Andrian memundurkan tubuhnya. Menatap tak percaya ke arah Shindy.
"Maafin aku An. Bukan maksudku menghianati kamu, ini terjadi begitu saja. Kami baru bertemu sekali sejak kami putus dan kami.."
"Cukup! Jangan jelaskan apapun lagi Shin." potong Andrian
"Dia bohong! Aku tidak menghamilinya!" teriak Rama berusaha memberontak pegangan Pak Beno.
"Tutup mulutmu!" teriak Pak Anton
Andrian menatap ke arah Rama yang sedang kesakitan karena kedua tangannya dipelintir ke belakang oleh Pak Beno.
"Pa, tolong jelaskan. Jika memang Shindy hamil, dengan siapa? Dan jika memang anak yang dikandungnya adalah milik laki-laki itu. Kenapa dia tidak mau mengakuinya?" tanya Andrian yang tampak bingung oleh keadaan
"Wanita j*l*ng itu hamil anakmu bodoh! Kaulah bapaknya! Bukan aku! Aku hanya menyentuhnya sekali, aku tidak membuatnya hamil!" teriak Rama lagi
Andrian menatap ke arah Shindy. Shindy hanya bisa menangis sambil memegang ujung bajunya yang sudah kusut. Dia sangat yakin, terakhir kali hanya Rama lah lelaki yang menyentuhnya. Meski bertahun-tahun menjadi pacar Andrian, Andrian selalu menjaganya, tidak pernah sekalipun berniat menodainya.
"Shindy? Anak siapa sebenarnya yang ada di perutmu?" tanya Andrian
"Anak.. " Shindy melirik takut ke arah Rama yang menatapnya tajam. Seolah mengancamnya untuk tidak memberitahukan yang sebenarnya.
"Jawab saja Shin. Jangan takut!" ujar Pak Anton
"Anaknya Rama." ujar Shindy pelan
Andrian menarik berat napasnya. Bu Wulan yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara.
"Andrian, semua yang terjadi ini di luar sepengetahuan kami. Kami juga tidak pernah tahu kapan Shindy mulai berhubungan lagi dengan Rama. Dia tidak pernah cerita. Baru tadi kamu mengetahui langsung dari testpack yang ditemukan Bi Ningsih."
"An, tolong maafin aku. Aku tahu aku salah, dan nggak pantes buat memohon apapun dari kamu. Kamu boleh marah, menyalahkanku, menghinaku. Lakukan apapun yang kamu mau untuk membalasku. Tapi tolong jangan pernah membenciku An." pinta Shiny berurai air mata
Andrian terdiam. Menatap kosong ke arah lain. Tidak terpikirkan olehnya pemecahan masalah yang sedang terjadi. Dia hanya berusaha menstabilkan napasnya yang mulai terasa sesak.
"Jadi, apa keputusan yang akan kalian ambil dalam hal ini?" tanya Pak Anton
Andrian menatap sekilas ke arah Shindy. Gadis itu masih tersedu dengan punggung yang bergerak naik turun.
"Saya serahkan semua keputusan ini pada Shindy saja Pa. Dia maunya gimana?" balas Andrian pasrah
Dia bisa saja menerima kondisi Shindy saat ini, tapi apa dia bisa bersikap adil pada bayi yang dikandungnya. Jika setiap melihatnya saja Andrian ingat akan penghianatan Shindy.
Shindy menatap ke arah Rama yang menatapnya penuh kebencian. Bayi ini miliknya, dialah ayahnya. Jika dia menikah dengan Andrian, dan ternyata dia melahirkan anak perempuan. Maka akan sulit baginya menemukan Rama kembali saat menikahkan putrinya. Tapi jika dia menikah dengan Rama, sudah dipastikan Rama tidak akan menerima anaknya dan akan sangat membencinya.
"Shindy, cepat katakan apa keputusanmu! Terlalu banyak berpikir tidak akan mengubah keadaanmu!" ujar Pak Anton tak sabaran
Shindy memejamkan kedua matanya. Mempertimbangkan kembali lintasan pilihan yang berkecamuk di otaknya. Terasa sebuah tangan mengusap lembut punggungnya.
"Apapun yang kamu putuskan, aku akan menerimanya Shin." ujar Andrian
Shindy membuka matanya. Menatap lekat ke arah Rama.
"Ini adalah hasil perbuatanku bersama Rama. Jadi Ramalah yang harus bertanggung jawab untuk menikahiku." ujar Shindy
"Nggak! Aku tidak mau! Lepaskan! Lepaskan aku! Aku tidak akan bertanggung jawab untuk anak yang tidak jelas bapaknya itu! Lepas." Rama meronta-ronta semakin kuat.
Hampir saja cekalan tangan Pak Beno terlepas. Sebuah pukulan keras mendarat di wajah Rama. Tubuhnya tersungkur di lantai. Mulutnya terluka. Tampak seringaian muncul di bibirnya. Dengan sigap dia mencoba berdiri dan hendak kabur.
BUG... Sebuah balok berukuran sedang mendarat di tengkuknya. Seketika dia pingsan.
"Apa harus melakukan semua ini untuk menangkap b*j*ng*n kecil seperti dia?" ujar Pak Anton sambil melemparkan balok kayunya
"Bawa dia ke kamar Pak Beno. Kunci pintu dan jendelanya! Pastikan dia tidak bisa kabur. Biarkan dia terkurung sampai besok! Dan urus pernikahan anakku segera. Minta Priyo untuk menemui Penghulu!" perintah Pak Anton
Andrian hanya menatap nanar ke arah tubuh Rama yang diseret masuk ke dalam kamar. Pak Anton sebenarnya orang yang baik, tapi memang dia tidak suka dibantah. Apapun yang dia perintahkan harus dilaksanakan. Sentuhan tangan Shindy membuyarkan lamunannya.
"Bisa kita bicara berdua saja An?" pinta Shindy
Andrian menoleh ke arah Bu Wulan, meminta persetujuan.
"Pergilah. Kalian butuh waktu untuk ini." ujar Bu Wulan seolah mengerti arti tatapan Andrian
Andrian segera berdiri, menjabat tangan Bu Wulan dan berpamitan pada Pak Anton. Pak Anton hanya menepuk pundaknya pelan dan mengantarkan mereka sampai halaman.
"Maafkan saya Andrian! Nanti malam saya akan menemui Mamamu untuk menjelaskan masalah ini dan membatalkan pernikahan kalian." terang Pak Anton
"Baik Pa nanti saya beritahu mama. Saya dan Shindy keluar dulu Pa." pamit Andrian
Shindy hanya menatap sayu ke arah Pak Anton. Wajah dingin itu kembali dia tunjukkan, seolah sangat membenci Shindy. Pak Anton masuk ke dalam rumah dengan pintu terbanting di belakangnya.
"Mau kemana Shin?" tanya Andrian begitu keluar dari komplek perumahan Shindy
"Terserah." balas Shindy
"Makan ya!" tawar Andrian
"Aku nggak lapar." ujar Shindy
"Ingat! Ada bayimu yang juga merasakan apa yang ibunya alami. Kalau kamu nggak makan dia juga akan puasa kan? Apa.. Kamu nggak kasihan."
Bujukan Andrian meluluhkan hati Shindy. Mobil itu terarah di sebuah restoran chicken favorit Shindy. Sampai di tempat makan, Shindy hanya makan sedikit dari ayam yang dipesannya. Saus keju kesukaannya pun bahkan tak disentuh. Rasanya tak ada yang menarik dari menu yang ada di depannya. Shindy menatap ke arah Andrian yang melahap habis nasi di hadapannya. Dia tahu, kekasihnya sangat lapar. Dia menyempatkan untuk menjemputnya, tapi justru harus menghadapi berbagai ketegangan ini.
"An, sekali lagi, maafin aku ya. Aku harus kembali sama Rama dan batalin pernikahan kita." ujar Shindy
Andrian menghentikan makannya. "Shin jujur ya? Sebenarnya perasaanmu gimana? Apa kamu memang masih menyukai Rama?"
Shindy kembali menatap Andrian.
"Aku udah berhasil lupain dia An. Apalagi waktu kamu udah nglamar aku, aku nggak sedikit pun teringat soal dia."
"Tapi, waktu aku reuni sama teman SMA ku di clubbing. Aku ketemu lagi sama dia, dia ngajak aku minum bareng dan.. Yah beginilah akhirnya." sesal Shindy mengenang kembali tragedi malam itu
"Terus perasaanmu ke aku gimana?" tanya Andrian
Shindy terdiam. Jujur dia mulai menyukai Andrian, namun sikap dan kebaikan Andrian membuatnya merasa tak pantas untuknya. Ditambah, Andrian tidak seperti pemuda pada umumnya yang suka bersenang-senang. Dia hanya fokus pada karir dan kebahagiaan mamanya. Baginya, Andrian membosankan.
"Shin.. Jujur kamu nggak suka aku kan?" tanya Andrian seolah tahu yang Shindy pikirkan.
"Maaf ya An." hanya itu yang mampu Shindy ucapkan tanpa berniat menyakiti Andrian lebih jauh
"Harusnya.. Kamu bilang dari awal Shin. Kalau memang kamu nggak bisa nerima aku, lamaran ini, jangan diteruskan. Bukan seperti ini cara yang tepat untuk menghentikan semuanya Shin!"
"Tapi, aku bisa ngerti kok. Aku nggak sebanding sama apa yang papamu miliki. Dan aku nggak seperti yang kamu harapkan! Maaf untuk ketidaksempurnaanku Shin! Semoga kamu selalu bahagia bersama Rama."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Yem
Kurang sabar apa coba, Andrian.. hihihi
2023-03-05
1