Bab 14

Dita dan Mira pun masuk ke dalam rumah. Dita segera masuk ke kamar dengan wajah sumringah setelah bertemu Restu barusan. Hatinya begitu senang berasa mimpi Restu datang ke rumahnya hari ini. Cowok idola di sekolah yang tajir melintir gak nyangka bisa datang ke rumah dan membeli takjil buatan ibunya.

Sedangkan Mira kini kembali ke dapur, di sana sudah ada Laila yang sedang packing takjil ke dalam cup yang di sediakan.

"Bi, aku izin sholah dzuhur dulu," pinta Laila saat melihat bibinya muncul.

"Ya udah sana, buruan ya ini masih banyak yang harus di bungkus soalnya!" kata Mira kembali sibuk dengan barang jualannya.

Laila mengangguk ringan lantas segera masuk ke kamar mandi untuk mengambil wudhu.

Selepas wudhu ia segera masuk kamar untuk melaksanakan shalat dzuhur. Dalam sholatnya ia berdoa agar jualannya hari ini laku supaya bisa segera mencetak foto Ayahnya dan memperbanyak foto tersebut untuk di sebarkan, seperti yang di usulkan oleh Restu.

**

Sekitar pukul empat sore Laila mulai keliling komplek dengan membawa barang jualan yang akan di jajakan di sekitar komplek tersebut. Dia juga membawa takjil yang sudah di pesan oleh beberapa teman Mira lewat pesan wa, dan Laila antar ke rumah mereka masing-masing.

"Qadar, mending kamu pulang gih! Kamu pasti capek kalau ikut kakak keliling," ucap Laila.

"Tapi Qadar suka kak, kan sambil ngabuburit," cetusnya.

"Dagangan kakak masih banyak mending kamu pulang, mendingan kamu mandi sholat ashar habis itu nonton televisi sama Aldo," titah Laila merasa kasihan jika Qadar harus ikut keliling komplek di cuaca panas seperti ini. Apalagi di saat berpuasa hari pertama, Qadar pasti kelelahan.

"Iya kak." Qadar pun menurut.

"Hapal jalan pulang kan?"

Qadar mengangguk lalu ia pun berjalan menuju rumah Pamannya. Sepanjang jalan pulang begitu banyak para pedagang yang menjajakan dagangan di pinggir jalan komplek. Berbagai makanan dan minuman terlihat enak-enak membuat Qadar ingin sekali membelinya.

Tapi Qadar tak punya uang dan hanya bisa melihat mereka yang sedang jajan dan berbelanja makanan dan minuman itu.

Qadar jadi teringat ibunya, kalau Marni masih ada mungkin akan membelikan makanan dan minuman itu untuknya. Seperti anak-anak lain yang saat ini berbelanja untuk buka puasa bersama kedua orang tua mereka.

"Qadar sedang apa di sini?"

Seketika lamunan Qadar buyar saat mendengar seseorang menyapanya.

"Paman Handoko, aku mau pulang barusan habis jualan sama Kak Laila," jawab Qadar.

"Sekarang mana kakakmu?" tanya Handoko celingukan melihat tak ada Laila bersama Qadar di sana.

"Kak Laila masih jualan, soalnya belum habis," kata Qadar.

"Kalau gitu kamu ikut Paman pulang, yuk!" Handoko mengajak Qadar masuk ke mobil, jarak dari sana ke rumah memang hanya beberapa meter lagi namun Handoko tak tega melihat Qadar harus berjalan pulang sendirian.

"Lain kali Qadar gak usah ikut sama kakaknya, mendingan di rumah saja main sama Aldo," ucap Handoko yang saat ini baru saja pulang dari tempat kerja dan tak sengaja melihat Qadar di sekitar komplek.

Qadar mengiyakan perintah Pamannya.

Di tempat lain Laila masih menjajakan dagangannya. Kali ini ia memilih untuk keluar dari komplek karena di sekitar komplek tempatnya tinggal sudah cukup banyak orang berjualan, hingga barang dagangan Laila pun tak begitu laku dan masih banyak.

Laila mengusap keningnya dengan ujung jilbab hitam yang ia kenakan. Keringat sudah bercucuran di dahi membasahi wajahnya yang sudah tampak pias, namun Laila masih bersemangat meski rasa lapar dan haus tak terhindarkan.

Laila kini berada di pinggir jalan raya, di depan pintu keluar masuk Agria Regency.

Laila memilih untuk berteduh di halte bis sambil menawarkan barang dagangannya di sana.

Suasana sore itu lebih ramai dari biasanya. Banyak orang berlalu lalang mencari jajanan untuk berbuka puasa.

Seketika Restu melintas di jalan itu, ia baru saja pulang dari rumah temannya dan kini melihat Laila duduk di halte bis pinggir jalan.

"Laila?" gumamnya seraya menepikan motor.

Laila tersadar saat seseorang parkir tak jauh darinya berada. Restu turun dari motor berjalan ke arahnya.

"Kamu kok bisa di sini?" tanya Laila.

"Kebetulan lewat habis dari rumah temen," jawab Restu sambil melihat keranjang takjil di samping Laila yang terlihat masih penuh.

"Lagi jualan di sini?" tanya Restu.

"Iya nih masih banyak," ucap Laila.

"Mau aku bantu?"

Laila melebarkan bola mata mendengar penawaran Restu yang katanya ingin membantunya jualan.

"Emang kamu gak malu?" tanya Laila ragu.

"Kenapa harus malu? Jualan kan halal, kalau nyolong, nipu, nyopet baru malu," ucap Restu di iringi tawa.

"Iya juga sih tapi kan kamu itu orang berada masa iya aku ajak jualan, " ujar Laila tak enak hati.

"Jangan gitu, aku kan belum punya penghasilan dan masih bergantung sama orang tua. Aku mau tau susahnya cari uang tuh gimana, yuk!" Restu menjinjing keranjang tersebut dan berjalan.

"Hei mau kemana?" Laila menyusul langkahnya.

"Jualan lah kemana lagi," jawab Restu memelankan langkahnya saat melihat Laila sepertinya sudah sangat kelelahan.

Restu tak tega melihat Laila, ia melirik arloji yang tersemat di pergelangan tangan menunjukan pukul setengah enam. Waktu buka kurang lebih sekitar tiga puluh menit lagi sementara dagangan Laila masih banyak.

Restu pun menemukan ide. Ia simpan keranjang tadi di atas trotoar lantas meraih dompetnya dalam saku celana dan mengeluarkan beberapa lembar uang.

"Ini aku beli semuanya!" Restu menyodorkan sejumlah uang itu pada Laila.

"Loh buat apa makanan sebanyak ini?" Laila tak langsung menerima.

Restu mengedarkan pandangan ke sekitar.

"Kita bagikan sama mereka, kasihan barangkali belum punya takjil untuk berbuka." Restu menunjuk beberapa orang yang ada di pangkalan ojek, tempat parkir mini market dan beberapa pengemis yang ada di sebrang jalan.

"Serius?" Laila tampak kaget sekaligus kagum pada kebaikan Restu.

"Ya serius masa iya aku makan ini semua?" Restu tertawa renyah.

"Ini uangnya terima, kita harus segera bagikan makanan ini sama mereka. Waktu buka bentar lagi, gak mungkin kamu terus di sini kan? aku juga harus pulang," kata Restu.

"Tapi ini sepertinya lebih, bentar aku hitung dulu berapa yang harus di bayar dan berapa kembaliannya," kata Laila hendak menghitung sisa takjil dalam keranjang.

"Gak usah, lebihnya simpen aja buat jajan Qadar."

"Mak,,, " belum sempat Laila berterimakasih Restu sudah lebih dulu melangkah sambil membawa keranjang dan membagikan takjil pada orang-orang.

Laila pun berjalan mengekor di belakangnya membantu Restu membagikan takjil pada mereka.

"Pak di terima ya buat buka, " ucap Restu pada seorang bapak tua yang duduk di pinggir jalan.

"Makasih nak," ucap Bapak tua itu.

"Makasihnya sama teman saya pak, ini punya dia soalnya. Terus jika bapak berkenan saya minta doanya agar teman saya segera bertemu dengan ayah kandungnya," kata Restu membuat Laila menoleh kaget.

Hampir pasa setiap orang yang di beri takjil, Restu selalu meminta doa pada mereka agar Rindu bisa segera bertemu dengan sang Ayah.

"Alhamdulillah, habis juga!" Restu terlihat lega.

"Ya habis kamu yang beli, katanya mau belajar cari uang ini malah kamu yang beli semua."

"Gak apa, besok-besok kita jualan beneran. Sekarang waktunya udah mepet. Yang penting kamu bisa stor sama Tante mu dan bisa dapat pahala juga karena sudah berbagi."

"Eh iya lupa, satu lagi bonusnya semoga doa mereka terkabul dan kamu bisa ketemu sama Ayahmu segera," lanjut Restu.

"Aamiin, makasih."

bersambung,

Terpopuler

Comments

Elina Meilani

Elina Meilani

lanjutkan daero🤭

2023-03-30

2

Ai Emy Ningrum

Ai Emy Ningrum

up

2023-03-30

3

Ali B.U

Ali B.U

next.

2023-03-30

5

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!