Aldin malah kebingungan karena Rere buru-buru pergi, ia segera mengerjai wanita itu tapi ia kalah cepat karena Rere sudah masuk kedalam lift yang tertutup.
"Sial!" umpat Aldin kesal, wanita itu pasti berpikir yang tidak-tidak tentang dirinya dan Zoya karena masalah tadi.
"Kenapa Al? Siapa wanita itu?" Tanya Zoya mengernyit.
"Dia istriku," sahut Aldin seadanya.
"Apa? Jangan-jangan dia salah paham Al?" Zoya begitu kaget saat tahu jika wanita yang tadi bersamanya di dalam lift adalah istrinya Aldin.
"Ya, kau ingin menemui Dewa 'kan? Dia masih meeting, kau masuk saja ke ruangannya," kata Aldin ingin sekali menjambak rambutnya saat ini.
Zoya hanya mengangguk singkat, jika benar wanita tadi istrinya Aldin, ia merasa bersalah karena tidak tahu jika wanita itu akan datang kesana dan melihat pemandangan tadi. Sekarang wanita itu malah salah paham.
"Kejar dia Al," ucap Zoya.
"Ya, aku akan mengejarnya dulu," kata Aldin memilih berlari menggunakan tangga darurat saja daripada menunggu lift yang Rere tumpangi, karena pastinya akan lebih lama.
Aldin berlari menuruni tangga dari lantai 50 menuju lantai dasar, ia tidak mau Rere kembali salah paham dengan apa yang dilihatnya tadi.
Sedangkan Rere buru-buru pergi seraya terus menangis, hatinya sakit sekali melihat Aldin ternyata hanya memintanya datang untuk melihat hal menyakitkan itu. Memang benar tidak seharusnya ia menggunakan hatinya, sekarang dia lagi yang sakit 'kan?"
Rere mencegat taksi di depan kantor Aldin, tapi ternyata cukup susah karena di jam kerja seperti ini.
"Rere!" Teriak Aldin dengan nafas yang ngos-ngosan karena baru saja turun tangga begitu banyak.
Rere hanya menoleh sekilas, ia malah buru-buru pergi saat melihat Aldin. Ia berlari namun Aldin lebih dulu menahan tangannya.
"Lepas!" Bentak Rere menepis tangan Aldin kasar.
"Nggak, kamu nggak boleh pergi, denger penjelasanku dulu," kata Aldin dengan tatapan memohonnya.
"Menjelaskan apa? Kalau kau punya keluarga lain dan lebih bahagia? Kenapa kau tidak mengatakan kalau kau sudah punya anak!" Teriak Rere dengan tangisnya yang kian menjadi-jadi.
Aldin menggelengkan kepalanya cepat. "Kamu salah paham, semua ini tidak seperti yang kamu lihat," kata Aldin.
"Berhentilah berpura-pura Al, jika kau memang memiliki keluarga lain, kenapa kau harus memintaku mempertahankan bayi ini? Aku akan menggugurkannya sekarang agar kau bebas!" Rere semakin marah, ia menarik tangannya dengan kasar dan kembali berlari menjauh.
Aldin membesarkan matanya kaget bukan kepalang dengan apa yang baru saja di dengarnya. "Jangan gila kamu Re!" Aldin ikut berteriak, ia segera berlari mengejar Rere, ia tidak akan membiarkan wanita itu melakukan hal gila itu.
Rere tidak perduli, ia terus saja berlari meski perutnya terasa nyeri. Sejak awal memang tidak seharusnya mereka menikah meski dengan alasan anak. Pernikahan tanpa cinta pasti hanya akan berujung luka seperti yang ia rasakan saat ini.
"Berhenti Re!" Teriak Aldin mencoba menghentikan Rere.
Rere tetap tidak mau mendengarnya, ia terus berlari tanpa melihat sekelilingnya. Dari arah bersamaan juga terlihat sebuah mobil yang melaju sangat kencang. Rere yang tidak melihat malah menyeberang asal.
Din Din Din.
"Rere awas!!!!!"
Brakkkkkkk!!!!
Sedetik kemudian langkah Aldin terhenti, semuanya terasa hening dan sunyi. Kakinya lemas hingga kesulitan bergerak demi melihat wanita yang dikejarnya kini tergeletak dengan bersumpah darah.
"Rere ..."
*****
Aldin terlihat menunduk di depan ruang operasi yang kini lampunya tengah menyala. Bajunya terlihat penuh dengan darah Rere yang berhasil ia bawa ke rumah sakit. Mata Aldin sejak tadi sudah memerah karena menahan tangisnya. Kini wanitanya sedang terbaring lemah dan berjuang nyawa di dalam sana.
"Nak Aldin, bagaimana keadaan Rere?"
Melik dan Danang datang dengan tergopoh-gopoh setelah mendapatkan kabar kalau Rere mengalami kecelakaan. Mereka sangat panik dan cemas memikirkan nasib putrinya.
Aldin menggeleng lemah, ia tidak tahu bagaimana keadaan Rere sekarang. Wanita itu berdarah dimana-mana, ia bahkan tidak sanggup meski hanya melihat.
"Keadaan pasien sangat kritis, Tuan. Kita harus melakukan tindakan." Seorang suster terlihat keluar dari ruangan Rere, wajahnya sangat panik membuat semua orang ikut panik.
"Lakukan yang terbaik," kata Aldin tidak bisa mengatakan hal lain lagi.
"Pasti, tapi saat ini Tuan harus memilih satu diantara mereka. Kami tidak bisa mempertahankan keduanya Tuan," kata suster itu lagi.
Deg
Jantung Aldin terasa berdegup sangat kencang, memilih antara istri dan anaknya? Mana mungkin dia bisa?
"Maksudnya?" Aldin bertanya seperti orang bo doh.
"Pasien mengalami pendarahan yang cukup hebat, saat ini beliau kehilangan banyak darah. Bayi Anda juga dalam kondisi gawat janin, kita tidak bisa mempertahankannya karena hal itu akan membahayakan nyawa Ibunya," kata Suster menjelaskan. "Tuan bisa mendatangani surat ini jika Anda setuju." Suster lalu menyodorkan sebuah surat persetujuan yang membuat air mata Aldin yang sejak tadi dibendungnya pecah saat itu juga.
Aldin menerima surat itu dengan tangan gemetaran, adakah pilihan yang lebih sulit dari ini?
"Kalau bisa secepatnya Tuan, semakin lama pasien akan semakin banyak kehilangan darah," kata Suster itu lagi.
"Bolehkah aku menemui istriku?" pinta Aldin dengan tatapan mata sayu nya.
Suster itu terdiam sesaat, ia kemudian mengangguk dan membiarkan Aldin masuk kedalam ruang operasi. Disana terlihat Rere sedang meringis kesakitan menahan luka ditubuhnya, semua prosedur belum dilakukan jadi wanita itu masih sadar.
"Rere ..." panggil Aldin.
Rere mengangkat wajahnya. "Jangan setuju," ucap Rere lirih.
"Tidak, kau harus sembuh. Maafkan aku harus mengorbankan anak kita, kau harus sembuh," kata Aldin mengusap rambut Rere.
"Jangan Al, jangan korbankan dia." Rere menggeleng histeris, meskipun ia membenci anaknya, tapi ia tidak pernah benar-benar membencinya, ia justru sangat menyayangi anak ini melebihi apapun.
"Maafkan aku," ucap Aldin mencium kening Rere dalam-dalam sebelum menandatangani surat persetujuan itu.
"Jangan Al, aku mohon jangan," pinta Rere menarik tangan Aldin agar tidak pergi.
Namun, Aldin menepisnya pelan, ia segera menandatangani surat itu membuat tangis Rere pecah. Aldin pun sama menangisinya, mungkin memang saat ini anak itu belum ditakdirkan untuknya.
Maafkan Ayah, maafkan Ayah tidak bisa memilihmu. Percayalah Ayah selalu menyayangimu.
Setelah Aldin menandatangi surat itu, Rere akhirnya segera dioperasi dan anak dalam kandungannya terpaksa harus digugurkan. Selain bahaya untuk Ibunya, jika bayi itu berhasil diselamatkan, pasti juga tidak bisa hidup normal karena mengalami pendarahan waktu di dalam perut.
Aldin menyesal telah melakukan kebodohan itu, setelah ini entahlah, apakah Rere masih mau memaafkannya? Dia bukan hanya menyakiti wanita itu, tapi ia juga sudah membunuh anaknya sendiri.
Happy Reading.
TBC.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Afternoon Honey
Aldin bodoh 👎😡
Rere keras kepala 👎😡
2023-12-31
1
Ita rahmawati
aldin bodoh rere juga egois bgt..gk mau dngerin pnjelasan apapun 🙄🙄
2023-05-13
4
Nona Muda❤️
Aldin bener-bener keterlaluan 🥴
2023-03-13
2