Kabur Ke Bali

Shindy terbangun dengan tubuh yang terasa remuk. Masih memakai piyama mandi yang tidak di tutup dengan benar. Luka berdarah yang Rama torehkan mulai meninggalkan jejak darah mengering. Shindy meratap. Memandang perut ratanya penuh iba. "Kasihan kamu Nak. Apa kamu juga kesakitan di dalam sana? Bertahanlah ya Nak. Kita akan perjuangkan nasib kita bersama."

Shindy menurunkan kedua kakinya dari ranjang. Rasa ngilu dan memar muncul di pergelangan kakinya. Shindy berjalan tertatih menuju kamar mandi. Suaminya entah pergi kemana lagi. Bukan suami bagi Shindy. Lebih seperti Iblis yang tidak berhati.

Shindy mengucurkan air hangat dari shower. Perlahan membasahi rambut panjang kebanggaannya dan meluruhkan noda darah yang melekat di tubuhnya. Sesekali meringis menahan pedih karena lukanya terkena guyuran air. Shindy terdiam cukup lama membiarkan seluruh tubuhnya basah. Kaca di depannya menampakkan tubuh Shindy yang penuh bekas luka. Pukulan Rama sebelum pernikahannya masih meninggalkan bekas di wajah Shindy. Kini sudah membalutnya kembali dengan luka baru. Shindy menatap miris pada pantulan dirinya. Dulu, dia adalah gadis manja yang dipenuhi kasih sayang. Kini dia hanya sebatas wanita yang tidak diinginkan oleh suaminya.

"Tunggu. Aku bisa minta tolong pada Mama atau Andrian. Mereka pasti bisa menolongku!" ujar Shindy

Shindy mematikan showernya. Dan memakai piyama mandi serta handuk di kepalanya. Shindy keluar kamar mandi tepat saat ponselnya berdering. Shindy menghampiri benda pipih yang tak disentuhnya sedari kemarin. Beberapa panggilan tak terjawab dari mamanya. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Benar adanya jika firasat seorang ibu pada anaknya sangatlah kuat. Shindy menelepon balik nomor Bu Wulan.

"Halo Shin? Kok baru diangkat. Kamu darimana saja?." suara Bu Wulan terdengar meneduhkan bagi Shindy

"Ma, tolong Shindy. Shindy butuh bantuan Mama." ucapan Shindy tercekat menahan tangis

Bersamaan dengan itu, Rama masuk dan menatapnya tajam. Shindy terpaku. Kalimat minta tolong yang ingin dia katakan tertelan begitu saja.

"Halo Shin. Kok kamu diam? Minta tolong apa?" suara Bu Wulan terdengar panik

Rama mendekat ke arah Shindy. Sambil terus menatap nyalang ke arah istrinya itu.

"Shindy.. Shindy.. Lagi ngidam Ma. Shindy pengen makan rendang buatan Mama." ujar Shindy berbohong

"Owh begitu. Kamu buat Mama panik Shin. Ya sudah nanti biar diantar Pak Parmin kesana." ujar Bu Wulan

"Makasih ya Ma." ujar Shindy melirik ke arah Rama

Rama merebut ponsel Shindy.

"Ibu mertua, putrimu ini sedang manja sekali. Harus selalu dituruti apa yang dia mau." bohong Rama dengan lincahnya

Shindy menatap heran ke arah Rama. Bagaimana bisa dia berkata seolah tidak ada yang terjadi dan melupakan kekejaman yang dia lakukan semalam?

"Ibu mertua. Nanti biar saya saja yang mengambil rendang untuk istriku ya. Pak Parmin kan pasti banyak perkerjaan. Kasihan kalau harus bolak balik kesini."

"Sandiwara yang bagus Rama." cibir Shindy

Rama mematikan sambungan teleponnya. "Bukankah kau juga bersandiwara? Apa kau lupa, kalau pernikahan ini adalah bagian dari sandiwaramu?"

Shindy menatap tajam ke arah Rama. "Aku tidak bersandiwara Ram! Kaulah yang dengan sengaja melakukannya agar Mama tidak tahu yang sebenarnya terjadi!"

"Lalu, apa yang sebenarnya terjadi di antara kita Shin? Bisa kau jelaskan?" Rama pun tertawa.

Shindy terdiam. Jika dia meneruskan cek cok ini tidak akan ada habisnya.

"Dengar Shindy sayang. Jadilah istri yang baik di rumahku ini dan jangan bertindak apapun yang bisa merugikan dirimu sendiri. Karena aku bisa melakukan apapun semauku, seperti ini."

Rama mengangkat tinggi ponsel Shindy dan menjatuhkannya dengan kasar di lantai.

"Ramaa..." pekik Shindy

Ponsel kesayangannya hancur menjadi beberapa kepingan. Shindy terduduk di lantai meratapi satu-satunya alat komunikasi miliknya telah dirusak.

"Obati lukamu dengan ini. Aku sudah membelikanmu sarapan di dapur. Makanlah." ujar Rama meletakkan bungkusan kecil itu di ranjang

Shindy masih meratapi ponselnya. Sama sekali tak tersentuh dengan perlakuan Rama. Rama pun berjongkok dan menatap ke arah Shindy yang mulai menangis.

"Jangan menangis. Aku akan membelikanmu yang baru. Tapi sebelum itu, kau harus makan. Pastikan tubuhmu ternutrisi dengan baik agar kau kuat, menjaga anak di perutmu itu." ujar Rama merebut kembali kepingan ponsel Shindy.

"Berikan padaku Ram! Kartu SIM ku ada disitu." ujar Shindy berusaha meraih kembali ponselnya

Rama mengambil benda kecil itu lalu mematahkannya menjadi dua.

"Rama..." teriak Shindy mulai frustasi dengan tingkah suaminya.

Rama mendekat ke arah Shindy. Shindy semakin berjalan mundur. Langkah demi langkah. Tubuhnya terpojok oleh dinding di belakangnya. Kedua tangan Rama telah mengungkungnya. Apalagi sekarang?

"Persiapkan dirimu. Besok kita akan pindah ke Bali." ujar Rama

Pernyataan Rama membuat kedua mata Shindy membulat sempurna. Bali? Apa dia tidak salah dengar? Bagaimana dia bisa minta tolong pada orang tuanya jika jaraknya sejauh itu. Apalagi ponselnya sudah remuk. Tubuh Shindy merosot. Pikirannya benar-benar kalut. Tidak lagi terpikirkan bagaimana dia bisa kabur dari cengkeraman suami gilanya itu.

"Kau, jangan masuk ke dalam ruang ganti itu lagi! Atau kau akan dalam masalah besar." ujar Rama berjalan santai meninggalkan Shindy

Shindy memeluk kedua lututnya. Takut, sedih, marah. Segala perasaan itu menyatu dalam sebuah penyesalan. Shindy hanya bisa menyalurkannya lewat air mata. Mungkin hanya itulah yang bisa dia lakukan untuk saat ini. Setidaknya Rama tidak menyakitinya secara fisik seperti kemarin.

...****************...

"Rama! Anakku yang paling setia." tukas Tommy dengan bangganya menyambut Rama

"Aku punya tugas baru untukmu." ujar Tommy

"Apa Tuan?" tanya Rama

"Pergilah ke Bali. Pasar disana lebih bagus dari di kota ini." balas Tommy

"Berapa yang bisa kau jual disana?" tanya Tommy

"Siapkan 100. Aku akan membawanya lewat jalur dalam." ujar Rama dengan yakin

Tommy tampak berpikir. Tangannya mengisyaratkan agar pengawal pribadinya maju.

"Siapkan mobil dan dua orang untuk mengawalnya sampai ke tujuan. Juga, ambilkan barang itu di gudang." ujar Tommy dengan santainya

"Pergilah Ram. Aku akan persiapkan semuanya. Pastikan tidak ada yang tahu kepergianmu dan jangan tinggalkan jejak apapun." pesan Tommy

"Akan saya laksanakan Tuan." Rama pun berjalan mundur

"Kau butuh sesuatu?" tanya Tommy menyadari ada sesuatu yang berbeda dari Rama

Rama tampak pucat dengan tubuh yang menggigil. "Berikan aku satu botol Tuan. Tuan bisa memotong upahku nanti."

Senyum menyeringai tampak di bibir Tommy. Tommy berjalan menuju lemari es besar di dekat laboratorium. Dia melemparkan sebotol cairan bening ke arahnya. "Pergilah."

"Baik Tuan. Terima kasih."

...****************...

Shindy yang lelah menangis pun bangkit dari duduknya, kakinya gemetar terkena dinginnya lantai. Shindy berjalan keluar kamar. Berniat mengisi perutnya yang sudah berbunyi dari tadi. Samar terdengar suara rintihan orang di dalam ruang ganti. Shindy membatalkan niatnya untuk makan, Shindy mendekat ke arah pintu ruang ganti.

"Ram.. Rama?" panggil Shindy

Suara rintihan itu tidak terdengar lagi.

"Aneh, apa aku salah dengar ya?" Shindy berbalik hendak menuju dapur

"Arrrrgh.." namun suara itu terdengar lagi.

Shindy menggedor pintu ruang ganti dengan keras. "Ram kamu di dalam?"

"Jangan kemari. Pergi!" teriak Rama dari dalam ruang

"Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Shindy

"Pergi Shindy!" suara itu menggema begitu keras.

Shindy yang mendengar itu, merasa takut. Segera berlari ke dapur. Shindy mengambil bungkusan nasi uduk yang sudah dingin dan sebotol air dari dalam kulkas. Shindy memakan nasi yang sudah Rama siapkan tanpa peduli lagi apa yang terjadi pada Rama.

"Melihatmu makan, membuatku lapar!" ujar Rama dengan senyum di wajahnya.

Shindy menatap aneh ke arah suaminya. Wajahnya tampak segar, dengan senyum mengembang di bibirnya. Padahal sebelum hari ini, jangankan untuk tersenyum, sekedar menyapa dengan kata-kata manis saja tidak pernah.

"Enak kan nasi uduknya?" tanya Rama menyendokkan nasi Shindy ke dalam mulutnya

Shindy terfokus pada lengannya, urat hitam tampak dengan benjolan merah di atas sikunya.

"Ini kenapa?" tanya Shindy menyentuh benjolan itu

"Owh, hanya memar biasa. Nanti juga hilang. Sana habiskan dan kemasi barangmu. Aku akan mengemasi barangku juga." Ujar Rama masuk ke dalam kamar

"Sebenarnya apa yang terjadi denganmu Ram? Apa yang kamu sembunyikan dariku? Apa ini ada hubungannya dengan botol dan suntikan kemarin?" Shindy memasukkan sisa nasi yang tidak habis ke dalam sampah. Dengan tergesa, dia berlari ke arah ruang ganti. Berusaha membukanya namun sialnya terkunci.

"Aku harus menemukan sesuatu." gumam Shindy

"Mencari ini?" tanya Rama mengangkat kunci ruang ganti yang dipegangnya

Shindy tergagap. "E... Ada.. Pakaianku yang tertinggal di dalam."

Rama berjalan mendekatinya. Menghadap ke arah Shindy yang mulai ketakutan.

"Aku baru dari dalam dan tidak ada satu helai pun pakaianmu disana. Jadi apa yang kau cari?" tanya Rama menatap penuh selidik

"Aku.. Aku.."

"Sudah ku peringatkan jangan pernah masuk kembali ke ruang ini! Apa kau lupa?" tanya Rama mulai menunjukkan kebengisannya

Shindy mundur perlahan dan berlari masuk ke dalam kamar.

"Hari ini kau bebas Shin. Tapi setelah di Bali. Tidak akan ku biarkan kau tinggal serumah denganku, atau rahasiaku akan terbongkar." batin Rama

Episodes
1 Prolog
2 Awal Bencana
3 Kenyataan Pahit
4 Kekecewaan Mendalam
5 Kebencian
6 Tamu Penting
7 Persiapan Pernikahan
8 Dinikahkan !
9 Malam Pengantin
10 Kabur Ke Bali
11 Rencana Tersembunyi
12 Rumah Baru
13 Ruang Kerja
14 Sakit
15 Teka teki baru
16 Penyelidikan
17 Hukuman
18 Rumah Sakit
19 Rencana kabur yang gagal
20 Kenyataan Lain
21 Kembali tertangkap
22 Tidak Terduga
23 Sebuah Ancaman
24 Kehilangan
25 Penyelidikan
26 PENTING WAJIB DIBACA
27 Sebuah Kelicikan
28 Tuduhan Palsu
29 Bagian dari Perangkap
30 Perbincangan Serius
31 Tommy Andrian
32 Surat
33 Kembali
34 Sebuah Laporan
35 Hilangnya Ivan
36 Percobaan Bunuh Diri
37 Kesempatan Kedua
38 Ruangan Rumah Sakit
39 Salah Ruang
40 Tidak Salah Ingat
41 Keputusan yang Salah
42 Sedikit perlawanan
43 Menjauh
44 Awal Baru
45 Sosok Familiar
46 Menjadi Karyawan Baru
47 Merindukan Seseorang
48 Menghindar
49 Obrolan Singkat
50 Cekcok
51 Membuat Masalah
52 Belum Selesai
53 Rahasia Ivan
54 Kembalinya Ivan
55 Tidak Sesuai Harapan
56 Sama-sama Putih
57 Terbongkarnya rahasia
58 Bayi Perempuan
59 K A M U !
60 Pertemuan Tidak Terduga
61 Bayinya Hilang
62 Semakin Menjadi
63 Terlambat
64 Kepulangan Shindy
65 Sebuah Fakta
66 Bukan Pelaku Sebenarnya
67 Penyergapan
68 Balik disergap
69 Pertikaian di Jalan
70 Pemakaman Anton Rahardja
71 Penolakan Sang Istri
72 Kembali
73 Pencarian
74 Serangan Pertama
75 Serangan Kedua
76 Sarang Musuh
77 Menyusup
78 Bala Bantuan
79 Akhir Cerita
80 Belum Selesai
81 Harta Warisan
82 Kisah Sempurna
83 EPILOG
84 SEKILAS INFO MAU LEWAT...
85 IJIN PROMOTE YA...
Episodes

Updated 85 Episodes

1
Prolog
2
Awal Bencana
3
Kenyataan Pahit
4
Kekecewaan Mendalam
5
Kebencian
6
Tamu Penting
7
Persiapan Pernikahan
8
Dinikahkan !
9
Malam Pengantin
10
Kabur Ke Bali
11
Rencana Tersembunyi
12
Rumah Baru
13
Ruang Kerja
14
Sakit
15
Teka teki baru
16
Penyelidikan
17
Hukuman
18
Rumah Sakit
19
Rencana kabur yang gagal
20
Kenyataan Lain
21
Kembali tertangkap
22
Tidak Terduga
23
Sebuah Ancaman
24
Kehilangan
25
Penyelidikan
26
PENTING WAJIB DIBACA
27
Sebuah Kelicikan
28
Tuduhan Palsu
29
Bagian dari Perangkap
30
Perbincangan Serius
31
Tommy Andrian
32
Surat
33
Kembali
34
Sebuah Laporan
35
Hilangnya Ivan
36
Percobaan Bunuh Diri
37
Kesempatan Kedua
38
Ruangan Rumah Sakit
39
Salah Ruang
40
Tidak Salah Ingat
41
Keputusan yang Salah
42
Sedikit perlawanan
43
Menjauh
44
Awal Baru
45
Sosok Familiar
46
Menjadi Karyawan Baru
47
Merindukan Seseorang
48
Menghindar
49
Obrolan Singkat
50
Cekcok
51
Membuat Masalah
52
Belum Selesai
53
Rahasia Ivan
54
Kembalinya Ivan
55
Tidak Sesuai Harapan
56
Sama-sama Putih
57
Terbongkarnya rahasia
58
Bayi Perempuan
59
K A M U !
60
Pertemuan Tidak Terduga
61
Bayinya Hilang
62
Semakin Menjadi
63
Terlambat
64
Kepulangan Shindy
65
Sebuah Fakta
66
Bukan Pelaku Sebenarnya
67
Penyergapan
68
Balik disergap
69
Pertikaian di Jalan
70
Pemakaman Anton Rahardja
71
Penolakan Sang Istri
72
Kembali
73
Pencarian
74
Serangan Pertama
75
Serangan Kedua
76
Sarang Musuh
77
Menyusup
78
Bala Bantuan
79
Akhir Cerita
80
Belum Selesai
81
Harta Warisan
82
Kisah Sempurna
83
EPILOG
84
SEKILAS INFO MAU LEWAT...
85
IJIN PROMOTE YA...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!