3. Siapa yang Kau Pilih Suamiku

Cinta ibarat angin

Tidak dapat digenggam

Tidak dapat pula didekap

Cinta hanya dapat dirasa oleh mereka yang peka

Perlakuan lemah lembut, perhatian, dan penuh kasih

Nyatanya tidak menjamin bila seseorang mencinta

Mahir membawa hati yang lemah terbang ke atas awan

Lebih mahir pula mendorongnya masuk hingga ke jurang

****

Arsy memukul dadanya terasa sangat sesak. Menangis ketika sholat, berdoa memohon ampun belum dapat meridhoi jalan takdir yang menimpanya. Sepanjang malam Arsy tidak dapat tidur demi mengadukan segala lara yang di rasa. Jika selama ini ia dapat menahan air mata di hadapan ciptaan Allah, tidak pula di hadapan Sang Pencipta. Arsy akan menumpahkan air matanya, mengadukan segala yang dirasanya.

Ini benar-benar sakit, ya Allah. Arsy gak sanggup. 

Ya, benar. 

Esok adalah hari dimana Arsy akan menyandang sebagai istri tua atau istri pertama.

Esok adalah hari dimana sahabatnya menjadi madunya.

Esok adalah hari dimana cinta suaminya akan terbagi kepada sahabatnya.

Arsy kembali menangis sesegukan mengingat sang ayah belum juga kembali. Ia merindukan pelukan hangat dari cinta pertamanya itu. 

****

Arsy mengerjab mata ketika sinar mentari menerobos masuk melalui celah gorden menyilaukan matanya. Terkejut menyadari kalau dirinya tertidur di atas sajadah. Ia pun gegas melepas dan melipat sajadah lalu ditaruh ke tempat biasanya. Setelah itu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.

Setelah selesai mandi dan bersiap untuk menghadiri akad nikah suaminya. Ketika hendak keluar kamar, ia melihat Haris baru saja masuk ke dalam kamar masih dengan pakaian tadi malam. Arsy terkejut baru sadar bila suaminya juga tidak tidur di kamar malam tadi.

"Mas," sapa Arsy mengembangkan senyuman seperti tidak akan terjadi sesuatu yang menyakitkan diwaktu yang akan datang.

Dihampiri Haris yang masih berdiri mematung usai menutup pintu. "Kenapa belum siap-siap, mas? Acara akad sebentar lagi dimulai," tutur Arsy lembut sekali. Seperti tidak ada permasalahan apapun meski sebenarnya hatinya telah hancur berkeping-keping.

Haris menatap Arsy penuh arti yang sulit diungkapkan. "Kamu yakin memberi izin mas menikah lagi, Arsy?" 

Arsy tersenyum lagi. Manis sekali. "Insya Allah yakin, mas. Aku mengenal Laila. Dia gadis pintar, baik, dan sholehah. Kamu pasti gak akan menyesal menikahi Laila, mas. Semoga saja setelah kalian menikah, akan segera hamil." 

Demi Allah. Hati Arsy bagai di remas-remas mengucapkan kalimat yang menjelaskan bahwa sahabatnya itu adalah wanita idaman. Ia sungguh cemburu memiliki madu yang lebih baik darinya. 

Arsy kembali tersenyum dan mengusap punggung tangan Haris demi meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja. Matanya terpejam saat Haris memberinya sebuah pelukan hangat yang selalu membuatnya lebih tenang. Namun, setelah beberapa jam lagi. Pelukan itu akan terbagi, bukan lagi menjadi milik Arsy seutuhnya.

"Mas mandi, ya. Arsy siapin baju mas," Arsy melepas pelukan hangat itu sesegera mungkin. Sebab, tidak ingin menangis di hadapan Haris. 

Haris hanya mengangguk menuruti ucapan Arsy barusan. Pria itu pun masuk ke dalam kamar mandi. Sementara Arsy membuka lemari milik Haris. Diambilnya jas hitam baru yang digantungnya semalam. Jas itu ia dapat atas pemberian ibu Rahma khusus dikenakan Haris untuk akad nikah pagi ini. 

Diusap pipinya yang telah dialiri buliran bening dari matanya. Ingatannya berputar beberapa tahun silam ketika ia telah baru saja dinikahi Haris. Betapa bahagia hatinya saat itu, ia merasa hidupnya sempurna ketika doa yang ia langitkan terkabul. Kini, ia harus menerima takdir bahwa keadaannya bukan lagi menjadi satu-satunya.

"Tolong katakan kalau kamu gak setuju mas menikah lagi, Arsy. Mas gak mau buat kamu sedih," ungkap Haris baru saja keluar kamar mandi melihat Arsy membekap mulut, punggung bergetar, dan memeluk erat jas yang akan dikenakannya.

Gegas Arsy mengusap pipinya, menengadah agar air mata itu tak lagi mengalir. Memang, posisi Arsy saat ini memunggungi pintu kamar mandi sehingga harus hanya dapat melihatnya dari belakang saja.

"Arsy," cicit Haris pelan.

Arsya balik badan ke arah Haris dengan senyum manis yang selalu menghiasi wajah cantiknya. Ah, wanita ini sangat pandai sekali menyembunyikan duka. Lihai sekali menarik kedua sudut bibir agar berbentuk senyuman.

Arsy berjalan mendekati Haris dan memberi pelukan sejenak. "Arsy ikhlas, mas." Ia menyerahkan jas dan lainnya kepada Haris. "Cepatlah bersiap, mas. Akad kamu dan Laila akan segera dimulai satu jam lagi."

Haris menghela nafas panjang kemudian segera berlalu dari hadapan Arsy. 

Mata Arsy berkaca-kaca melihat Haris dan ia terus memohon pada Allah agar membuat jarum jam jalannya sangat lambat sebab ia belum rela Haris harus menikah lagi.

****

"Selamat, Laila." Ucap Arsy begitu tabah dihadapan Haris dan Laila yang baru saja melakukan akad nikah.

Laila tampak kikuk menerima ucapan Arsy. Sungguh, ia sangat heran dengan kakak madunya. Mengapa rela?

Sementara Haris menatap Arsy begitu pias. Ia langsung mendekap istri pertamanya kala telah berdiri dihadapannya. Tapi lihatlah, Arsy tidak menangis sama sekali. 

"Selamat atas pernikahan, mas. Semoga pernikahan ini membawa berkah dan menjadi ladang pahala untuk kita," ucap Arsy tulus dan tabah.

Arsy menatap Haris penuh cinta. "Aku kesana dulu ya, mas. Aku sangat lapar," kata Arsy gegas menjauh sebab tak dapat membendung air matanya. 

Ia masuk ke dalam dapur. Setelah akad nikah di ruang tamu, ibu Rahma membuat acara makan bersama di halaman belakang. Dari dalam dapur, Arsy melihat orang-orang tampak bersuka cita termasuk ibu kandungnya sendiri. 

Sembari memandang keluar, Arsy meremas gamidnya tepat di dada sebab merasa sangat sesak. Mengapa tidak ada yang menyadari dirinya sedang tidak baik-baik saja? Hati Arsy terluka. Hati Arsy telah hancur lebur.

Telah tiba waktunya makan siang. Arsy membantu ART menyajikan menu makan siang di meja panjang yang telah disusun di halaman belakang. Arsy menunjukkan diri tidak ada kesedihan dari raut wajahnya. 

"Biarkan Laila belajar melayani Haris juga, Arsy. Apalagi hari ini adalah hari pertama Laila menjadi istri Haris," tegur ibu Sandra mengejutkan Arsy yang hendak mengambilkan makanan buat Haris seperti biasa. Ia menggenggam erat piring yang dipegangnya. Arsy lupa jika sudah ada Laila di antara ia dan Haris.

Arsy memejamkan mata sejenak. Mengapa harus ibu kandungnya sendiri yang menegur? Sementara ibu Laila sedari tadi hanya diam saja. Mengapa sesakit ini? Bukankah seharusnya ibunya juga ikut sedih atas nasib yang menimpa anaknya?

"Astaghfirullah. Arsy lupa, maaf ya Laila. Ini piring mas Haris. Kamu ambilkan, ya." 

Laila menerima dan terlihat kikuk. 

Arsy hanya diam memperhatikan Laila mengambilkan makanan untuk Haris. Kerutan di keningnya setelah merasakan sesuatu. Namun, ia tepis sebab tidak ingin berburuk sangka.

****

Arsy dan Laila membersihkan piring kotor bekas makan malam bersama. Haris telah membawa kedua istrinya pulang ke rumah mereka. Awalnya Arsy tidak ingin ikut dan memilih tinggal di rumah ibu Sandra beberapa hari untuk memberi waktu ruang bagi Haris dan Laila. Sebab, yang ia ketahui suaminya itu belum mengenal Laila. Namun, Haris tetap keukeuh mengajak Arsy pulang bersama.

"Arsy. Apa kamu marah karena aku dinikahi mas Haris?" Tanya Laila pelan.

Untuk sesaat Arsy diam sejenak menatap Laila kemudian menyunggingkan senyuman. "Seharusnya aku yang bertanya begitu, Laila. Apa kamu marah aku memintamu menjadi maduku?" 

Tidak ada jawaban dari Laila dan Arsy enggan untuk menunggu jawaban dari pertanyaannya sendiri. Bukan maksud tidak sopan, hanya saja Arsy sudah menduga bila mendengar jawaban Laila akan menyakiti hatinya yang telah lebur.

"Susullah mas Haris di kamar kalian, Laila. Aku akan segera tidur," kata Arsy dan Laila menurut. 

Namun, Arsy teringat sesuatu dan hendak memanggil Laila. Sayangnya, Laila sudah tak nampak. Akhirnya Arsy memutuskan membuat teh hijau yang selalu diminum Haris sebelum tidur. Ia sendiri yang akan mengantar ke kamar mereka. Semoga, pengantin baru itu belum melakukan apapun, pikirnya.

Dengan hati-hati Arsy membawa segelas teh hijau menuju kamar pengantin Haris dan Laila. Ketika tangannya sudah mengayun hendak mengetuk pintu, tanpa sengaja Arsy mendengar sesuatu yang membuat tubuhnya luruh ke lantai. Tangisnya kembali pecah.

Ternyata sesakit ini, ya Allah. Kenapa tidak jujur dari awal? Ya Allah…

Terpopuler

Comments

Benazier Jasmine

Benazier Jasmine

apa sebelum menikah dg laila, haris sdh berhubungan dg laila

2023-07-12

0

Erly Mimi Bisma

Erly Mimi Bisma

biasanya ibu kandung akan protes kalo anak nya mau di madu ini aneh mlh semangat bgt nyri madu buat anak nya

2023-05-27

2

Hilman damara

Hilman damara

ya Allah apa yang di dengar oleh Arsy apa rahasia nya udah mulai terkuak..... pergilah Arsy untuk apa kamu tetap bertahan di antara mereka berdua dan mertua mu juga ibu kandung mu yang gak punya perasaan

2023-03-28

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!