Rere berbaring di ranjang rumah sakit, setelah ditanya data diri dan sebagainya, Rere akan segera diperiksa, wanita itu terlihat begitu tegang karena ia harap-harap cemas menunggu hasil pemeriksaan. Sesekali Rere menatap Aldin yang tak kalah tegangnya.
"Kapan terakhir kali Nona datang bulan?" tanya Dokter mengecek tekanan darah Rere.
"Saya lupa Dokter, sepertinya 2 bulan lalu." Rere mengingat-ingat kembali, ia memang tidak pernah mengingat-ingat kapan ia datang bulan, biasanya juga jarang.
"Tidak mengalami gejala aneh seperti mual dan muntah?" Dokter kembali bertanya, kali ini ia membuka baju Rere hingga menampakkan perutnya yang rata.
"Tidak ada Dokter, cuma kadan sering lemes aja," jawab Rere belakangan ini memang sering lemas jika malam hari.
Dokter itu terdiam, ia menekan-nekan perut Rere dengan pandangan seriusnya. Rere tidak tahu apa yang Dokter itu lakukan, tapi kemudian Dokter mengulas senyum tipisnya.
"Sudah ada ini, nanti bisa melakukan pemeriksaan lebih lanjut di lab ya, selamat atas kehamilannya," ucap Dokter masih dengan senyum terbaiknya.
Namun, kabar itu justru membuat Aldin dan Rere tercengang. Mereka saling pandang dengan tatapan kaget, dan juga bingung.
"Dia benar-benar hamil?" Aldin kembali bertanya untuk memastikan semuanya.
"Iya Tuan, selamat ya untuk kehamilan istrinya. Perkiraan usianya sudah 5 minggu, saya akan meresepkan vitamin agar Nona dan bayinya sehat."
Ucapan Dokter itu seolah menguap begitu saja, Rere bahkan seperti linglung saat dirinya diajak melakukan serangkaian tes untuk kehamilannya. Tubuhnya bergetar dan lututnya lemas.
"Aku beneran hamil?" gumam Rere menatap hasil tes yang dipegangnya, matanya mulai berkaca-kaca hingga pandangannya mengabur.
Aldin mengusap wajahnya kasar, seperti dugaannya jika Rere pasti hamil karena waktu itu ia tidak menggunakan pengaman sama sekali. Bahkan semalaman entah berapa kali mereka melakukannya, asyik dengan euforia keperawanan Rere dan rasa sakit hati malah membuat keduanya lupa segalanya.
"Apa yang harus aku bilang sama orang tuaku? Kenapa semuanya jadi begini?" Rere menutup wajahnya dengan kedua tangan seraya menangis, ia tidak sanggup jika harus membuat kedua orang tuanya kecewa.
"Kita cari jalan keluarnya sama-sama," ucap Aldin juga bingung harus bersikap bagaimana.
"Ini semua gara-gara kau! Kenapa waktu itu menyentuhku? Dasar pria brengsek!" Rere meluapkan semua emosinya pada Aldin, ia menatap nyalang pada pria yang sudah menghancurkan semuanya ini.
"Siapa yang memulai terlebih dulu? Kalau kau tidak datang waktu itu, aku juga tidak akan melakukan hal ini," kata Aldin tidak mau disalahkan sendiri, ya memang dia salah, tapi tidak sepenuhnya salah.
"Seharusnya kau bisa menahan diri kan? Kenapa kau melakukannya? Sekarang aku hamil, dan kau harus tanggung jawab." Rere semakin meradang mendengar Aldin malah menyalahkan dirinya.
"Aku pasti tanggung jawab, aku akan membiayai semua kebutuhanmu sampai anak itu lahir, jangan coba-coba menggugurkannya," ucap Aldin memandang Rere serius.
"Kau pikir aku segila itu akan mengugurkan anakku sendiri?" bentak Rere tidak terima.
"Mana aku tahu? Pokoknya kau rawat anak itu sampai dia lahir, untuk tempat tinggal, bagaimana kalau aku memberikanmu rumah yang jauh dari orang tua mu? Katakan saja kau sedang kerja diluar kota agar mereka tidak tahu kau hamil," ujar Aldin memutar otaknya agar bisa mendapatkan anak itu tanpa harus menikahi Rere.
"Jadi maksudmu kau hanya menginginkan anak ini saja begitu?" Rere mengertakkan giginya erat, ia bukan wanita bodoh yang dengan mau diberikan fasilitas kelas atas tapi diperlakukan seenaknya.
"Lalu bagaimana lagi? Kita tidak mungkin merawatnya bersama 'kan?" ucap Aldin sama sekali tidak bisa berpikir jernih.
Rere mengepalkan tangannya erat, wajahnya memerah penuh amarah. Sekarang ia tahu jika Aldin memang tidak ada niat untuk menikahinya, pria ini hanya ingin anak di dalam kandungannya, jangan harap ia akan melakukan hal itu.
"Kalau begitu, lebih baik aku menggugurkannya saja," kata Rere memakai tas yang dipakainya lalu turun dari mobil Aldin dengan tergesa-gesa.
Aldin membesarkan matanya kaget, ia juga segera turun untuk mengejar Rere. "Hei! Jangan coba-coba melakukan hal bodoh itu Rere, dia itu anakmu juga." Aldin menarik tangan Rere dengan kasar agar wanita itu tidak pergi.
"Untuk apa dia harus lahir jika tidak punya seorang Ayah? Kau ingin membuat aku malu hamil tanpa seorang suami? Jangan harap aku akan melakukan hal itu," sergah Rere menarik tangannya dengan kasar, tatapannya nyalang seolah penuh amarah yang membara.
"Lalu apa maumu?" Aldin tidak menyerah, ia kembali menghadang langkah Rere sebelum wanita itu pergi.
"Kau harus menikahiku, aku tidak mau anak ini lahir tanpa seorang Ayah," sahut Rere datar namun sangat serius.
"Menikah? Jangan gila kamu, kita bahkan tidak saling cinta dan tidak saling kenal, mana mungkin kita akan menikah?" Aldin begitu terkejut mendengar permintaan Rere yang tidak mungkin ia lakukan itu.
"Semua keputusan ada ditangan mu, menikah atau aku menggugurkan anak ini." Rere tidak perduli jika dianggap mengemis tanggung jawab atau harus menjalani pernikahan tanpa cinta, ia hanya ingin anaknya memiliki status yang jelas dimata hukum, bukan anak hasil hubungan terlarang.
Aldin terdiam sesaat, sungguh ia bingung harus memilih jalan yang mana. Ia tidak ingin anaknya digugurkan, tapi ia juga tidak bisa menikahi Rere. Mereka tidak pernah saling kenal dan ia masih mencintai Zoya.
Namun, ia juga tidak setega itu membiarkan Rere mengugurkan darah dagingnya sendiri.
"Baiklah, aku akan menikahi mu. Tapi, hubungan kita hanya sampai anak itu lahir," ucap Aldin mau tidak mau setuju untuk menikahi Rere.
"Tidak masalah, aku hanya ingin anak ini memiliki status yang jelas nantinya," sahut Rere langsung saja.
Rere tidak tahu harus senang atau sedih Aldin menikahinya hanya karena alasan anak. Tapi hubungan mereka pasti tidak akan bisa dilanjutkan karena tidak ada perasaan apapun dalam hati keduanya.
"Baiklah, ini kartu namaku, hubungi aku jika kau sudah siap untuk menikah. Aku juga harus menyelesaikan beberapa pekerjaan ku," ucap Aldin sekarang bertambah banyak tugasnya, ia tidak mungkin kembali ke negara X dengan membawa Rere bersamanya, wanita ini pasti tidak akan mau.
"Aku tidak butuh itu, sekarang juga kau harus menemui orang tuaku dan menjelaskan pada mereka." Rere menolak mentah-mentah kartu nama itu, ia tidak mau Aldin membohonginya dan malah pergi begitu saja.
Aldin lagi-lagi harus menghela nafas panjang, benar apa kata Rere, ia tidak mungkin langsung menikahi Rere begitu saja. Wanita ini mempunyai orang tua yang ingin tahu apapun yang terjadi dalam hidup anaknya. Bukan seperti dirinya yang hanya sebatang kara di dunia ini.
"Baiklah, kita langsung ke rumah mu saja sekarang."
Happy Reading.
TBC.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Mom Dee🥰🥰
dipart saling melupakan disitu dijelaskan 3bln berlalu, knp hamilnya masih 5 minggu ya
2023-07-08
2
Ita rahmawati
pinter kmu re 🤗🤗
2023-05-13
1
Bucinnya Rajendra 💞
Bagus Rere pemberani 😍 lanjut
2023-03-06
1