Nikah Dadakan.

Rere memekik kaget saat melihat tubuh Ibunya luruh ke lantai. Semua kejadian bergerak cepat tanpa bisa dicegah, beberapa menit kemudian ia sudah berada di dalam angkot bersama Ayahnya untuk membawa Ibunya ke rumah sakit.

"Sebenarnya ada apa, Re? Kenapa Ibumu bisa seperti ini?" Danang tidak henti mencerca putrinya karena ia tidak tahu apa yang dialami istrinya sampai bisa seperti ini.

Rere hanya menggeleng lemah, ia tidak sanggup membuat hati Ayahnya kecewa jika tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sudah cukup Ibunya yang menjadi korban, ia tidak mau jika Ayahnya ikut terlibat.

Sesampainya di rumah sakit, Melik langsung dibawa ke ruang perawatan. Wanita tua itu ternyata mengalami gejala serangan jantung ringan dan harus di opname. Rere hanya bisa menangisi Ibunya disamping tempat tidur.

"Ibu, maafin Rere," ucap Rere mencium tangan Ibunya seraya terus menangis.

"Ibu kamu baik-baik saja, Dokter bilang sebentar lagi juga sadar," ujar Danang menepuk-nepuk pelan pundak putrinya yang terguncang.

"Ini semua salahku Ayah, Ibu begini karena aku," kata Rere tidak henti menyalahkan dirinya sendiri.

"Memangnya apa yang terjadi? Kenapa Ibumu bisa pingsan?" Tanya Danang seraya mengerutkan dahinya, ia cukup heran karena Rere sejak tadi tidak henti menyalahkan dirinya sendiri.

"Aku hamil, Ayah." Rere mengucapkan kata yang menyakitkan itu dengan kepala tertunduk ke bawah, tangisnya pecah karena tidak sanggup melihat wajah kecewa Ayahnya.

Pegangan tangan Danang di pundak Rere langsung terlepas, ia merasa seperti ada sesuatu yang besar menghantam dirinya hingga terasa begitu menyakitkan.

Putrinya hamil?

"Siapa?" Danang bertanya pelan. "Siapa yang telah menghamili mu? Apakah pria yang kemarin datang ke rumah?" Tanyanya lagi mencoba menahan hatinya yang tercabik.

Rere semakin menangis sesenggukan, ia mengangguk pelan sebagai jawaban pertanyaan Ayahnya.

Danang tersenyum miris, pantaslah jika putrinya ingin secepatnya menikah, ternyata mereka sedang mencoba menutupi kehamilan Rere.

"Ayah kecewa padamu, Re. Kamu berniat membohongi kita sebelumnya?" Hati Ayah manapun pasti sama jika mendengar putri yang mereka cintai telah ternodai seperti ini.

"Maafkan aku Ayah, aku salah, maafkan aku," ucap Rere memegang tangan Ayahnya, ia menciumnya lembut sebagai permohonan maafnya.

Namun, hati Danang sudah begitu terluka, ia menatap Rere dengan rasa kekecewaan yang mendalam. "Ayah tidak tahu harus berbuat apalagi, jika memang kau sudah hamil, suruh pria itu segera menikahi mu," kata Danang.

"Ayah merestuinya 'kan?" tanya Rere memandang Ayahnya.

"Haruskah Ayah menjawabnya, Re? Ayah hanya bisa berharap, semoga kau bahagia nanti bersama pria yang menjadi pilihan mu," ucap Danang mengusap sudut matanya yang basah lalu melepaskan tangan Rere dan pergi dari sana.

Rere mengigit bibirnya, andai Ayahnya tahu jika semua ini bukanlah sebuah pilihan, tapi sudah menjadi jalan yang harus dia pilih. Ia tidak mungkin mempertahankan bayi itu jika tanpa tanggung jawab dari Aldin. Untuk apa? Bukankah memang sudah seharusnya pria itu mempertanggungjawabkan perbuatannya.

******

Keesokan harinya, keluarga Aldin datang ke rumah sakit tempat Ibunya di rawat. Pria itu hanya datang bersama Anderson dan juga Dewa. Zoya tidak bisa ikut karena anaknya masih kecil dan Dewa tidak ingin anaknya terkena virus jika masuk kedalam rumah sakit.

Pagi itu wajah mendung tampak menghiasi semua orang, dimana dihari itu juga akan dilaksanakan pernikahan antara Aldin dan Rere didepan Ibunya yang masih terbaring sakit.

Rere sebelumnya meminta agar Ibunya sembuh dulu, tapi wanita itu memaksa jika Rere harus menikah saat itu juga. Tidak ada persiapan apapun selain mas kawin yang dibawa Aldin. Rere juga tidak merias dirinya, ia hanya menggunakan baju kebaya waktu ia lulusan SMA.

"Semuanya sudah siap, kita bisa mulai acaranya sekarang," ucap Anderson memecah suasana tegang di pagi hari itu.

"Sebelumnya, bolehkah aku bertanya satu hal pada putra Anda, Tuan?" Danang berbicara sejenak sebelum acara dimulai.

"Tentu saja Tuan Danang," sahut Anderson mengangguk.

"Apakah Nak Aldin sudah benar-benar siap menikahi Rere? Jika belum, kita tidak perlu melanjutkan acara pernikahan ini, jika hanya tanggung jawab karena sudah membuat putriku hamil, aku sama sekali tidak keberatan jika harus merawatnya," ucap Danang menatap lurus mata Aldin.

Aldin terlihat terkejut mendengar ucapan Danang, ia melirik Rere yang tak kalah terkejutnya. Kenapa Ayahnya bisa berbicara seperti itu.

Setelah berpikir sejenak, Aldin lalu mengangguk mantap. "Aku siap, Paman." Ucap Aldin dengan nada paling serius yang pernah terdengar.

Danang mengulas senyum tipisnya, hatinya cukup lega mendengar ucapan Aldin yang begitu serius.

"Baiklah, sekarang kita bisa mulai acaranya," ucap penghulu.

Aldin segera mengulurkan tangannya pada Danang, ia sama sekali tidak menundukkan wajahnya meskipun saat ini Danang terus mengawasinya.

"Saudara Aldin Maldives bin ... aku nikahkan dan kawinkan engkau dengan putriku yang bernama Renata Aprilia dengan mas kawin ... di bayar tunai!"

"Saya terima nikahnya Renata Aprilia ..."

Setitik air mata langsung lolos dari sudut mata Rere setelah mendengar Aldin melantunkan bacaan akad nikah dengan menyebut nama lengkapnya. Setelah itu disusul suara SAH dari semua saksi yang berkumpul membuat hati Rere seperti diliputi perasaan yang tidak biasa.

Rere lalu mengulurkan tangannya pada Aldin untuk meminta bersalaman tapi ternyata pria itu malah menyematkan sebuah cincin berlian kecil yang sangat pasa dijari Rere, setelah itu baru ia menerima uluran tangan Rere dan mencium keningnya.

Tepat dihari itu juga, keduanya sudah sah menjadi pasangan suami istri secara hukum dan agama.

******

"Aku tadi sudah berbicara dengan Ayahmu, katanya beliau setuju jika kau tinggal bersamaku di Apartemen."

Aldin terlihat menghampiri Rere yang saat ini duduk di samping Ibunya. Wanita tua itu baru saja tidur setelah minum obat. Acara pernikahan dadakan tadi juga sudah selesai, sekarang Danang dan Anderson sedang berbincang di ruangan khusus.

"Aku ingin merawat Ibuku dulu," sahut Rere tanpa menoleh pada pria yang telah resmi menjadi suaminya itu.

Aldin mengangguk singkat. "Tidak masalah, tapi kau juga harus ingat kesehatanmu, kau sedang hamil sekarang," ucap Aldin melirik perut Rere yang masih rata.

Rere menipiskan bibirnya, emosinya seketika langsung muncul saat mendengar Aldin mengakatan hal itu. Ia ingin sekali berteriak kepada pria itu tapi ia menahan dirinya.

Seharian itu Aldin menemani Rere di rumah sakit, ia membawa beberapa pekerjaannya ke rumah sakit karena tidak enak jika baru saja menikah tapi sudah pergi begitu saja. Meski pernikahan mereka secara paksa, tapi Aldin masih punya sopan santun kepada orang tua Rere.

"Nak Al nggak capek kerja terus? Lebih baik pulang dulu, Rere juga dari kemarin belum pulang," ujar Melik melirik menantu barunya yang begitu fokus di depan laptop.

"Aku masih mau menunggu Ibu disini," sahut Rere tidak perduli dengan Aldin, ia tidak menyuruh pria itu mengikutinya kesana.

"Tidak boleh seperti itu, Nak. Sekarang kamu sudah punya suami, pulang dulu sama suami kamu. Besok bisa balik kesini lagi, sebentar lagi Ayahmu juga pasti sudah kembali," ujar Melik menggeleng tidak setuju.

"Tapi Bu-"

"Ibu tidak apa-apa, ajak suami kamu pulang dulu. Kamu juga harus jaga kesehatan, ingat ada nyawa lain yang ada diperut ini," ucap Melik mengusap perut Rere yang masih rata.

"Baiklah, aku akan pulang dulu. Tapi nunggu Ayah balik," sahut Rere tidak lagi membantah, ia memang butuh istirahat karena saat rasanya pinggangnya ingin patah karena terus duduk.

Happy Reading.

TBC.

Terpopuler

Comments

Bucinnya Rajendra 💞

Bucinnya Rajendra 💞

Nexttttt

2023-03-09

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 59 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!