Tubuh Shindy mematung. Habislah riwayatnya saat itu, seseorang menepuk bahunya. Shindy menarik pintu ruang kerja Rama agar kembali tertutup.
"Maaf tadi pintunya terbuka. Jadi aku tutup." bohong Shindy tanpa berani menoleh ke arah lelaki di depannya.
Shindy berjalan menunduk berniat kembali ke dapur.
"Airmu sudah mendidih." ujar lelaki itu
Shindy terhenti. Suara itu bukan milik Rama. Shindy memberanikan diri untuk menoleh.
"Ivan, mengkagetkan saja! Ku kira kau Rama." ujar Shindy merasa lega
"Lain kali, berhati-hatilah. Jangan membiarkan rasa penasaran membawamu ke dalam masalah yang lebih besar lagi." ujar Ivan
"Kalau kau tidak ingin aku begitu, tolong jawab aku Van! Apa pekerjaan Rama?" tanya Shindy
"Jangan anggap remeh ancaman suamimu Shin. Itu bisa membahayakan nyawamu." pesan Ivan tanpa berniat menjawab pertanyaan Shindy.
Shindy terdiam. "Apa perkerjaan mereka sebenarnya?"
Shindy segera menuangkan air dalam panci ke dalam dua gelas yang sudah disiapkan. Mengaduknya perlahan lalu membawanya ke ruang tamu.
"Ini kopimu Ram. Dan ini untukmu." ujar Shindy hendak berbalik
"Biar ku cicipi dulu." ujar Rama.
"Blah, kopi apa ini? Ini pahit sekali!" Rama menyemburkan kopi itu ke arah Shindy
"Bajuku. Mukaku! Panas Ram." protes Shindy
"Kopi ini tidak kau beri gula?" balas Rama tak mengindahkan ucapan Shindy
"Su.. Sudah. Satu sendok." ujar Shindy
"Kenapa bisa sepahit ini!" bentak Rama.
"Jangan memarahinya terus Ram. Dia masih sangat kecil. Hahahaha." ledek Bowo
"Maafkan aku, biar ku buatkan yang baru." ujar Shindy berniat mengambil cangkir kopi Rama
Rama lebih dulu mengambil cangkir itu dan memaksa Shindy meminumnya. Shindy tersedak kopi yang benar-benar pahit di mulutnya, hingga tanpa sengaja menyenggol tangan Rama dan menumpahkan isinya. Kemaja putih Rama, sudah berubah warna.
"Maaf Ram. Maafkan aku. Aku tidak.."
PLAK.. "Apa yang kau bisa gadis b*doh!" ujar Rama setelah menampar Shindy
Shindy masih memegangi pipi kirinya yang memerah, Rama menariknya masuk ke dalam kamar mandi. Tidak cukup disitu. Rama menyalakan air dari shower hingga seluruh tubuh Shindy basah karenanya.
"Hentikan Ram. Aku tidak sengaja!" teriak Shindy mulai gelagapan
"Kau berani menyiramku, jadi aku harus mengguyurmu sampai basah!" ujar Rama.
Rama membiarkan air itu terus mengguyur tubuh Shindy. Rama berjalan pergi dan menutup pintu kamar mandi.
"Rama, buka pintunya Ram! Jangan mengunciku disini! Ram!" teriak Shindy
"Jangan ada yang membukanya, sampai aku kembali."
Terdengar suara Rama, entah bicara pada siapa.
"Ram! Jangan pergi! Buka pintunya." Shindy merosot di belakang pintu. Air shower terus mengalir membasahi lantai kamar mandi. Shindy bergegas berdiri dan mematikan showernya. Shindy melepas semua pakaiannya yang basah. Berganti dengan piyama mandi yang menggantung di belakang pintu. Meskipun tubuhnya sudah setengah kering, Shindy masih tetap kedinginan. Shindy duduk di kloset yang tertutup sambil memeluk erat lututnya. Tubuhnya menggigil dengan sesekali gigi-giginya bergemulutuk tak kuat menahan dingin.
"Apa aku harus mati dengan cara seperti ini? Tidak! Aku harus kuat, demi bayiku ini. Kuat ya sayang." gumam Shindy pada perut ratanya
Shindy mulai merasakan pening, tubuhnya benar-benar lemas hingga dia tidak sadarkan diri. Entah berapa lama dia terbaring di lantai kamar mandi yang dingin. Pintu kamar mandi terbuka, tampak langkah kaki seseorang masuk menghampirinya. Laki-laki itu mencoba mengangkat tubuhnya.
"Kau boleh membunuhku Rama, tapi jangan membunuh anakku." racau Shindy pada pria yang menggendongnya
"Tolong biarkan aku tetap hidup Ram, setidaknya sampai bayiku lahir. Setelah itu, kau boleh menyiksaku sampai mati." tampak keputusasaan terdengar dari bibir Shindy
Ivan POV
"Sebenarnya pernikahan apa yang kalian jalani?" pikirku mendengar racauan gadis dalam gendonganku.
Ku baringkan tubuh gadis ini ke ranjangnya. Entah kenapa aku merasa iba. Mungkin karena usianya sama dengan Metha dan nasibnya tidak jauh beda. Hanya saja, sepertinya gadis ini orang berpunya hingga mau tak mau, Rama harus menikahinya.
Tubuhnya sudah sepucat mayat. Dengan ujung kuku membiru dan bibir yang sudah menghitam. Aku beranjak menuju lemari pakaiannya. Mencari pakaian hangat untuk menggantikan piyama mandinya. Setelan baju tidur lengan panjang ku tarik dari deretannya. Kakiku kembali melangkah mendekat. Aku memegang tali pengikat pada piyama yang dia kenakan.
"Jangan. Jangan lakukan ini. Ku mohon, kasihanilah anakku." ujarnya masih dengan mata terpejam
"Aku hanya ingin mengganti pakaianmu." ujarku lirih
Ku lihat tangan itu masih mencengkeram ikatan bajunya.
"Percayalah, aku tidak akan melakukan apapun padamu." ujarku berusaha meyakinkannya.
Shindy melepaskan tangannya. Aku membuka piyama itu dalam satu tarikan. Kini tubuh itu tampak polos tanpa sehelai benang pun. Bekas memar kemerahan dan luka yang mulai mengering tampak hampir di seluruh tubuhnya.
Aku mengamatinya sesaat. Tidak bisa dipungkiri, aku tertarik dengan kemolekan tubuhnya. Tanganku terulur mengusap p*hanya yang mulus. Perlahan aku mulai mendekatinya. Entah dorongan darimana, aku merasa ingin melakukannya. Aku mencium bibirnya yang dingin. Sedikit mel*matnya. Ku rasakan bibir itu bergerak. Dia membalasku. Aku terdiam, gadis ini begitu lihai melakukannya. Jari lentiknya menarik dalam leherku. D*c*pan terdengar menghiasi kamarnya. Aku merasakan tubuhku yang masih berpakaian dir*ba olehnya. Sial! P*sat tubuhku menegang.
Seketika aku tersadar. Aku menjauhkan diriku. Segera ku pakaikan piyama tidur itu padanya. Dia hanya menurut tanpa berkata apapun. Tubuhnya masih sedingin tadi.
"Kau punya minyak kayu putih?" tanyaku dengan tak yakin. Entah gadis ini masih sadar atau tidak
"Di.. Ngin.." keluhnya.
Aku kembali mengeledah lemari gadis itu. Aku menemukan tas kecil berisi obat-obatan. Setelah menemukan yang ku cari. Aku kembali mendekat dan mengoleskan minyak itu ke kaki tangan juga perutnya.
"Eungh.." lenguhnya
P*sat tubuhku semakin menegang. Jika aku tidak segera pergi. Maka bisa terjadi sesuatu diantara kami. Aku mengembalikan tas itu ke tempatnya. Tak lupa menarik selimut tebal untuk menutupi Shindy.
POV End
"Apa yang kau lakukan disini!" teriak Rama begitu membuka pintu kamar Shindy
Ivan yang membelakanginya, kemudian berbalik ke arahnya.
"Siapa yang menyuruhmu membuka pintu kamar mandi itu?!" tanya Rama lagi
"Dia sedang hamil. Jika dia terus dikunci di dalam sana. Dia dan bayinya bisa mati kedinginan." balas Ivan datar
"Jangan membukanya tanpa perintahku! Apa kau tuli? Aku sudah mengatakannya sebelum pergi!" maki Rama makin tak sabar
"Sebenarnya, apa rencanamu pada gadis ini Ram? Kau menikahinya. Menghamilinya. Lalu menyiksanya? Apa kau pikirr dia hanya mainanmu?" tanya Ivan tanpa menghiraukan kemarahan Rama
"Bukan urusanmu b*doh!"
BUG.. Sebuah pukulan melayang ke rahang kanan Ivan. Ivan hanya tersenyum seolah menantang Rama. Kembali Rama memukul wajah Ivan dengan tangannya. Berkali-kali. Hingga hidung dan sudut bibirnya mengeluarkan darah. Rama menendang keras perut Ivan, hingga tersungkur. Ivan tidak melawan. Entah pasrah atau memang sedang ingin bermain-main dengan Rama. Ivan tergeletak di lantai karena tendangan itu.
Tubuh Rama mendudukinya. Pukulan demi pukulan terus dilayangkan pada Ivan.
"Hentikan Ram!" teriak Bowo yang tiba-tiba masuk
"Ingat, dia sopir kepercayaan tuan Tommy. Jika kau membunuhnya, maka tuan Tommy tidak akan membiarkanmu hidup." terang Bowo
Rama pun bangkit. "Aku akan menunjukkan padamu. Milik siapa Shindy sebenarnya."
Rama menyingkap selimut Shindy. Dengan segera, Rama melepaskan pakaian yang melekat padanya.
"Hentikan! Dia masih lemah, dan kau akan melakukan itu padanya!" bentak Ivan berusaha menarik tubuh Rama menjauh, namun Bowo mencekal kuat kedua tangannya dan menahan kaki Ivan agar tetap berlutut menyaksikan tontonan hina itu di hadapannya.
Rama melepas pakaian Shindy satu per satu. Shindy tak merespon apapun. Entah dia tidur atau pingsan. Dengan beringas, Rama melakukan hal menjijikkan itu di depan Ivan dan Bowo. Ivan mengalihkan pandangannya dan memejamkan mata. Namun kebisingan penyatuan keduanya masih terdengar.
"Cukup!" Berontak Ivan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments