Cinta Aiden - Part 13

[Aku sudah sampai]

Rosa membaca pesan dari Aiden.

“Aku kayaknya pamit, dia udah di rumah sakit,” seru Rosa.

“Hm, hati-hati Ros.”

“Iya, Naila tante pulang ya. Kamu cepat sehat,” ujar Rosa pada Naila yang masih tergolek lemah di ranjang dengan infus dan selang oksigen.

Rosa meninggalkan kamar rawat Naila lalu menemui Aiden yang masih menunggu di parkiran.

“Kita mau ke mana?” tanya Rosa sambil mengenakan seat belt.

“Kamu maunya ke mana?”

“Kalau saya bilang mau ke KUA, gimana Pak?”

“Hm, boleh tapi aku sebagai saksi bukan mempelai,” sahut Aiden sambil terkekeh.

“Nyebelin.”

“Ke mall ya, tujuan normal orang-orang kalau libur atau kencan,” ujar Aiden masih fokus pada kemudi.

Tapi, kita bukan pasangan normal yang lagi kencan.

“Jangan cemberut gitu, nanti kamu bakalan kangen dengan saya yang jutek dan nyebelin loh.” Aiden bicara dengan percaya diri narsis yang tinggi.

Rosa bahkan sampai melakukan ekspresi orang muntah mendengar pria yang di sampingnya terlalu percaya diri.

“Iya juga sih, Bapak tuh kalau nggak cuek, nyebelin, narsis, arogan ….”

“Udahlah Ros, banyak amat cela saya.”

“Tapi bener ‘kan?”

Aiden berdecak. “Kamu berani bilang karena kita udah ngga partner lagi, kalau aku nggak resign aku yakin nggak ada berani kamu bilang begitu.”

“Ya iyalah, nggak akan baik untuk masa depan pekerjaan aku.”

Akhirnya mobil yang dikendarai Aiden sudah terparkir rapi di parkiran basement sebuah mall. Rosa hanya menunggu, Aiden akan mengajaknya ke mana.

“Kita makan dulu deh.”

Saat ini memang sudah waktunya makan siang, Rosa pun setuju dengan ide Aiden. Keduanya sudah berada di meja yang agak sudut dan sedang membuka buku menu. Aiden bahkan sudah menyebutkan menu pilihannya,  Rosa yang bingung hanya menjawab samakan dengan pilihan Aiden.

“Jadi kamu semalam tidur di rumah sakit?”

“Hm, kasihan sepupu aku. Dia rawat anak itu sendirian.”

“Single parent?” tanya Aiden.

“Hm, gimana ya susah juga mengartikan posisinya. Jadi Naila, bocah yang sedang sakit itu bukan anak dari sepupuku melainkan anak kakaknya. Ibu Naila meninggal saat melahirkan Naila.”

Aiden menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan mengenai bocah bernama Naila, ada kemiripan dengan kisahnya yang ditinggal Ibu sejak lahir. Beruntungnya dia mendapatkan sosok Ayu sebagai Bundanya yang sampai sekarang begitu peduli dan tidak membedakan kasih sayangnya.

Obrolan mereka terhenti karena pelayan datang mengantarkan pesanan. Aiden tidak banyak bicara karena menikmati menu pilihannya.

“Yang itu,” tunjuk Rosa.

“Nope, yang ini,” tunjuk Aiden.

Keduanya sudah berada di bioskop, berdebat dengan pilihan film yang akan mereka tonton.

“Ya sudah kita tonton keduanya, tapi pilihanku dulu,” ujar Aiden.

“Ck, ya nggak serulah. Satu judul aja udah hampir dua jam masa mau nonton dua judul.”

“Pokoknya yang ini,” tunjuk Rosa.

Rosa tersenyum, sebenarnya bukan karena judul film pilihannya yang akhirnya memenangkan perdebatan tapi kesempatan bisa jalan dengan Aiden yang cukup langka. Gadis itu membawa cup popcorn dengan ukuran besar, sedangkan Aiden membawa dua botol cola.

Saat film sudah dimulai, Aiden terkikik geli karena alur cerita ternyata membosankan tidak se keren yang Rosa jelaskan dan yang menyebalkan bagi Rosa adalah di tengah cerita Aiden malah tertidur sampai film berakhir.

“Gimana ceritanya?” tanya Rosa ketika lampu studio sudah terang benderang.

“Entahlah, masih menarik mimpi aku dibandingkan film pilihanmu.”

Aiden mengajak Rosa ke arena ice skating.

“Tidak, aku nggak bisa,” tolak Rosa.

“Ayolah, ini lebih menarik dibandingkan film tadi.”

Rosa mencebik lagi-lagi Aiden mengejeknya. Setelah mengenakan sepatu khusus, keduanya sudah berada di arena.

“Pak, saya belum pernah ….”

“Selalu ada pertama kali untuk suatu hal, ayo.”

Rosa hanya berjalan di pinggir arena sambil berpegangan pada pagar pembatas, dia pasti terjatuh jika melepaskan pegangan.

Sedangkan Aiden, sudah melesat sejak tadi. Pria itu sedikit membungkuk saat melaju bahkan lumayan cepat, sesekali tubuhnya meliuk dan berputar.

Aiden sudah berdiri di samping Rosa dan mengulurkan tangannya.

“Ayolah, kamu mau merayap terus di sini seperti bocah yang sedang belajar berjalan.”

“Tapi aku tidak bisa, bagaimana kalau aku terjatuh dan ….”

“Ada aku,” ujar Aiden masih dengan tangan terulur pada Rosa.

Rosa menatap tangan Aiden, perlahan dia menerima uluran tangan pria itu.

“Percayakan padaku,” seru Aiden yang mulai berjalan. Rosa memekik saat mereka mulai meluncur cepat.

“Pak Aiden pelan ….”

Aiden tertawa melihat Rosa yang panik dan ....

Bugh.

Rosa terjatuh begitupun Aiden karena tangan keduanya sedang terpaut. Aiden terkekeh lalu perlahan berdiri dan mengulurkan tangannya lagi.

“Aku percayakan nasibku dan terjatuh,” ejek Rosa.

“Itu namanya pelajaran hidup. Life is never flat.”

Rosa pun mengajak Aiden mengakhiri permainan mereka. Rosa menunggu Aiden di depan toilet, gadis itu memastikan pandangannya melihat seseorang yang begitu dikenal.

“Ibu Mai,” gumam Rosa. “Kalau dia lihat Pak Aiden, pasti kacau deh. Pak Aiden akan dimonopoli.” Rosa memastikan arah yang dituju oleh Mai, dia akan mengajak Aiden ke arah sebaliknya agar tidak bertemu dengan wanita itu.

Rosa terkejut karena Aiden menepuk bahunya.

“Sudah Pak, ayo kita ke sana.” Rosa menarik tangan Aiden berjalan bergegas ke arah berlawanan dengan Mai.

“Mau ke mana sih, buru-buru amat.”

“Dari pada ketemu dengan nenek sihir,” gumam Rosa yang kemudian mengajak Aiden menuju kedai dessert.

“Acara semalam gimana?” tanya Rosa penasaran setelah tadi melihat Mai.

“Semalam?”

“Hm.”

“Biasa aja,” sahut Aiden.

Pesanan desert keduanya sudah diantar, Rosa belum puas dengan jawaban Aiden. Bagaimana mungkin biasa saja, sebagai sesama wanita Rosa tahu kalau Mai juga memiliki perasaan terhadap Aiden.

“Biasa aja, versi Pak Aiden itu kayak gimana?”

“Ya, biasa. Semua minum, bahkan ada yang ikut bergoyang. Pram pesan banyak minuman, sebagian mabuk dan begitulah.”

“Pak Aiden nggak berakhir di ….”

“Tidak. Aku cukup mawas diri untuk tidak mabuk tadi malam.”

Rosa menganggukkan kepalanya, paling tidak dia percaya kalau pria dihadapannya tidak mabuk. Karena kalau semalam Aiden mabuk tidak mungkin dia bisa lincah ber ice skating.

“Walaupun ada yang akhirnya melakukan one night stand, tapi itu di luar tanggung jawabku.”

Rosa mendengarkan Aiden menceritakan kegiatan semalam. Baru kali ini dia mendengar pria itu bicara cukup panjang dan lama. Biasanya hanya perintah dan kalimat singkat tapi hari ini Aiden terlihat berbeda.

Bahkan Rosa melihat Aiden tertawa lepas dan terbahak. Tanpa Rosa ketahui jika ada rasa bahagia di hati Aiden karena pria itu telah menemukan Cantika yang bisa membuatnya menentukan sikap untuk masa depan.

“Aiden.”

Aiden dan Rosa menoleh.

Yah, nenek sihir mengacaukan segalanya, batin Rosa.

“Kalian janjian?” tanya Mai pada Aiden dan Rosa.

“Hm,” sahut Aiden sambil menyuap dessert miliknya.

Mai tersenyum sinis, “Jangan bilang kalau kalian ….”

 

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

BERARTI NAILA KPONAKN CANTIKA

2023-06-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!