Sebelumnya …
Dikantin beberapa menit sebelum Andheera datang ke meja Vivian, ternyata Brian sudah lebih dulu menyapa Vivian.
“kau sengajakan mendaftarkan diri ke sekolahku?” tak ingin berbasa-basi Brian langsung pada intinya.
“memangnya ada yang salah jika aku mengikutimu kesekolah ini?” Vivian menatap kedua mata Brian dengan tatapan yang tajam.
“Vivian, kau benar-benar tak tahu malu yaa, setelah kau meninggalkanku waktu itu kau fikir bisa kembali padaku seperti tak terjadi apa-apa, hhahaa. Dan 1 hal lagi, kupastikan perjodohan kita tak kan pernah terjadi, bilang pada kakekmu saat nanti aku dewasa aku akan melunasi semua hutang ayahku, dan kakekmu, tak perlu lagi berinvestasi pada hotel ayahku.” Brian menegaskan dengan penuh percaya diri.
“kau fikir hal itu akan terjadi.” Vivian meremehkan Brian membuat Brian tak mampu mengendalikan kata-katanya lagi.
“hey, jangan berlagak kau bisa memiliki apapun yang kau mau hanya karena hidupmu sudah berubah sekarang, kau harus ingat darimana kau berasal Vivian!” kalimat terakhir Brian benar-benar mampu menusuk jauh kedalam hati Vivian.
Brian pun pergi meninggalkan Vivian yang hampir menangis dan disaat yang tidak tepat Andheera datang kemudian duduk di depannya malah semakin membuat emosi Vivian tak tertahankan.
***
Sementara itu di taman, Tsuyu masih tetap menunggu Andromeda dibangku taman, keraguan terus menyelimuti fikiran Tsuyu namun hati kecilnya tetap tak ingin menyerah begitu saja ia percaya Andromeda akan datang meski sedikit terlambat.
Tak lama Tsuyu merasa ada tetesan air yang perlahan membasahi tubuhnya, seolah tak ingin bersahabat dengan Tsuyu cuaca yang sedari tadi begitu cerah kini berubah menjadi kelam seiring dengan hati Tsuyu yang mulai ingin menyerah.
Tsuyu mencoba bangkit dari tempat duduk sembari menghangatkan diri dengan terus memeluk dirinya sendiri, ia merasa aneh tiba-tiba air hujan tak lagi membasahinya ketika ia mendongak ke atas perasaan haru, bahagia bercampur aduk, Tsuyu melihat Andromeda yang tengah memayunginya.
“seharusnya jika aku tak datang dalam waktu satu jam, kau tak perlu terus menunggu Tsuyu.” Andromeda merelakan punggungnya sedikit basah untuk memayungi tsuyu.
“jika aku menyerah hari ini, aku mungkin tak kan pernah bertemu lagi dengan kak meda, lagipula ini hanya gerimis.” lirihnya seraya menundukan kepalanya.
“kau tak bisa membedakan hujan dan gerimis? kenapa kau terus seperti ini Tsuyu, aku tau kau hanya sekedar penasaran denganku bukan kau benar-benar menyukaiku.” Ujar Andromeda sedikit kesal karena sikap Tsuyu yang keras kepala.
“bagaimana jika aku benar-benar menyukaimu?” Tsuyu menatap kedua mata Andromeda untuk menunjukan kesungguhannya.
“kau bahkan lebih muda dari adikku Tsuyu, bagaimana mungkin aku berkencan denganmu.” Andromeda terus mengelak.
“kalau begitu hanya tunggu aku, aku akan kembali setelah aku dewasa dan layak untuk kak meda.” Tsuyu berusaha meyakinkan Andromeda yang terlihat kebingungan dengan pernyataan cinta yang tiba-tiba dari gadis mungil itu.
“aku akan pindah sekolah ke Inggris untuk waktu yang lama mungkin sampai aku lulus kuliah. Bisakah sampai saat itu kak meda menungguku?” pinta Tsuyu dengan penuh harap Andromeda benar-benar bisa melihat kesungguhannya.
“kenapa tiba-tiba?” tanya Andromeda seraya mengernyitkan dahinya.
“entah, ayahku yang mengirimku kesana aku tak bisa bertanya alasannya kenapa, hanya bisa menjalaninya saja, karena sedari dulu baik aku maupun kakakku tak memiliki hak untuk memilih jalan hidup kita sendiri.“ Tsuyu mencoba untuk terlihat tegar meski air matanya tak bisa lagi ia tahan.
Melihat Tsuyu yang seperti ini hati Andromeda mulai goyah, selama ini Andromeda tak pernah tahu dibalik sikap Tsuyu yang kasar, angkuh dan urakan ternyata Tsuyu memilki kesulitan yang tak bisa ia tunjukan.
Tanpa sadar Andromeda menarik tangan Tsuyu dan membawa gadis mungil itu ke dalam dekapan dadanya yang lebar sontak membuat Tsuyu terkejut dan senang dalam waktu yang bersamaan.
***
Selang beberapa menit perlahan hujan pun mulai berhenti, Andromeda mengajak Tsuyu berjalan-jalan mengitari taman sembari melanjutkan obrolan nya.
“apa kak meda ingat saat acara awards 1 tahun yang lalu, aku baru masuk ke agensi sebagai trainee dan kak meda masih kerja part time disana, aku melihat kak meda tak hentinya tersenyum melihat kak Ghea memainkan musik Biola hingga akhir pertunjukannya kak meda tepuk tangan sangat kencang, kufikir ‘aah kak meda sangat menyukai seseorang yang bisa bermain biola, apa aku juga harus memulai kembali bermain biola. Jadi aku memutuskan untuk pindah ke sekolah musik di Inggris.” paparnya.
“memulai kembali ? memangnya dulu kau bisa bermain biola?” Tanya meda sembari menutup payung karena hujan sudah bernar-benar berhenti.
“kak meda tak percaya padaku? Hhaha, Instrumen pertama yang kupelajari adalah biola sejak umur ku 3 tahun aku sering melihat pertunjukan biola di TV bersama kakak ku karena dia juga suka musik.
Tak lama ayahku membelikan aku biola kemudian menyewa seorang guru les biola untuk datang kerumahku sampai hampir satu tahun aku mempelajarinya diusiaku yang cukup terbilang sangat muda.” Ceritanya terus berlanjut ditengah cuaca yang semakin mendukung.
“kau masih ingat hal yang terjadi padamu saat usia 3 tahun?” Andromeda merasa ada yang janggal dalam cerita Tsuyu.
“iya tentu aku mengingatnya, karena itu kenangan indah pertama yang kurasakan.” Tsuyu kembali tersenyum bahagia membuat Andromeda tanpa sadar ikut tersenyum. “sebelum keluargaku hancur.” Batin Tsuyu.
“lalu kenapa kau berhenti?” Andromeda mulai menikmati berjalan bersama Tsuyu.
“karena kecelakaan besar membuat satu lenganku patah saraf jari-jariku bermasalah, selama satu tahun aku melakukan rehab agar bisa kembali bermain, namun tak kuduga permainanku sangat kacau sudah tak sebagus dulu, aku sangat frustasi lalu aku menyerah dan tak pernah berfikir untuk bermain biola lagi. Tapi sekarang aku memilki semangat kembali untuk belajar biola, karena kak meda.”
“apa itu sakit?” Andromeda meraih lengan Tsuyu untuk sekedar melihat keadaan lengannya saat ini.
“hhhaha kau tahu, kalau kau bersimpatik karena cerita sedihku ini mungkin aku sudah menceritakanya dari awal, hatimu mudah tersentuh bagaimana jika nanti ada yang menipumu kak meda.”
“tak apa jika itu kau.” Andromeda menghentikan langkahnya untuk mencubit pelan pipi Tsuyu membuat hati tsuyu berada di atas langit, ia benar-benar bahagia saat ini sampai ia meneteskan kembali air matanya.
“apa aku menyakitimu lagi, kenapa kau menangis?”Andromeda khawatir melihat air mata Tsuyu yang lagi-lagi menetes.
“aku sangat sangat bahagia, bahkan lebih bahagia saat aku pertama kali memainkan biola.” ucap nya lirih sembari terus memandangi wajah Andromeda.
Untuk beberapa saat mereka terus saling menatap dan melempar senyuman, kemudian mereka melanjutkan kembali berjalan-jalan sembari bergandengan tangan.
***
Halte Bus.
Tepatnya didalam Busway yang dinaiki oleh Andheera.
Setelah membawa semua penumpang dihalte bus itu melaju kembali, tiba-tiba saja ada perasaan aneh yang Andheera rasakan, jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya, Andheera spontan membuka mata lalu melihat-lihat ke sekitar, Andheera merasa gelisah tanpa alasan kemudian satu nama muncul dalam fikirannya.
“Keenan, apa kau baik-baik saja.” gumam gadis itu pelan dengan ekspresi khawatirnya.
***
Malam harinya di bioskop.
“kau bilang tak ingin terlibat lagi denganku.” Vivian yang baru saja datang dengan gerutuannya menghampiri Brian yang tengah memesan pop corn dan minuman.
“jangan pura-pura polos, kau kan yang mengadu pada kakek mu, ayahku marah karena tak memperlakukanmu dengan baik.” balas Brian tak kalah ngegas kemudian mengambil pesanannya.
“aku bahkan sudah tak pernah komunikasi dengan kakek ku, kenapa kau selalu berfikri negative tentangku!” Vivian terus berdalih jika ia tak pernah terlibat dengan perjodohan itu.
“aah sudahlah, mari kita selesaikan kencan ini dengan singkat.” Brian memberikan satu minumannya pada Vivian agar tangan kanannya bisa memeluk pop corn sembari memegang minuman yang satunya, tangan Brian yang lain menarik paksa lengan Vivian lalu masuk kedalam bioskop.
“sakit kak brian, kau ini kasar sekali.” keluh Vivian sembari mencoba melepas genggaman Brian, namun Brian baru melepas genggaman itu saat sudah sampai di tempat duduknya seolah tidak perduli dengan rasa sakit yang Vivian rasakan, lelaki itu langsung duduk santai seraya menyedot minumannya sementara Vivian masih berdiri menatap Brian.
“duduklah filmnya sebentar lagi dimulai, tenang saja aku tak akan menggigitmu, lagipula badanmu pahit.” perkataan Brian semakin membuat Vivian kesal.
Vivian sudah tak tahan lagi ia berniat untuk pergi meninggalkan Brian, namun baru saja beberapa langkah lampu sudah dimatikan tanda film akan dimulai, Vivian mengurungkan niatnya kemudian kembali dan duduk disebelah brian.
Melihat Vivian yang mengendap-endap berjalan kembali menuju kursinya brian hanya bisa tertawa kecil.
Hampir 2 jam berlalu, akhirnya film selesai semua penonton berhamburan keluar, begitupun dengan brian dan Vivian mereka berjalan beriringan belum memiliki tujuan yang pasti, Vivian hanya mengikuti langkah Brian dari belakang sembari memegangi tali tasnya karena ia merasa sangat cangggung. Tiba-tiba Brian menghentikan langkahnya yang membuat Vivian terbentur punggung keras Brian dari belakang.
“lain kali aku takan mengajakmu nonton lagi (keluh Brian sembari membalikan tubuh agar bisa menatap langsung wajah Vivian) lihat ini!!" Brian menunjukan semua luka cakaran yang di sebabkan oleh Vivian yang ketakutan menonton film horror.
"apa kau itu kucing garong hah!” lanjut Brian masih ingin melampiaskan kekesalannya, membuat Vivian tak berani menatap lelaki yang berada dihadapannya itu secara langsung, dan lebih memilih untuk menundukan kepala.
“maaf, sudah kubilangkan aku takut, tapi kak Brian tetap memaksaku untuk menontonnya.” gumamnya dengan nada lirih.
“apa yang kau takutkan? hantu? Hey kau bahkan lebih menyeramkan daripada hantu!” celetuk Brian, ia tak sadar jika kalimat itu membuat hati Vivian terluka.
“sudahlah aku mau pulang.” pungkasnya lalu pergi.
“tunggu.. " Brian menahan tangan Vivian kemudian menariknya hingga masuk ke dalam dekapan Brian.
"ayahku perlu bukti, kita foto dulu.” Brian mengeluarkan ponsel lalu menjepret asal dengan gaya konyolnya.
Kemudian dilanjutkan dengan melihat hasil gambar jepretannya, ia mendapati ekspresi Vivian yang murung membuat Brian berdecak kesal.
“tersenyumlah kau benar-benar ingin membuat waktu sulit untukku?” mendengar keluhan Brian, Vivian memaksakan diri untuk tersenyum meski hati Vivian tengah terluka sangat dalam.
Brian mengulang kembali berfoto dan merangkul Vivian. “untuk sementara kita mainkan peran ini dengan baik, satu lagi rahasiakan ini dari Andheera.” pinta brian dengan ekspresi dinginnya kemudian pergi meninggalkan Vivian yang masih terdiam tak dapat berkata-kata.
***
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments