia sempat membaca pesan yang dikirimkan oleh Rosa.

[Pak Aiden, saya sudah sampai di rumah dengan selamat]

[Hm] balas Aiden.

Rosa kembali membalas pesan Aiden.

[Pak Aiden nggak bisa ketik pesan yang agak panjang, kalau menjawab pendek kan udah biasa, masa ngetik juga pendek]

[Hmmmmm] balas Aiden lagi.

[Untuk aja atasan aku, kalau nggak udah aku pecat] balas Rosa lagi.

Aiden tersenyum, kemudian kembali membalas pesan Rosa.

[Pecat sebagai apa?]

[Hmmmm] Rosa membalas dendam lewat pesan.

Aiden pun tiba di lantai ruangan Edwin. Meja sekretaris Edwin terlihat kosong, dia pun langsung menuju pintu dan mengetuknya.

“Duduklah!” titah Edwin saat melihat Aiden. “Kamu lihat berkas itu, laba perusahaan tiga tahun terakhir. Papa mau dengar pendapat kamu.”

Aiden meraih map tersebut dan membuka lembaran yang ada, ada seseorang masuk ke dalam ruangan terdengar suara langkah sepatunya.

“Ini Pak.”

Suara wanita.

“Ah Iya. Cantika, saya masih ada urusan dengan anak saya. Tugas kamu kalau sudah selesai, boleh langsung pulang.”

Deg.

Aiden terdiam mendengar nama itu lagi.

Apa ini sekretaris Papa yang baru? Namanya Cantika.

“Baik, Pak. Saya permisi.”

Aiden mengalihkan pandangannya pada wanita yang sudah berjalan menjauh, dia hanya bisa melihat punggung dari wanita itu.

“Pah, dia ….”

“Sekretaris Papa yang baru. Baru dua mingguan, tapi kerjanya bagus.”

Aiden mengusap wajahnya, memandang ke arah pintu lalu beralih ke Papanya yang masih fokus dengan pekerjaannya. Ingin sekali Aiden beranjak untuk melihat dan memastikan wanita itu, wanita yang bernama Cantika.

Namun, Aiden butuh alasan.

Berpikir Aiden, berpikir, batinnya.

“Halo,” ujar Aiden berperan seakan-akan dia sedang menerima panggilan telepon. “Suaramu tidak jelas.”

Aiden beranjak dari kursinya menuju pintu.

“Apa ….”

Klek.

Aiden berdiri di depan pintu menatap ke arah wanita yang sedang merapikan mejanya. Tidak terlihat wajah wanita itu karena posisi Aiden ada di samping meja dan wanita itu sedang menunduk.

“Kamu ….”

Wanita itu menoleh dan … tersenyum.

Deg.

Cantika, dia memang Cantika. Tahi  lalat di wajah serta lesung pipi, seakan menunjukkan wajah dewasa dari Cantika remaja kekasih hatinya.

“Anda pasti Pak Aiden, saya Cantika sekretaris Pak Edwin.” Wanita itu mengulurkan tangannya dengan senyum terpatri di wajah cantik secantik nama dan wajahnya.

Aiden bergeming masih menatap lekat wajah itu.

“Pak ….” Tegur Cantika.

Aiden menjabat tangan Cantika.

“Cinta Cantika putri Ibu Ayana pernah tinggal di kampung Kenangan,” tutur Aiden yang praktis membuat senyum di wajah itu hilang dan berubah menjadi dahi berkerut.

“Anda ….”

“Ya, aku Aiden. Bocah yang sering menggoda dan mengganggumu. Yang selama ini menunggu dan selalu bertanya kenapa bisa kamu pergi bahkan tanpa mengabariku. Di mana salahku Cantika?”

Cantika pun bergeming tidak menduga jika dia akan bertemu dengan seseorang dari masa lalu dan pernyataan Aiden membuatnya merasa bersalah.

“Maaf, a-ku ….”

“Aiden,” panggil Edwin yang sudah membuka pintu. “Ayo, kita harus melanjutkan diskusi. Papa harus memastikan kamu siap dengan semua ini.”

Aiden melirik Cantika sekilas lalu kembali ke ruangan Edwin.

“Kita belum selesai,” gumam Aiden sebelum menutup pintu.

Terpopuler

Comments

Es Cendol

Es Cendol

aidennn kenapa dgnmu

2023-04-08

0

Sri Ayudesrisya46

Sri Ayudesrisya46

aq hadir thoor, baru lihat.notifikasi cerita Aiden yg emang udah aq tunggu2 tapi kok cerita nya sedih sih thooor?
hati Aiden sudah terpatri nama Cantika bagaimana selanjutnya? kini Cantika sudah ketemu tapi apakah Edwin akan merestui? krn Cantika sudah punya ANAK.
penasaran jadi nya

2023-04-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!