Bab 8

Laila hanya menatap bangunan sekolah dari luar saat suara bel masuk berbunyi hingga bel istirahat berteriak. Begitupun dengan perutnya saat ini yang berbunyi kerucuk-kerucuk akibat lupa sarapan karena harus segera mengantar Qadar ke sekolah.

Dari kejauhan nampak Qadar bersama anak laki-laki tadi yang mengantar Qadar masuk ke kelas. Sampai saat ini Laila tidak tau siapa anak laki-laki berseragam SMA itu. Laila tak sempat menanyakan namanya, tapi yang ia lihat anak itu baik. Buktinya sekarang saja dia kembali bersama Qadar di jam istirahat.

"Kak Laila!" seru Qadar sambil berlari kecil mendekati gerbang.

"Qadar kok kamu bisa sama dia lagi sih?" tanya Laila sedikit berbisik karena anak laki-laki itu masih berjalan menuju ke arahnya sementara Qadar sudah lebih dulu sampai.

"Oh, namanya Kak Restu. Dia baik banget loh kak, tadi Qadar sempat ngobrol sambil jalan ke kelas," jawab Qadar suaranya terdengar oleh Restu yang sudah dekat.

Restu memang sempat banyak bertanya tentang Qadar juga Laila saat dia mengantar Qadar ke kelasnya pagi tadi.

Restu tau jika Laila putus sekolah, dan ia juga tau bagaimana cerita hidup Laila dan Qadar, juga dengan siapa sekarang mereka tinggal. Qadar rupanya banyak menceritakan kisah hidupnya pada Restu.

"Ini roti buat kamu, kata Qadar kamu belum sarapan." Restu memberikan roti dan sebotol air mineral pada Laila.

Laila menoleh pada Qadar yang sudah memberitahu Restu jika dirinya belum sarapan sejak pagi tadi. Laila merasa sungkan, ia tak mau merepotkan apalagi pada orang yang baru ia kenal.

Gerbang sekolah sebagai pembatas mereka untuk mengobrol. Satpam yang menjaga di sana sesekali memperhatikan mereka di pos tempatnya berjaga.

"Terima saja kak," ucap Qadar saat melihat Laila ragu menerima pemberian Restu.

"Makasih,,,."

"Restu, panggil saja Restu. Kamu Laila kan?" kata pria berseragam SMA itu dengan ramah.

Laila hanya mengangguk ringan sambil melempar senyum tipis. Restu merasa iba pada kakak beradik itu, terutama pada Laila. Di usianya yang baru 15tahun tapi harus putus sekolah. Sayang sekali padahal sebentar lagi dia lulus SMP.

"Kamu masih mau belajar?" tanya Restu.

"Mau tapi..., saya masih bisa belajar di rumah walaupun tak meneruskan sekolah." Laila menjawab, dalam hati ia sangat ingin meneruskan sekolahnya tapi apa boleh buat tak ada yang akan membiayai sekolahnya.

Laila tak mungkin mengatakan hal itu pada Restu, meski sepertinya Qadar sudah banyak bercerita padanya.

"Kalau gitu besok aku bawa buku-buku bekas dulu aku sekolah, mudah-mudahan masih ada dan belum di kasih ke tukang loak sama ibuku. Lumayan kan buat kamu belajar?" ucap Restu.

"Makasih sebelumnya," kata Laila.

"Jangan dulu berterima kasih. Kan bukunya pun belum jelas ada atau enggaknya. Nanti kalau aku udah kasih ke kamu baru bilang makasih," ucap Restu sedikit mengajaknya bercanda.

"Kak Restu selain baik juga lucu ya?" celoteh Qadar.

"Huss!" Laila melotot ke arah Qadar agar adiknya bicara lebih sopan.

"Gak apa-apa, jangan di pelototin adeknya kasian," kata Restu membuat pipi Laila merah karena malu.

"Bentar lagi bel masuk, kamu makan rotinya biar gak lemes. Wajah mu pucat tuh!" tunjuk Restu.

"I-iya." Laila tak berani menoleh lagi pada Restu. Anak laki-laki ini seperti malaikat yang di kirim Tuhan untuknya. Di tengah kemelut hidupnya.

"Qadar, ayo kita balik ke kelas! Perlu kakak antar lagi?" kata Restu.

"Gak usah kak makasih, aku udah hapal jalannya," ucap Qadar.

"Oke, lets go!" Restu meraih pundak Qadar, ia memperlakukan Qadar seperti pada adik kandungnya sendiri. Itu karena selama ini Restu tak pernah memiliki seorang adik, dia merupakan anak tunggal di keluarganya.

Keberadaan Qadar cukup membuatnya senang. Apalagi Qadar anak yang pintar dan lucu, juga sangat memprihatinkan kisah hidupnya.

"Dah kak Laila!" Qadar melambaikan tangan.

Laila pun membalas lambaian tangan Qadar.

Laila menatap nanar punggung kedua laki-laki itu, Qadar dan Restu. Setelah keduanya tak terjangkau netra Laila, gadis itupun segera melahap roti pemberian Restu tadi. Perutnya sudah sangat lapar, roti ini cukup untuk mengganjal perutnya.

'Terimakasih Tuhan, Engkau telah mengirimkan orang-orang baik di sekitar Qadar,' batin Laila merasa tenang melihat Qadar seceria tadi.

***

Restu menepikan motornya di depan rumah. Dia bergegas masuk rumah, ada barang yang harus ia cari di kamarnya.

"Sudah pulang, nak?" sahut Ambar saat melihat Restu menaiki anak tangga.

"Iya bu," jawab Restu menoleh sebentar lantas ia segera menaiki satu persatu anak tangga untuk sampai ke kamarnya di lantai atas.

Ambar mengikuti langkah putranya seraya membawa segelas jus untuk Restu yang sepertinya kelelahan sehabis pulang sekolah. Cuaca di luar cukup panas, Restu pasti haus setelah menempuh perjalanan dari sekolah ke rumah dengan mengendarai motor.

"Ya ampun! Cari apaan sih kok berantakan gitu?" tanya Ambar saat ia masuk ke dalam kamar Restu, dan melihat putranya itu memberantakan dus berisi buku bekas.

"Cari buku bekas SMP, masih adakan?" tanya Restu dengan masih memakai seragam sekolah, dasi nya nampak di longgarkan dan beberapa kancingnya terbuka.

"Buat apa?" Ambar bertanya seraya menyimpan segelas jus di atas nakas.

"Buat temen ku, kasihan dia gak bisa lanjutin sekolahnya," jawab Restu menyambar gelas jus lalu meneguknya.

Tenggorokannya terasa kering, segelas jus buatan ibunya cukup membuatnya lega.

"Kalau gak salah udah ibu jual ke tukang loak, lagian udah dua tahun yang lalu kali," kata Ambar.

"Yah!" Restu menghempaskan bobot tubuhnya dengan kasar ke atas ranjang empuk.

"Emangnya teman kamu itu gak punya orang tua apa?" tanya Ambar duduk di samping putranya.

"Ibunya meninggal, sekarang dia dan adiknya tinggal sama Paman mereka. Kasihan loh bu mereka," ucap Restu dengan mata mengawang mengingat kedua kakak beradik itu.

"Ayah mereka?" tanya Ambar.

"Katanya sih kerja tapi gak pernah pulang. Gak tau juga apa masih hidup atau enggak, soalnya udah lama mereka gak bertemu dengan ayahnya," jawab Restu.

"Kasihan juga ya," kata Ambar lantas ia teringat pada anak-anak suaminya Syarif yang di tinggal di kampung. Anak hasil dari pernikahan suaminya dengan istri sirinya.

Apakah nasib kedua anak Syarif juga akan sama dengan anak-anak yang di bicarakan Restu?

'Ah, buat apa aku pikirin mereka. Toh itu salah ibunya kenapa juga merebut kebahagiaan orang lain. Kalaupun mereka menderita, itu sudah resikonya!' batin Ambar yang entah kenapa tiba-tiba harus mengingat Marni istri kedua suaminya.

Ambar maupun Syarif memang belum tau kepergian Marni. Syarif sudah lama lost contact dengan Marni, begitupun Ambar sudah tak tau menau tentang istri kedua suaminya itu. Dan tidak mau tau!

"Bu! " Restu mengibaskan tangan di depan wajah Ambar ibunya melihat ibunya itu tiba-tiba saja melamun.

Ambar mengerjapkan mata, lamunannya buyar.

" Lamunin apa?" tanya Restu.

"Itu, ibu cuma mikir gimana kalau kamu beli di tempat jualan buku bekas saja, gimana?" kilah Ambar.

" Ide bagus! ibu terbaik deh," ucap Restu sambil memeluk ibunya.

bersambung,

Terpopuler

Comments

Suyatno Galih

Suyatno Galih

restu,Laila sm qodhar satu ayah, adik kandung ya thor

2023-06-07

1

yamink oi

yamink oi

kakak Adik beda ibu.....

2023-03-26

3

Ali B.U

Ali B.U

next

2023-03-24

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!