Dikamar Tsuyu.
Tampak Tsuyu tengah mengemas pakaian dan barang-barang yang ia butuhkan. Ia terus menatap bingkai foto, foto masa kecil dirinya bersama kakak lelaki juga Vivian yang sekarang ini menjadi calon tunangan dari kakak lelakinya.
Tsuyu tak pernah menduga hal menyedihkan akan terus berpihak padanya sejak kecelakaan tragis 11 tahun yang lalu, kehidupannya benar-benar berubah ia seperti hidup didalam neraka selama 11 tahun, kenyataan jika hanya dia yang mengetahui segalanya, membuat Jesika nama dari ibu kandung gadis mungil tersebut sangat membencinya hingga kerap menjadi sasaran empuk kemarahan ibunya.
Berulang kali Tsuyu memberitahu kakaknya akan apa yang terjadi, jika ibunya berbeda, ibunya bukan manusia, ibunya adalah monster, kakak nya malah berbalik memarahi Tsuyu dia mengira semua yang dikatakan Tsuyu adalah omong kosong dengan berdalih adiknya itu hanya tak menyukai ibunya.
Hingga akhirnya Tsuyu menyerah dan lebih memilih untuk menanggung semua rasa sakit nya sendiri.
Took took.. terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar Tsuyu, membuat perhatian Tsuyu teralihkan kemudian menaruh fotonya diantara tumpukan pakaiannya.
“kau sudah tidur?” Tanya seseorang dari luar sebelum membuka pintu kamar Tsuyu.
“belum, masuk kak.” respon tsuyu dari dalam, Brian pun membuka pintu kamar Tsuyu kemudian masuk kedalam dan duduk di kursi meja belajar adiknya seraya memandangi Tsuyu yang masih terlihat mengemas sisa barangnya.
“kakak baru pulang?
Bagaimana kencannya dengan kak Vivi?” Tanya Tsuyu mencoba mencairkan suasana, sebab Brian masih terdiam tanpa suara.
“iya begitulah, sama sekali tak menyenangkan.” Katanya seraya menarik nafasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannya seolah hal itu benar-benar menajdi beban untuk dirinya.
“apa kau bahagia?” giliran Brian yang kini bertanya, membuat Tsuyu menghentikan sesaat aktivitas mengemas pakaian dan beralih menatap Brian lengkap dengan senyum manisnya.
“kenapa pertanyaan kakak seperti itu, tentu aku bahagia, apapun yang ayah pilihkan untukku, itu pasti yang terbaik untuk masa depanku bukan.” lirihnya.
“apa kau sedang menghibur dirimu sendiri dengan berkata seperti itu, pilihan ayah selalu berbanding terbalik dengan kemauanmu Tsuyu!
Tak bisakah kau menolaknya dan tetap disini bersama kakak?” pinta Brian dengan nada yang sedikit memaksa.
“apa bedanya aku dengan kakak, dari lahir semuanya sudah ditentuka oleh ayah bukan, semua harus berjalan sesuai keinginannya meskipun hal itu kebalikan dari yang kita inginkan memangnya kita bisa apa?” ujar Tsuyu masih mencoba mengontrol emosi yang bergejolak dalam hatinya.
“hanya kali ini Tsuyu, hanya kali ini kau bisa menolaknya jika tak ingin pergi, kakak akan membantu untuk bicara pada ayah oke, tinggalah bersama kakak.” Brian berjalan menghampiri adiknya dan duduk disamping Tsuyu lalu membelai lembut kepala adik perempuan satu-satunya itu.
“tidak, akan lebih baik jika aku pergi, kakek dan nenek juga sudah menungguku disana, segala sesuatu pun sudah siap, aku bisa langsung masuk sekolah dalam beberapa hari, aku tak ingin mengecewakan kakek dan nenek.” Tsuyu menurunkan lengan Brian yang masih berada diatas kepala nya.
“lalu bagaimana dengan kakak? Kau yakin akan meninggalkan kakak, hanya kau yang kakak punya saat ini.” Lirihnya dengan kedua mata yang mulai berkaca-kaca.
“kudengar kau memiliki club fans yang anggotanya ciwi-ciwi semua, kau akan baik-baik saja kakak, lagipula aku kan masih bisa mengunjungimu kesini disaat liburan semester.” Brian terdiam tak dapat berkata-kata lagi.
“kak Brian yakin menerima perjodahan dengan kak Vivi? kalian saling menyukai kan?” Tsuyu mengalihkan pembicaraannya agar Brian tidak larut dalam kesedihan, “atau ayah memaksa hanya untuk kepentingan pribadi?” lanjut Tsuyu.
“dulu kakak memang pernah menyukai Vivian, tapi mungkin itu hanya sekedar rasa suka anak-anak yang menghilang seiring bergulirnya waktu. Karena sekarang kakak jadi ragu, kakak masih menyukainya atau tidak.” Jelasnya seraya memandangi langit-langit, mencoba mengingat kenangan masa kecil yang kini mulai memudar bersamaan dengan perasaannya yang menghilang entah kemana.
“kalau begitu hentikanlah kak, sebelum pertunangan terjadi nanti, akan semakin sulit untuk berhenti. Kakak boleh menuruti kemauan ayah untuk apapun kecuali pasangan hidup.” Ujarnya menasehati.
“hey kau mengerti apa tentang pasangan hidup Tsuyu, kau masih terlalu kecil untuk itu.“ Brian merasa lucu dengan perkataan Tsuyu kemudian mengacak rambut Tsuyu dengan tawa renyahnya. Lagi-lagi Tsuyu menepis lengan Brian namun kali ini dengan ekspresi kesal karena Brian mengejeknya.
“kupastikan jika ayah tak akan bisa mencampuri urusan percintaanku, karena aku sudah memiliki seseorang yang ku tuju.” tegas Tsuyu dengan penuh percaya diri lalu pergi meninggalkan Brian dikamarnya.
Merasa lelah, Brian pun berbaring di tempat tidur adiknya sembari menatap langit-langit kamar Tsuyu, Brian tengah memikirkan sesuatu yang begitu mengganggu fikirannya.
“andai saja semuanya semudah apa yang kau bicarakan tadi Tsuyu, saat kau mulai dewasa nanti kau akan mengerti, hidup ini bukan hanya sekedar tentang cinta.” gumam nya lalu memejamkan kedua matanya sejenak untuk mencari ketenangan dalam hatinya.
Tsuyu tak sengaja melewati kamar ibunya dibawah, ia melihat pintunya sedikit terbuka semakin membuat Tsuyu penasaran apa yang sedang ibunya lakukan dalam kamarnya, untuk sesaat ia ragu melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar Jesika, namun akhirnya adik perempuan Brian itu memberanikan diri masuk ke dalam kamar ibunya.
Ketika kecelakaan kelam tejadi 11 tahun lalu yang membuat Tsuyu mengalami trauma dan kehidupannya berubah, Jesika yang mengendarai mobil kala itu mengalami kelumpuhan dari pinggul hingga kakinya, ia sudah tak bisa berjalan sejak lama, ia hanya meghabiskan waktu didalam kamar atau sesekali melihat keluar balkon untuk sekedar menghirup udara segar di pagi hari.
Saat Tsuyu membuka pintu untuk menemui ibunya, Jesika terlihat tengah duduk dikursi roda sembari memandangi keluar jendela, meski ia tahu ada seseorang yang masuk ke dalam kamarnya wanita itu tampaknya tak perduli juga tak berniat untuk menoleh ke belakang.
“setelah beberapa tahun berlalu akhirnya kau datang juga Tsuyu, bagaimana perasaanmu akan jauh dariku?”Jesika berbicara tanpa menoleh ke belakang karena ia bisa melihat sosok tsuyu dari pantulan dinding kaca kamar Jesika.
Tsuyu terkejut ketika ia melihat ekspresi yang tak asing dari dinding kaca kamar Jesika, tatapan tajam kedua mata itu, senyum mengerikan itu tak pernah bisa ia lupakan, bagaimana kehidupannya berubah saat mengetahui sosok sebenernya seorang Jesika, membuat Tsuyu kembali ketakutan dan gemetar.
“apa kau takut, hingga kau ingin lari dariku?” lanjut Jesika yang kemudian memutar kursi roda agar bisa melihat Tsuyu secara langsung.
“kukira selama 11 tahun ini ibu berdiam diri dikamar, ibu bisa merenungi semua perbuatan ibu dimasa lalu yang mengerikan itu, bagaimana kau bertindak seolah tak terjadi apa-apa padahal banyak orang yang sudah kau bunuh saat itu!
Ibu, apa kau benar-benar seorang manusia, kau bahkan hampir membunuh putrimu sendiri!“ tukasnya ia berusaha memberanikan dirinya untuk menghadapi ibunya yang kini sudah tidak bisa berbuat apa-apa.
“apa kau tak tahu kenapa aku melakukan itu padamu dan tidak pada kakak mu? Itu karena kau melihat apa yang seharusnya tak kau LIHAT!” sontak Tsuyu terkejut dengan teriakannya diakhir kalimat.
Kemudian hal tak teruduga pun menambah suasana mencekam kala itu, perlahan wanita menyeramkan itu bangkit dari kursi roda lalu berjalan perlahan menuju putri mungilnya yang tampak masih terdiam terpaku disudut ruangan, hingga membuat kedua kaki Tsuyu mulai gemetar dan hampir terjatuh.
“kau masih tetap sama seperti Monster yang kulihat dimasa lalu, kau begitu mengerikan sekaligus menyedihkan.” Tsuyu mengepalkan tangan untuk mengumpulkan segenap keberaniannya menatap kedua mata Jesika.
“memangnya apa yang kau tahu (Jesika mengambil gelas yang berada di atas meja rias ) TENTANG DIRIKU HAH!!” teriak Jesika yang kemudian melempar gelas yang tadi digenggamnya ke arah cermin membuat cermin itu pecah berkeping-keping dalam satu lemparan, na’asnya serpihan cermin itu terlempar sampai menggores pipi mulus Tsuyu.
“kau fikir aku begini karena KEMAUANKU !!” Jesika kembali membentak gadis malang itu yang membuatnya semakin ketakutan lalu mundur perlahan.
Mendengar suara berisik dari kamar Jesika, baik Brian yang tengah tertidur di kamar Tsuyu maupun para pelayan berlarian menuju kamar Jesika, sementara itu Tsuyu sudah lebih dulu berlari keluar kamar Jesika sebelum para pelayan itu datang.
Kamar Jesika benar-benar kacau, serpihan kaca berserakan dimana-mana juga Jesika yang tiba-tiba melukai tubuhnya sendiri dengan menggoreskan serpihan kaca ke beberapa bagian tubuhnya seolah ia adalah korban dari perkelahian itu, hingga wanita itu pun terjatuh pingsan didekat ranjangnya.
Ketika Brian membuka pintu kamar ibunya ia sudah mendapati ibunya tengah terbaring tak berdaya dilantai dengan darah yang menetes dari lengannya, mencoba tetap tenang dengan situasi yang terjadi, lengan Brian langsung merogoh ponsel dari saku celananya kemudian menelfon dokter pribadi ibunya untuk datang ke kediamannya.
“tolong angkat ibuku ke ranjang, aku sudah memanggil dokter Yessa, dan jangan beritahu ayah.” Perintah Brian pada pelayan nya yang dengan sigap datang kemudian mengangkat tubuh wanita tadi yang sudah lemah dan membaringkannya diranjangnya.
Selagi ibunya dirawat oleh para pelayan nya, Brian yang melihat adiknya berlari menuju dapur kemudian berjalan pergi untuk menyusulnya.
Lengan gadis itu tampak masih gemetar bahkan untuk memegang botol air mineral pun ia harus menggunakan kedua tangannya. Seolah ia ingin melampiaskan rasa takutnya pada air mineral, ia terus meminum air mineral itu tanpa jeda hingga akhirnya ia tersedak dan terbatuk.
“apa yang kau lakukan di kamar ibu? Sudah lama ibu tak mengamuk seperti ini.“ tiba-tiba saja kakak lelakinya itu datang dengan wajah yang siap untuk meluapkan amarahnya.
“ibu? Bahkan ia tak pantas dipanggil ibu, kakak, dia BUKAN MANUSIA!!” teriak Tsuyu disela isak tangisnya.
PLAAAKK!!!! 1 tamparan melayang secara reflex mendarat dipipi Tsuyu yang terkena serpihan kaca membuat rasa sakit itu semakin bertambah memilukan.
“apa kau akan terus seperti ini Tsuyu? Kau fikir kau bisa lahir sendiri tanpa seorang ibu?!
Kau yang selalu membuat emosinya tak terkendali, dia sudah lumpuh seperti itu memangnya ibu bisa apa?!” seru Brian tak tahan lagi dengan sikap aneh adiknya.
“dia hanya berpura-pura kakak!! dia baik-baik saja, kenapa kau tak pernah percaya padaku.” Lirihnya dengan nada putus asa sebab Brian tak bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi selama ini.
“SUDAH HENTIKAN!!
Tsuyu, kau semakin keterlaluan, bagaimana kau bisa begini pada ibu kandungmu sendiri.” kekeh Brian.
“DIA BUKAN IBUKU!! dia bukan manusia, dia seorang Monster yang menakutkan yang sudah membunuh banyak orang!!” racau Tsuyu seraya memandangi lekat kedua mata Brian.
1 tamparan hampir saja mendarat kembali di pipi Tsuyu, namun Brian mengurungkan niatnya saat melihat darah yang keluar dari luka goresan dipipi adik kecilnya itu, sudah tak kuat dengan apa yang terjadi Tsuyu pun akhirnya menangis dengan sejadi-jadinya kemudian dengan sigap sang kakak memeluk Tsuyu erat seolah menyesal karena telah kasar dan menampar pipi Tsuyu.
Brian mencoba menenangkan Tsuyu dengan terus mengusap kepala belakang Tsuyu dalam dekapannya. Meski beberapa menit yang lalu ia marah pada Tsuyu namun entah kenapa sekarang ia merasa menyesal dengan apa yang telah ia lakukan sebagai seorang kakak, seharusnya Brian lebih bisa mengendalikan emosi bukan malah terus menyudutkan adiknya yang bahkan masih terlihat sangat ketakutan.
***
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments