Jleb.. Pisau itu menancap tepat di lemari tempat Shindy bersandar. Bahkan sedikit saja Shindy bergeser, pisau itu bisa melukai wajahnya. Shindy menelan paksa ludahnya. Tenggorokannya terasa kering, bahkan napasnya tersengal.
"Siapa yang menyuruhmu masuk ke ruangan ini?" tanya Rama dengan nada lembut
Shindy menggeleng. "Kau.. Kau pengedar.. Pekerjaanmu ternyata.. Kau berdagang barang haram itu Ram!" ujar Shindy terbata
"Barang haram?" Rama tertawa
"Kau yang membawa barang haram di dalam perutmu itu! Anak orang lain yang kau akui sebagai anakku! Kau lah yang menjijikkan bodoh!" Tangan Rama mencengkeram leher Shindy. Shindy tercekat, lehernya terasa sakit. Dadanya pun sesak, Rama mencekiknya cukup kuat hingga urat nadi di lehernya nyaris terlihat. Shindy memelototkan matanya, hampir tak sanggup mempertahankan kesadarannya.
"Apa yang akan kau lakukan Shin? Kau sudah tahu rahasia besarku, lalu apa rencanamu?" ujar Rama melepas kasar cengkeramannya
"Uhuk.. Uhuk.." Shindy terbatuk sambil terus berusaha bernapas.
"Kita perlu memberinya pelajaran Wo, apa yang harus kita lakukan padanya?" tanya Rama dengan nada meledek
"Tubuhnya menarik, berikan saja padaku, aku akan memberinya hukuman yang tidak akan dia lupakan seumur hidupnya." ujar Bowo mendekat ke arah Shindy
"Jangan.. Tolong jangan lakukan itu!" teriak Shindy mencoba menjauhi Bowo
Tangan kekar Bowo, menarik kaki Shindy. Sedikit menyeretnya menuju ke luar ruangan.
"Ivan, tolong aku." pinta Shindy mendapati sosok Ivan yang berdiri di anak tangga menatapnya kosong.
"Tolong..." tubuh Shindy terus diseret menuju kamarnya.
"Aku sudah memperingatkanmu Shin. Tapi kau mengabaikannya." ujar Ivan lirih
Tubuh Shindy dibanting di atas ranjang. Kedua tangannya dipegangi oleh Rama dalam keadaan terlentang. Pintu kamar itu masih terbuka. Tanpa perasaan Bowo merobek kasar pakaian Shindy.
"Kali ini kau harus merasakan akibatnya Shin! Lakukan sesukamu Wo!" teriak Rama menyemangati Bowo
Dua lelaki biadap itu melampiaskan hasratnya pada Shindy. Tanpa belas kasihan, tamparan demi tamparan mendarat berkali-kali tiap Shindy menolaknya. Shindy meringis merasakan pedih, sakit di bagian bawahnya. Hujaman Bowo seperti tusukan pisau yang memberi luka dalam baginya. Shindy meraung sejadinya. Meratapi hidup yang tidak lagi adil untuknya.
"Terima kasih untuk service gratisnya boneka kecil. Lain kali buatlah kesalahan lagi yang lebih besar dari ini! Hahaha." seloroh Bowo
"Ini akan menjadi peringatan untukmu Shin! Berhentilah mencari tahu tentangku, atau aku bisa berbuat lebih dari ini! Kau mengerti!" bentak Rama
Shindy tak mampu lagi menjawab. Seluruh sendi dan tulangnya terasa remuk. Dua pria itu pergi meninggalkannya dalam keadaan yang mengenaskan.
"Heh bodoh! Kenapa kau disini?" tanya Bowo pada Ivan yang sedari tadi mengamati perbuatan keji mereka
"Kau juga mau ya? Masuklah. Nikmati sisa kami! Hahahaha." imbuh Rama menepuk bahu Ivan
Ivan hanya terdiam. Langkah kaki membawanya masuk ke dalam kamar. Shindy terkapar tak berdaya di ranjang, dengan air mata beruraian Shindy mengulurkan tangannya berniat meminta tolong pada Ivan. Ivan menatap darah di sudut bibir Shindy, bekas tamparan di pipinya juga luka memar baru yang muncul telah membangkitkan amarah Ivan. "Aku akan membantumu keluar dari sini." gumam Ivan
Shindy meneteskan air mata seraya menganggukkan kepala.
"Mau ku bantu membersihkan diri?" tanya Ivan
Lagi-lagi Shindy hanya mengangguk. Ivan mengangkat tubuh polos Shindy dan membawanya ke dalam kamar mandi. Setelah mengisi bath up dengan air hangat, Ivan membaringkan Shindy ke dalamnya.
"Sudah ku bilang kan, kau harus berhati-hati. Kau juga harus melawan. Tapi, kau tidak mendengarkanku." sesal Ivan
"Maaf aku hanya diam melihatmu disakiti seperti tadi." ujar Ivan
Shindy hanya terdiam. Tubuhnya sedikit rileks dalam rendaman air hangat.
"Aku akan membereskan kamarmu. Setelah itu kau bisa istirahat. Ini sudah larut malam." ujar Ivan
"Jangan pergi Van. Temani aku. Aku takut sendirian." tukas Shindy
Ivan menatap lekat wajah sendu itu. Sorotan mata yang penuh keputusasaan tampak di wajah Shindy. Tubuhnya lelah, pikiran dan jiwanya melayang entah kemana. Perlahan Ivan mendekat ke arahnya. Cup.. Bibirnya kembali mendarat di bibir Shindy. Ivan m*l*mat bibir Shindy dengan penuh perasaan. Seakan, hanya Shindy lah satu-satunya wanita yang bisa membangkitkan g*i*ahnya. Ivan melepaskan tautannya.
"Aku harus menyiapkan tempat tidurmu."
Ivan meninggalkan Shindy sendirian di kamar mandi. Shindy menenggelamkan wajahnya ke air. Kilasan singkat beberapa kejadian yang dia alami tampak seperti putaran kaset rusak yang mempengaruhi pikirannya. Shindy terusik, akan segala hal buruk yang menimpanya beberapa hari ini. Tubuhnya menegang, seketika dia tersedak. Gelembung air itu masuk ke dalam hidung dan mulutnya.
"Uhuk.. Uhuk.. Hoek.." suara itu memancing Ivan untuk datang
Ivan memeluk erat tubuh basah itu sambil terus mengusap-usap punggung Shindy yang tak memakai apapun.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Ivan begitu Shindy sedikit tenang
"Temani aku Van. Hanya malam ini saja. Biarkan aku tidur dengan tenang." ujar Shindy sedikit memohon
"Kau tahu kan, bagaimana suamimu? Aku tidak ingin membuatmu terkena masalah lagi! Ayo, ku bantu kembali ke kamar." ujar Ivan sambil mengangkat tubuh Shindy
Shindy mengalungkan tangannya ke leher Ivan. Selayaknya suami istri di malam pertama, Ivan menggendong Shindy ala bridal style. Ivan mendaratkan tubuh Shindy di ranjang lalu menutup tubuh itu dengan selimut.
"Gantilah pakaianmu, akan ku buatkan susu untukmu." ujar Ivan
"Van, apa kau punya kakak perempuan?" tanya Shindy
Langkah Ivan terhenti. Ivan menoleh ke arah Shindy untuk mendengarkan kembali pertanyaannya.
"Kau punya kakak perempuan kan?" ulang Shindy
"Darimana kau tahu?" tanya Ivan
"Ah, tidak. Aku hanya.. menebaknya saja!" ujar Shindy
Ivan menatap gelagat aneh Shindy
"Aku serius, aku hanya bertanya." ujar Shindy
"Baiklah. Aku buatkan susu dulu." ujar Ivan membiarkan pintu tertutup di belakangnya
Ivan melangkah ke arah dapur, tampak Bowo dan Rama sedang menikmati kopi mereka.
"Bagaiman rasanya Van? Apa kau menikmati bekasku?" seloroh Bowo
Ivan tak bergeming. Dengan santai Ivan menyalakan air dalam teko.
"Hei! Aku bicara denganmu bodoh!" olok Bowo
"Aku tidak ingin mendengarmu. Jadi berhentilah bicara omong kosong." nada dingin itu begitu menusuk telinga
"Omong kosong katamu? Sini biar ku robek mulutmu itu!" Ujar Bowo seraya melayangkan bogemnya ke arah Ivan
Ivan menangkis pukulan itu. Menggenggam erat kepalan tangan Bowo dan melemparkannya dengan keras. Tubuh Bowo terpelanting ke lantai.
"Kurang ajar kau!" Rama melayangkan kakinya di belakang tengkuk Ivan. Seketika Ivan menunduk dan sepakan Rama pun mendarat di kepala Bowo.
Bowo kembali limbung di lantai. Rama yang semakin geram pun berusaha menyerang Ivan dengan pisau di tangannya. Beberapa kali pisau itu hampir mengenai Ivan hingga ting... Tendangan Ivan membuat pisau itu terlempar beberapa meter. Ivan memelintir tangan Rama ke belakang dan menyiku tengkuknya. BUG..
Tubuh Rama tersungkur tak sadarkan diri. Sementara Bowo sedang linglung dengan kaki yang tidak seimbang.
"Ku bunuh kau!" teriak bowo mengarahkan pisau ke arah Ivan namun BUG.. Tubuhnya terhempas ke belakang karena tendangan Ivan
Dua manusia itu tergeletak di lantai.
"Aku tidak punya waktu lagi untuk meladenimu. Beristirahatlah, kumpulkan tenagamu untuk melawanku besok." pesan Ivan sambil menyeduh susu cokelat untuk Shindy
Ivan membawa segelas susu itu ke kamar Shindy. Tepat ketika pintu terbuka.
BUG.. Sebuah pukulan kayu mengenai tengkuk Ivan. Tubuh Ivan tersungkur dan susu itu pun berceceran di lantai. Rama mengarahkan pistolnya pada tubuh Ivan.
"Jangan Ram! Hentikan!" pekik Shindy
"Benalu ini sudah tidak berguna lagi." Rama menarik pelatuk pistol itu dan...
DOR....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Nur Liah
penasaran, kalau Ivan meninggal siapa yg membantu Shandy balas dendam 🥹
2024-04-09
0