Kebencian

Shindy menatap wajah kecewa Andrian. Jauh di dalam hati Shindy, dia sangat menyesal. Bahkan pria sebaik Andrian pun telah dia sia-siakan Shindy mengusap air matanya yang mulai jatuh. Entah mengapa tidak sanggup melepaskan Andrian. Namun keadaan memaksanya memilih hal lain.

"Ayo pulang Shin. Aku harus segera kembali ke kantor." ujar Andrian akhirnya

Shindy mengekor di belakang Andrian tanpa sepatah kata pun. Meski Andrian tersakiti dalam hal ini, dia masih mau mengantar Shindy dengan baik. Tidak memakinya, tidak menamparnya. Sangat berbeda dengan Rama yang justru mem*kuli Shindy dan menolak bayinya.

"Aku pamit dulu Shin. Sampaikan salamku pada papa dan mamamu." ujar Andrian meninggalkan Shindy di depan gerbang rumahnya

Shindy menatap sendu mobil sedan yang semakin menjauh. Shindy pun lalu masuk ke dalam. Pak Anton dan Bu Wulan sedang berbincang penting di ruang tamu ketika dia masuk. Sorot ketidaksukaan Pak Anton seolah ingin mengh*bisinya saat itu juga. Shindy tidak berani menyapa mereka. Dia memutuskan untuk kembali ke kamarnya.

"Shindy!" panggil Bu Wulan.

Langkahnya terhenti. Perlahan memutar tubuhnya menghadap orang tuanya.

"Persiapkan dirimu! Kamu sendiri yang akan meminta maaf secara langsung pada Bu Nunik." ujar Bu Wulan

"Ta.. Tapi Ma.. Bukankah papa dan mama juga akan ikut?" tanya Shindy

Tampak Bu Wulan menoleh ke arah suaminya.

"Kami sebatas mendampingi. Masalah ini ada karena ulahmu, kamulah yang harus mengakhirinya sendiri!" tegas Pak Anton

Shindy terkejut dengan penuturan Pak Anton. Dia bahkan kesulitan memberi tahu Andrian, bagaimana bisa dia harus menghadapi Bu Nunik yang sudah dianggap seperti ibunya sendiri.

"Masuk ke kamarmu sekarang! Nanti jam 7 malam kita berangkat!" perintah Pak Anton.

Shindy melangkah gontai ke arah kamarnya. Terdengar gedoran pintu dan teriakan keras dari kamar belakang, kamar tempat Rama dikurung. Shindy menatap pintu besar itu dengan iba.

"Rama benar-benar menolakku dan bayi ini. Lalu bagaimana dengan hidupku nanti setelah menikah?"

Shindy pun mengunci diri di dalam kamar. Mencoba terlelap meski suara berisik Rama terus terdengar di telinganya.

Shindy terbangun saat adzan magrib berkumandang, cukup lama dia tertidur karena tubuhnya benar-benar lelah. Shindy terduduk sambil melihat ponselnya. Tak ada pesan masuk atau notif panggilan. Biasanya, Andrian akan meneleponnya sepanjang malam. Sekarang, dunianya serasa kosong.

TOK TOK TOK.. Suara ketukan pintu mengkagetkannya. Seketika Shindy bangkit dan membukakan pintu.

"Non, dipanggil Tuan dan Nyonya untuk makan malam." ujar Bi Ningsih

"Bilangin ke mereka Bi. Shindy mau mandi dulu dan akan menyusul dalam 10 menit." ujar Shindy

"Baik Non."

Bibi Ningsih pun berjalan ke arah dapur. Sementara Shindy memanfaatkan waktu yang ada untuk bersiap. Terlebih menyiapkan mental dan hatinya untuk memberitahukan segalanya pada Bu Nunik. Shindy menatap pantulan dirinya di cermin. Lebam biru di pelipis dan rahang bawah masih terlihat jelas meski dalam polesan bedak tebal.

TOK TOK TOK.. Pintu kamar diketuk lagi. Kali ini dengan runtut dan keras.

"Keluar kamu Shindy! Jangan lari dari apa yang sudah jadi tugasmu!" teriak Pak Anton

Bukan maksud Shindy mengelak atau lari dari tanggung jawab. Dia hanya mempersiapkan segalanya dengan baik. Ini adalah hal besar, tidak mungkin dia asal melakukannya.

Shindy meraih tas kecil dan dompetnya. Membuka pintu kamarnya dengan wajah tertunduk

"Ayo kita ke rumah Andrian!" ajak Pak Anton

"Pa, biarkan Shindy makan dulu." ujar Bu Wulan

"Biar makan nanti saja! Ini sudah mau jam 7." ujar Pak Anton

Shindy mengikuti kedua orang tuanya. Suara gedoran dan teriakan Rama tidak lagi terdengar. "Mungkin dia lelah dan tidur." Shindy masuk di kursi belakang bersama Bu Wulan. Pak Anton duduk depan di samping Pak Beno yang mengemudi. Mobil hitam itu melaju menuju perumahan mewah, tempat Andrian tinggal. Berhenti tepat di depan sebuah rumah bertuliskan W-03.

Pak Anton keluar lebih dulu. Sambutan hangat Bu Nunik semakin menegaskan bahwa, Andrian tidak menceritakan apapun padanya. Shindy semakin merasa tak enak karena harus merusak suasana hati Bu Nunik.

"Mari Masuk Pak Anton, Jeng Wulan." adegan cipika cipiki masih dilakukan dua wanita yang hendak menjadi besan tersebut, namun siapa sangka itu tidak akan pernah terjadi.

"Duh, kamu makin cantik aja Nduk." puji Bu Nunik seraya memeluk tubuh Shindy.

"Terima kasih Ma." balas Shindy tersenyum simpul

Kelima orang itu pun masuk ke dalam ruang. Tertinggal Pak Beno saja yang sibuk dengan sebatang r*kok yang dihisapnya.

"Sebenarnya ada apa ini? Kok tumben sekali kesininya barengan. Mendadak lagi!" tukas Bu Nunik memulai pembicaraan

"Apa Andrian belum cerita ke ibu?" tanya Pak Anton

Bu Nunik menoleh ke arah anaknya yang murung. Andrian melirik sekilas ke arah Shindy dan menggelengkan kepalanya. Entah apa maksudnya, Shindy tidak paham.

"Maaf loh jeng Wulan. Saya nggak nyiapin apa-apa. Adanya cuma ini teh hangat sama pisang goreng. Monggo dicoba!" tawar Bu Nunik

"Santai saja Bu Nunik, sebenarnya nggak perlu repot-repot begini." balas Bu Wulan masih basa basi.

"Jadi maksud kedatangan kami, ingin mendampingi anak kami, Shindy untuk berbicara langsung tentang pernikahannya dan Andrian." ujar Pak Anton

"Oalah, iya terus bagaimana Nduk? Apa ada perubahan rencana?" tanya Bu Nunik

Shindy terdiam, bingung harus mulai dari mana. Kakinya tampak bergerak-gerak gusar di bawah sana. Sejujurnya dia malu untuk mengakui aib yang baru saja dia lakukan. Bu Wulan yang tampak sama tak sabarnya dengan Pak Anton menyenggol pelan lengan Shindy.

Setelah menarik napas dalam Shindy pun berkata, "Maafkan Shindy Ma. Sepertinya, rencana pernikahan Shindy sama Andrian tidak bisa dilanjutkan."

Kedua mata Bu Nunik membulat. Bagaimana bisa pernikahan tersebut batal disaat hari H sudah dekat dan semua persiapan telah dilakukan?

"Tunggu Nduk ada apa ini! Kok tiba-tiba batal? Apa kalian sedang bertengkar? Apa Andrian nyakitin kamu? Ini bisa dibicarakan baik-baik Nduk. Jangan tiba-tiba nggak jadi gini." sergah Bu Nunik

"Maaf Bu Nunik, sebenarnya Shindylah yang membuat kesalahan."

"Dia sedang hamil Bu, tapi bukan anak Andrian." terang Bu Wulan

Mulut Bu Nunik menganga cukup lebar, seolah sedang mencari pasokan oksigen yang sulit masuk ke paru-parunya.

"Ma.. Mama nggak apa-apa?" tanya Andrian mulai panik.

"Mama... Mama ..." Tubuh itu terkulai tak sadarkan diri.

Dengan dibantu Pak Anton, Andrian membawa Bu Nunik ke dalam kamarnya.

"Mama kenapa An?" tanya Shindy panik

"Nggak tahu Shin. Tolong tunggu mama sebentar ya! Aku mau telepon dokter Andi dulu." ujar Andrian sambil meninggalkan kamarnya.

Shindy hanya duduk berdua dengan Bu Wulan. Dioleskannya minyak kayu putih di telapak tangan dan kaki Bu Nunik. Dengan telaten Shindy memijat kaki Bu Nunik yang tengah pingsan.

"Gimana An?" tanya Shindy begitu Andrian kembali.

"Dokter Andi sedang perjalanan kemari." tukasnya.

Shindy mencoba mengoleskan minyak kayu putih di tangannya lalu mendekatkan ke hidung Bu Nunik. Mata itu mulai bergerak-gerak. Perlahan Bu Nunik pun sadar.

"Syukurlah mama sudah sadar." ujar Shindy senang.

"Tolong beri kami waktu untuk bicara." ujar Bu Nunik pada Bu Wulan

"Saya juga keluar Ma?" tanya Shindy

"Aku ingin bicara empat mata sama kamu." ujar Bu Nunik

Andrian pun ikut keluar kamar dan menutup pintunya.

"Terima kasih ya Shin sudah menyakiti anak saya!" ucapan ketus itu terlontar

Shindy melepaskan pijatannya.

"Saya kira kamu wanita baik-baik. Saya kira kamu bisa membahagiakan anak saya, Andrian. Apa yang tidak saya dan anak saya berikan ke kamu? Sampai hati kamu menghancurkan kami seperti ini!" ujar Bu Nunik masih dengan posisi terbaring

Shindy tak berkomentar. Dia akan menerima semua kemarahan Bu Nunik karena memang ini salahnya.

"Apa kamu sudah puas? Atau kamu masih menyiapkan rencana lain?" tanya Bu Nunik

"Enggak Ma.. Shindy.. Nggak bermaksud begitu. Shindy tahu, Shindy memang salah. Tapi Shindy tidak punya niat jahat sedikitpun pada Mama dan juga Andrian." ujar Shindy

"Aku bukan mamamu Shin. Jadi jangan memanggilku dengan sebutan itu lagi! Untungnya kebusukanmu terbongkar sebelum kalian menikah, bagaimana jika tidak? Mungkin kamu bisa hamil anak orang lain dan meminta Andrian menerimanya sebagai anak kalian!" ujar Bu Wulan

Sakit.. Ucapan Bu Wulan menyayat hatinya. Tidak pernah sebelumnya ada orang yang merendahkan martabatnya sampai seperti ini.

"Satu lagi Shin! Kamu tidak akan pernah bahagia dengan cara hidupmu yang seperti ini. Dan tidak akan ada pintu yang terbuka untukmu kembali ke rumah ini."

Episodes
1 Prolog
2 Awal Bencana
3 Kenyataan Pahit
4 Kekecewaan Mendalam
5 Kebencian
6 Tamu Penting
7 Persiapan Pernikahan
8 Dinikahkan !
9 Malam Pengantin
10 Kabur Ke Bali
11 Rencana Tersembunyi
12 Rumah Baru
13 Ruang Kerja
14 Sakit
15 Teka teki baru
16 Penyelidikan
17 Hukuman
18 Rumah Sakit
19 Rencana kabur yang gagal
20 Kenyataan Lain
21 Kembali tertangkap
22 Tidak Terduga
23 Sebuah Ancaman
24 Kehilangan
25 Penyelidikan
26 PENTING WAJIB DIBACA
27 Sebuah Kelicikan
28 Tuduhan Palsu
29 Bagian dari Perangkap
30 Perbincangan Serius
31 Tommy Andrian
32 Surat
33 Kembali
34 Sebuah Laporan
35 Hilangnya Ivan
36 Percobaan Bunuh Diri
37 Kesempatan Kedua
38 Ruangan Rumah Sakit
39 Salah Ruang
40 Tidak Salah Ingat
41 Keputusan yang Salah
42 Sedikit perlawanan
43 Menjauh
44 Awal Baru
45 Sosok Familiar
46 Menjadi Karyawan Baru
47 Merindukan Seseorang
48 Menghindar
49 Obrolan Singkat
50 Cekcok
51 Membuat Masalah
52 Belum Selesai
53 Rahasia Ivan
54 Kembalinya Ivan
55 Tidak Sesuai Harapan
56 Sama-sama Putih
57 Terbongkarnya rahasia
58 Bayi Perempuan
59 K A M U !
60 Pertemuan Tidak Terduga
61 Bayinya Hilang
62 Semakin Menjadi
63 Terlambat
64 Kepulangan Shindy
65 Sebuah Fakta
66 Bukan Pelaku Sebenarnya
67 Penyergapan
68 Balik disergap
69 Pertikaian di Jalan
70 Pemakaman Anton Rahardja
71 Penolakan Sang Istri
72 Kembali
73 Pencarian
74 Serangan Pertama
75 Serangan Kedua
76 Sarang Musuh
77 Menyusup
78 Bala Bantuan
79 Akhir Cerita
80 Belum Selesai
81 Harta Warisan
82 Kisah Sempurna
83 EPILOG
84 SEKILAS INFO MAU LEWAT...
85 IJIN PROMOTE YA...
Episodes

Updated 85 Episodes

1
Prolog
2
Awal Bencana
3
Kenyataan Pahit
4
Kekecewaan Mendalam
5
Kebencian
6
Tamu Penting
7
Persiapan Pernikahan
8
Dinikahkan !
9
Malam Pengantin
10
Kabur Ke Bali
11
Rencana Tersembunyi
12
Rumah Baru
13
Ruang Kerja
14
Sakit
15
Teka teki baru
16
Penyelidikan
17
Hukuman
18
Rumah Sakit
19
Rencana kabur yang gagal
20
Kenyataan Lain
21
Kembali tertangkap
22
Tidak Terduga
23
Sebuah Ancaman
24
Kehilangan
25
Penyelidikan
26
PENTING WAJIB DIBACA
27
Sebuah Kelicikan
28
Tuduhan Palsu
29
Bagian dari Perangkap
30
Perbincangan Serius
31
Tommy Andrian
32
Surat
33
Kembali
34
Sebuah Laporan
35
Hilangnya Ivan
36
Percobaan Bunuh Diri
37
Kesempatan Kedua
38
Ruangan Rumah Sakit
39
Salah Ruang
40
Tidak Salah Ingat
41
Keputusan yang Salah
42
Sedikit perlawanan
43
Menjauh
44
Awal Baru
45
Sosok Familiar
46
Menjadi Karyawan Baru
47
Merindukan Seseorang
48
Menghindar
49
Obrolan Singkat
50
Cekcok
51
Membuat Masalah
52
Belum Selesai
53
Rahasia Ivan
54
Kembalinya Ivan
55
Tidak Sesuai Harapan
56
Sama-sama Putih
57
Terbongkarnya rahasia
58
Bayi Perempuan
59
K A M U !
60
Pertemuan Tidak Terduga
61
Bayinya Hilang
62
Semakin Menjadi
63
Terlambat
64
Kepulangan Shindy
65
Sebuah Fakta
66
Bukan Pelaku Sebenarnya
67
Penyergapan
68
Balik disergap
69
Pertikaian di Jalan
70
Pemakaman Anton Rahardja
71
Penolakan Sang Istri
72
Kembali
73
Pencarian
74
Serangan Pertama
75
Serangan Kedua
76
Sarang Musuh
77
Menyusup
78
Bala Bantuan
79
Akhir Cerita
80
Belum Selesai
81
Harta Warisan
82
Kisah Sempurna
83
EPILOG
84
SEKILAS INFO MAU LEWAT...
85
IJIN PROMOTE YA...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!