4. Siapa yang Kau Pilih Suamiku

Arsy menatap penampilan dan wajahnya. Memejamkan mata menenangkan hati sejenak. Bismillahirrahmanirrahim. 

Arsy memakai cadar atau niqob. Setelah mengetahui kebenarannya malam tadi. Membuat hatinya bertekad untuk menutup wajahnya. Hatinya benar-benar sakit atas semua yang terjadi padanya.

Tarikan nafasnya terasa begitu berat. Apalagi melihat Haris dan Laila tampak mesra menghidangkan sarapan bersama. Melihat penampilan Laila sedang tidak memakai hijab dengan rambut basahnya sudah menjelaskan bahwa mereka telah melaksanakan malam pengantin begitu indah.

Memang, saat hari libur semua ART di rumah diberi libur sehingga bebas untuk tidak memakai hijab di dalam rumah. Arsy juga seperti itu biasanya. Tapi tidak dengan hati ini dan seterusnya.

Seketika memikirkan itu membuat Arsy menghentikan langkahnya sejenak demi menenangkan hati sendiri. Sangat berbeda saat awal menikahinya. Dahulu, Haris butuh satu Minggu hingga akhirnya memberikan nafkah batin untuknya. 

"Arsy. Kamu pakai cadar?" Tanya Laila saat Arsy baru masuk ke dapur.

Arsy tersenyum dibalik cadar disertai anggukan. Terlihat Haris menatapnya begitu intens yang tidak dapat diartikan olehnya. 

"Maaf, ya. Aku gak bantu kamu siapin sarapan, tadi." Kata Laila lagi tampak merasa bersalah. Namun, sedetik kemudian Laila melirik Haris tersipu malu.

Lihatlah. Siapa yang tidak cemburu melihat tingkah dua insan seperti dimabuk cinta? Arsy juga wanita, sudah pasti merasakan hal yang serupa. 

Aisyah Radhiyallahu Anhu saja memiliki sifat cemburuan apalagi Arsy yang hanya wanita akhir zaman?

Arsy mengangguk paham. Memang benar, selepas sholat subuh Arsy pergi memasak dan menyimpan makanan di dalam lemari. Laila yang menghangatkan saja. 

Arsy memulai sarapan dalam diam. Tidak lagi mencoba melayani Haris karena masih waktunya Laila. "Jangan terlalu makan pedas, mas. Nanti perut kamu sakit," ia mengingatkan Haris sebab sudah beberapa kali suaminya itu harus masuk rumah sakit akibat makan pedas. Arsy juga mengingatkan Haris karena Laila menaruh bebek rica-rica, bukan masakannya. Ia yakin yang memasak adalah Laila. 

Laila menghentikan gerakan. Mengerutkan dahi. "Bukannya mas Haris suka pedas, Sy?" 

Arsy tersenyum miris mendengar pertanyaan Laila yang tanpa sengaja keceplosan bahwa madunya itu sudah lama dekat dengan suaminya. Mas Haris suka pedas? Bahkan selama tiga tahun menjadi istri Haris, Aisyah tidak mengetahui itu. Sebab mendiang ayah mertuanya mengingatkan bahwa Haris memiliki sakit asam lambung sejak kuliah. Dari itulah Arsy tidak pernah memasak masakan terlalu pedas. Haris masuk rumah sakit karena ia kecolongan tidak menjaga makan Haris di luar rumah.

Arsy menatap Haris tampak salah tingkah oleh tatapannya. 

"Mas segini saja, Laila. Mas juga mau nila bakarnya," kata Haris hendak mengambil nila bakar buatan Arsy.

"Habiskan dulu yang ada di piring, mas. Jangan makan berlebihan. Nila bakar ku bisa dikasih ke bibi, nanti." Tentu saja Arsy tahu bila Haris berbuat itu hanya untuk bersikap adil. Tapi, pada nyatanya Haris sudah tidak adil sejak awal memberi nafkah batin. 

Terlihat Haris kikuk setelah Arsy mengatakan hal itu barusan. Akhirnya, ketiganya makan dalam diam. Usai makan juga Arsy bersikap baik seperti biasa. Masih tetap menjadi Arsy yang lemah lembut bagai tidak terjadi hal-hal yang menyakitkan.

"Mas. Arsy mau jenguk ayah," izin Arsy usai mencuci piring bersama Laila. Ia menyusul Haris di ruang keluarga diikuti Laila.

Haris beranjak hendak mengambil kunci mobil.

"Mas mau kemana?" Tanya Arsy melihat Haris berjalan ke arahnya. 

Haris melihat kunci yang digenggamnya. "Antar kamu."

Arsy terkekeh nyeri. Jika saja Laila menolak permintaan mertua dan menerima tawaran menjadi madunya. Andai Haris menolak menikahi Laila, andai ia tidak mengetahui suatu kebenaran. Pasti Arsy akan merasa bahagia dan langsung menerima tawaran Haris untuk mengantarnya. 

Tapi… keadaan sudah berubah.

"Gak perlu, mas. Arsy naik taksi saja. Istirahat bersama Laila, pasti kalian cape." Arsy gegas meraih tangan Haris lalu mencium punggung tangan Haris. "Arsy berangkat. Assalamualaikum," katanya lalu melangkah cepat keluar rumah megah tetapi membuat hati Arsy pengap. 

Beruntung taksi yang sudah dipesan sebelumnya telah menunggu di depan. Ia pun masuk dan memberikan alamat dimana sang ayah berada.

****

"Mas." Tegur Laila saat Haris masih berdiri menatap arah pintu padahal Arsy sudah tidak terlihat.

Haris langsung balik badan menghadap Laila. Ia tersenyum manis kemudian duduk di sebelah Laila. "Kamu kenapa, hm?" 

Laila cemberut lucu. "Aku cemburu."

Haris terkekeh disertai mencubit hidung Laila. "Mas sudah menjelaskan semuanya. Mas memang menyayangi Arsy, tapi cinta mas milik kamu."

***

"Masya Allah, nak." Ayah Wahyu terpukau melihat putri satu-satunya telah bercadar. 

"Ayah apa kabar?" Tanya Arsy menatap ayah Wahyu penuh kerinduan. Rasanya, ingin sekali menumpahkan segala kesedihan di hadapan sang ayah. Namun, ditahan karena tidak ingin menambah beban pikiran.

"Ayah sehat, nak. Gimana kabar suami kamu? Tumben dia gak ikut," ucap ayah Wahyu terheran. Setiap kali Arsy datang berkunjung selalu bersama Haris. 

"Apa ibu masih begitu denganmu, nak?" Pertanyaan yang sangat sensitif bagi Arsy. Terlebih perlakuan ibu Sandra yang mendukung Haris berpoligami. Seolah dirinya tidak memiliki perasaan.

"Apa kalian ada masalah? Kalian bertengkar?" Tanya ayah Wahyu khawatir.

Kedua telapak tangan Arsy bergerak kekanan dan kekiri seolah menjelaskan pertanyaan ayah Wahyu tidak benar. "Kami baik-baik saja, yah. Mas Haris sedang ada pekerjaan, jadi Arsy pergi sendiri. Gimana kabar ayah?" Tanya Arsy mengalihkan pembicaraan agar ayah Wahyu tidak lagi mempertanyakan keberadaan Haris. Sebab ia tidak ingin berbohong lebih lama. 

"Ayah sehat dan baik-baik saja. Kamu jangan khawatir, ya."

"Arsy kangen ayah," ungkap Arsy tidak dapat menahan buliran bening yang sedari tadi sudah menganak sungai di matanya.

Ayah Wahyu juga begitu. Ingin sekali beliau mendekap erat tubuh sang putri tetapi keadaannya tidak bisa. "Jangan menangis, nak. Apa kamu ada masalah?" Tanya beliau sangat khawatir.

Arsy menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Menangis sesegukan merasakan kesakitan nya sendiri tanpa bisa menceritakan kepada siapapun selain sang Pencipta. Ia hanya bisa menggeleng sebagai jawaban. "Arsy hanya merindukan ayah. Arsy pengen dipeluk," katanya di sela isak tangis. 

"Andai Arsy dulu selalu nurut kata ayah. Pasti gak akan begini jadinya. Arsy juga gak akan kesepian," ia mengungkapkan semua yang dirasa. 

"Jangan bilang gitu lagi, sayang. Semua sudah terjadi. Sebentar lagi ayah pulang."

Cukup lama Arsy melepas rindu bersama sang ayah. Hingga waktu telah tiba membuatnya harus pulang. Hatinya sedikit lega karena rindu kepada sang ayah sedikit berkurang.

Satu jam kemudian Arsy telah sampai di depan rumah. Ia melihat mobil Haris masih berada di rumah. Ia membuka pintu setelah mengucap salam meski tidak ada sahutan. 

Helaan nafas panjang saat Arsy mendengar Haris dan Laila sedang bergurau sambil menonton drama di televisi.

Apa mereka gak pikirkan perasaanku?

"Assalamualaikum, mas."

Terpopuler

Comments

aca

aca

cerai aja suami dzalim

2024-03-27

0

Neulis Saja

Neulis Saja

kalau kenyataan seperti itu sudah saja cerai karena disitu sdh tdk ada cinta dari Haris utk Arsy apa yg mesti diharapkan dari dia ? cintanya hanya utk Laila sementara Arsy tdk dianggap. emang laki2nya munafik !

2023-10-04

1

Amalia Gati Subagio

Amalia Gati Subagio

well sd bila munafikun... sd akut? surga mana yg di rindu??? menipu dunia, menipu diri??

2023-08-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!