Kelas X-2.
GEBRAAKKKK!! Vivian mengagetkan seisi kelas dengan membantingkan pintu karena saking semangatnya ingin membagikan informasi penting pada teman sekalasnya, beragam ekspresi terkejut ditunjukan oleh teman-temannya.
Anha yang tengah mengukir lipt tint dibibir membuat tangannya bergerak sendiri hingga membuat garis panjang melebihi bibirnya, Yerim memuncratkan kembali minumannya yang belum sempat ia telan hingga menyembur membasahi wajah Hanyoora yang tengah mentouch up make up nya, begitupun dengan temannya yang lain yang tak bisa di sebutkan satu-satu hehe.
“sorryyyy..” Vivian berjalan perlahan ke tengah kelas bersiap untuk menyampaikan informasi.
“HEYYY!! tak bisakah kau membuka pintu dengan cara yang normal ?!” seru Rene salah satu teman sekalas Vivian yang juga memiliki temperament yang buruk seperti Andheera.
“iya nih, berlebihan sekali, gak sekalian kau hancurkan atap dan muncul dari sana.” sambung anak yang lain bernama Lucas ikut kesal karena kelakuan Vivian, mendengar keluhan itu Vivian tak ambil pusing, ia malah nyengir bersiap untuk menyampaikan informasi penting di depan kelas.
“memangnya ada informasi apa?” Tanya Anha sembari mengahapus liptintnya dengan tisu basah.
“okee sorry sorry, Informasi kali ini adalah kita gakan jadi latihan mingguan Wohooo yeeeaah!!” serunya dengan penuh exited kemudian disambut dengan sorakan gembira dari teman-teman sekelasnya.
“UUUHUUUUU YEEEAAAH !!!” seru teman-teman sekelasnya kompak.
Karena memang tak begitu mengharapkan adanya latihan mingguan, sudah terlalu banyak PR serta Proyek kerja kelompok dari mapel yang lain, adanya latihan mingguan sejarah membuat mereka semakin tertekan karena banyak yang harus di pelajari.
Apalagi pelajaran sejarah yang notabenenya harus menghafal, ada yang bilang jika sejarah itu hanya untuk di kenang bukan untuk diingat hhahahaa.
Untuk menunjukan rasa syukur, mereka semua melemparkan buku tulis, kertas dan apapun yang ada di atas meja mereka sembari bersorak kegirangan. Setelah menyampaikan informasi Vivian pun ikut bergabung dengan teman-temannya melempar buku latihan dan lainnya hingga mengenai Anha yang tak ingin perduli dengan aktivitas teman-temannya, ia lebih memilih duduk diam sembari membereskan beberapa alat make up nya ke dalam pouch.
“memangnya bu Karen kemana?” Tanya Anha pada Vivian yang tengah asyik merayakan kebebasannya.
“bu Karen ga masuk karena diare itu yang ku dengar hhehee.” jawabnya sembari nyengir.
“latihannya kan bukan ditiadakan, hanya ditunda.” gumam Anha seraya memasukan pouch make up ke dalam ranselnya.
“setidaknya minggu ini kan bebas aahhhahahahhaha yuuhuuuu!!!” seru Vivian lagi kemudian melanjutkan tingkah konyolnya bersama teman-temannya yang lain.
1 jam berolah raga membuat Andheera sangat kelelahan dan ingin meminum yang segar-segar, Andheera memutuskan untuk pergi ke Chimi cafe, sepertinya sudah lama ia tak ke Kafe milik temannya itu sejak pertengkarannya dengan Vivian beberapa waktu lalu.
Chimi café.
Begitu Andheera membuka pintu, ia sudah mendapati Hani tengah membantu karyawannya untuk merapihkan sebuah meja yang baru saja ditinggal oleh pengunjungnya, dengan senyum manis Hani menyambut kedatangan Andheera.
“hay, kak Hani.” Sapa Andheera yang menghampiri Hani (manager café sementara sebelum Vivian cukup dewasa untuk bisa mengambil alih café milik orang tuanya.
“kau bolos lagi?” tebak Hani lalu berjalan ke belakang untuk menaruh lap, sedangkan Andheera mengikuti langkah Hani untuk memesan minuman di kasir.
“hhehee, (Andheera hanya nyengir menanggapinya)
aku ingin Ice Americano 1.” pinta Andheera pada karyawan Hani yang bertugas menerima pesanan seraya mengeluarkan uang dari saku celananya lalu membayarkannya.
“baik kak, ditunggu sebentar.” ujarnya ramah lalu membuat pesanan Andheera setelah menerima uang dari pelanggannya.
“biar saya saja yang buat.” kata Hani pada karyawannya kemudian membuatkan pesanan yang Andheera minta.
“baik bu.” respon karyawannya kemudian kembali ke posisi nya di depan kasir.
Beberapa menit menunggu akhirnya pesanan Andheera sudah siap, Hani langsung memberikan Ice Americano pada Andheera yang masih berdiri di depan kasir.
“okee makasih Kak Hani.” Andheera menerima pesanan nya lalu berjalan menuju meja yang kosong.
Melihat Andheera duduk sendirian di pojokan, Hani merasa tidak tega ia pun berinisiatif untuk menemani gadis penyendiri itu, setelah membuat minuman untuk dirinya sendiri, Hani berjalan mendekati meja Andheera sembari membawa minuman miliknya.
“kau ada masalah? Itu tanganmu kenapa?” Tanya Hani mengawali pembicaraannya kemudian menaruh minumannya diatas meja.
“tidak, aku hanya ingin bolos saja dan luka ditanganku ini aku dapatkan saat aku terjatuh dalam pelajaran olahraga.” jawabnya sembari mengaduk minumannya dengan sedotan.
“kau habis jogging?” Tanya Hani lagi.
“hmm..” respon Andheera sembari menyedot minumannya.
“sudah lama sekali yaa, sejak kau berteman dengan Vivian, bisakah kau terus bersamanya.” pinta Hani kemudian meneguk minuman miliknya.
“tiba-tiba? Kenapa bilang seperti itu.” Andheera yang tak mengerti dengan maksud perkataan Hani.
“kakak tak bisa selamanya disini Andheera, jika menikah nanti, kakak harus ikut suami kakak pindah ke Yogyakarta. Kakak tak perlu khawatir kan, karena Vivian memiliki teman setia sepertimu.” Hani menjelaskan lalu menaruh kembali gelas minumannya ke atas meja.
“Vivian memiliki banyak teman kak, dia tak mungkin kesepian.” paparnya sembari terus menyedot minumannya.
“tapi hanya kau teman special bagi vivian.” kata Hani lagi berusaha memberitahu Andheera jika hanya dialah yang dibutuhkan Vivian.
“setelah lulus SMA mungkin aku juga akan pergi kak Hani, aku akan melanjutkan studyku di Korea, jika memungkinkan aku tak akan kembali lagi.” Jelasnya lalu menaruh minumannya kembali ke meja.
“apa Vivian sudah tahu?” tanya Hani sedikit terkejut.
“belum, aku akan bilang nanti saat waktunya tiba.” jawab Andheera sembari mengalihkan pandangannya keluar Kafe.
“kau tahu Vivian sangat menyayngimu, jika dia tahu kau akan pergi jauh bagaimana dengan perasaannya dia akan merasa kehilangan bukan.” Hani mencoba membujuk Andheera agar memikirkan kembali akan rencananya untuk melanjutkan pendidikan diluar Negeri.
“aku sudah merencanakannya dari awal masuk SMP, aku ingin pergi dari Negara ini dan memulai kehidupan baru disana, ayahku juga mendukung keinginanku.” Andheera mengambil ponsel di celana lalu memainkannya, mengobrol panjang dengan Hani membuatnya merasa sedikit bosan.
“Vivian?” Hani mengingatkan 1 nama.
“awalnya mungkin terasa berat untuk Vivian, tapi seiring berjalannya waktu dia akan terbiasa, karena dari dulu dia selalu dikelilingi oleh teman-teman yang juga menyayanginya, tidak seperti aku yang hanya memiliki dirinya disisiku. Jadi semua akan baik-baik saja, kak Hani.” Andheera bicara sembari mamainkan ponselnya.
“kenapa kau ingin pergi?” tanya Hani yang masih tak mengerti kenapa Andheera bersikeras ingin melanjutkan kuliah di korea padahal universitas di Indonesia pun tak kalah bagusnya.
“aku ingin meninggalkan kenangan buruk ku disini dan memulai kehidupan baruku yang indah disana.” Katanya datar seraya menurunkan ponsel untuk memberikan senyum penuh arti pada Kak Hani.
“baiklah, kakak takan menahanmu hanya saja beritahukan Vivian secepatnya.” akhirnya Hani mengalah dengan menghormati keputusannya.
Meskipun hal itu akan membuat Vivian merasa sangat kehilangan nantinya, karena Hani tau benar bagaimana perasaan Vivian pada Andheera, Vivian sudah menganggap Andheera seperti keluarganya sendiri.
“hmm,” Andheera kembali terfokus pada ponsel dan mengacuhkan kak Hani.
“apa sih yang kau lihat di ponselmu, serius banget? Sampai mengabaikan kakak disini.” gumam Hani merasa diabaikan oleh Andheera.
“hanya foto-foto idolaku, tampan kan mereka.” sembari tersenyum lebar Andheera menunjukan foto idolanya pada Hani, tak bisa berkata-kata Hani hanya menggelengkan kepalanya.
***
Kafetaria SMA Kirin school Jakarta.
“Vivian.. selesai makan, kutunggu ya di atap.” Ujar Brian setengah berbisik yang melewati meja tempat Vivian makan bersama teman-temannya sembari membawa wadah makan yang sudah habis.
“ciiieeee.. ciieee.” Hanyoora menggoda Vivian membuat wajah Vivian mulai memerah karena salah tingkah.
“kalian pacaran?” Tanya Yerim polos sembari mengunyah makanannya.
“jelaslah, apalagi kalau bukan pacaran mereka mau mengobrol di atap berdua hhahaa!” saut Hanyoora semakin membuat Vivian tak nyaman.
“hati-hati Fans club Kak Brian ganas-ganas lho.” Anha mengingatkan kenyataan yang tak boleh Vivian lupakan.
“oiia, ngomong-ngomong tentang Fans club nya Kak Brian, ketua nya itu Kak Nuran kan? aku dengar Kak Nuran dengan geng pada bonyok gitu kayak habis kena pukul, cuma Kak Nuran bilang dia hanya jatuh dari tangga” Yerim kembali nimbrung meski dimulutnya masih penuh dengan makanan.
“kau dapat berita itu darimana?” tanya Hanyoora tampak sangat penasaran.
“dari temanku dikelas lain kemarin dia ngeliat kak Nuran keluar dari UKS dengan wajah penuh lebam.” kata Yerim lagi.
3 detik kemudian mereka bertiga serempak memandang ke arah Vivian, yang juga penuh lebam di wajahnya, mereka memandangi Vivian dengan penuh kecurigaan berharap Vivian akan jujur, dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
Vivian nyengir sebelum mengumpulkan keberanian untuk jujur pada teman-temannya, karena Vivian merasa teman-temannya dapat dipercaya.
“aammm, Nuran’s geng membuly Andheera, aku melakukan itu untuk melindungi diri dan menyelamatkan Andheera.” jelasnya diakhiri dengan senyuman yang dipaksakan.
“jadi Andheera sakit karena dipukuli Nuran’s geng?” seru Anha sebagai ketua kelas ia memiliki kewajiban untuk melindungi teman-temannya.
“emmm..” Vivian ragu untuk menjawab, kenyataannya memang Andheera membolos karena malas sekolah.
“waaah ini tak benar, kita harus melaporkannya pada Pak Alde!!” tambah Yerim sembari menggebrak meja menunjukan kemarahannya.
“tenanglah..” Vivian mencoba menenangkan teman-temannya karena tak ingin menjadi pusat perhatian.
“Hey!! bagaimana kita bisa tenang, di sekolah kita tidak boleh ada korban pembullyan, apalagi korbannya teman sekelas kita, memang sih Andheera sangat menyebalkan, tapi tetap saja sebagai teman sekelas kita tak boleh tinggal diam. Benarkan ketua kelas, bagaimana menurutmu?” gerutu Hanyoora yang ikut menyuarakan kekesalannya.
“iyaa menurutku juga kasus ini harus diproses tidak boleh dibiarkan begitu saja.” tegas Anha.
“jika kalian melaporkannya pada pak Alde, aku juga akan ikut terlibat dan dihukum.” Vivian menjelaskan situasi dirinya yang juga akan dirugikan jika masalah pembullyan itu terungkap, karena kesalahan Vivian bukannya langsung melaporkan malah membabi buta menghajar Nuran’s geng.
“benar sih, tapi bagaimana dengan ketidakadilan yang dialami Andheera sampai dia sakit dan tak bisa sekolah.” Hanyoora terkekeh.
“dia sudah lebih baik, lukanya tak terlalu parah, kan keburu ada aku yang menyelamatkannya, hhehee.” dusta Vivian agar teman-temannya mengurungkan niatnya untuk melaporkan kejadian pembullyan pada Pak Alde.
Mendengar kalimat terakhir Vivian, yang mengatakan kondisi Andheera baik-baik saja, akhirnya teman-teman vivian mulai luluh serta berhenti memperdebatkan masalah pembullyan yang dialami Andheera.
“baiklah kalau kau bilang begitu, tapi jika nanti terjadi lagi kita harus melaporkannya.” kata Anha tak ingin mentolelir lagi jika pembullyan itu terjadi kembali.
“ii..iyaa iyaa.” respon Vivian memaksakan tersenyum.
Padahal dalam hatinya, ‘hhahaa jika Andheera mendengar ini mungkin dia akan tertawa.’ mengingat Andheera bukan gadis lemah seperti teman-temannya bayangkan, malah sebaliknya Andheera bisa menghabisi puluhan preman sekaligus.
“kasian sekali Andheera jika luka lebam mu sebanyak ini, bagaimana dengan Andheera yang sudah dibully lebih dulu, hikss..” ujar Yerim sembari memegangi wajah Vivian dengan kedua mata yang mulai berkaca-kaca.
Lagi-lagi Vivian hanya bisa nyengir mendengar rasa kepedulian dari Yerim temannya yang polos juga lugu, bukan maksud Vivian untuk membohongi teman-temannya, namun semua sudah terlanjur terjadi karena mereka yang menyimpulkannya sendiri, Vivian hanya bisa mengiyakan saja.
Setelah selesai makan Vivian lebih dulu pergi karena sudah ada janji untuk menemui Brian di atap,
“bagaimana reaksi mereka kalau tahu semua luka lebamku disebabkan oleh pukulan Andheera, hhahaaaa, mereka malah menyalahkan orang lain.” Gumam Vivian yang berjalan menaiki tangga menuju atap.
Di atap, tampak Brian tengah berdiri bersandar di pagar sembari memainkan ponsel, Vivian berjalan menghampiri Brian lalu berdiri disampingnya, tak berani menatap langsung wajah Brian, gadis itu memilih membelakangi Brian dan memfokuskan pandangannya pada teman-temannya yang tengah bermain basket dilapang bawah.
“sory.” kata pertama yang terlontar dari Brian.
***
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments