Sarah mulai mengambil hasil belajaannya, dimana ia melihat gaun berwarna pink yang baru saja ia beli. " Natasha pasti cocok pakai baju ini. "
Cekrek ....
Suara pintu dibuka, Rudi datang. Ia duduk disamping sang istri. " Mah, masih marah?"
"Apaan sih papah ini suka nggak jelas. "
"Habisnya mama itu, selalu cemberut dan marah marah tanpa alasan. "
"Ya iya, mama tahu itu."
Menarik napas sembari memegang gaun berwarna pink itu, Rudi mulai bertanya. " Gaun untuk Natasha?"
"Iya pah!"
"Kenapa tidak memberikan langsung pada orangnya?"
"Mm, justru itu, mama mau memberikan ini pada Natasya, tapi ...."
"Tapi kenapa?"
"Papah tahu sendirikan Natasha itu beda dengan wanita lain, dia susah di atur!"
"Kamu sebagai ibunya, harus sabar, diakan anak kita satu satunya."
"Iya, mamah juga berpikir seperti itu. Tapikan. "
"Sudah, tak usah banyak tapi, tapi. Sebaiknya malam ini kita fokus pada tujuan kita datang ke acara pesta itu dengan membawa Natasha, jika orang lain mengatai anak kita, tak usah kita dengar. Oke. "
Mendengar perkataan Rudi, membuat Sarah sedikit tenang, pada akhirnya ia hanya bisa pasrah dengan semuanya.
"Ya sudah, mama mau memberikan gaun ini pada Natasha. "
Bangkit dari ranjang tempat tidur, Sarah mulai berjalan menuju ke kamar Natasha.
"Mudah mudahan saja, Natasha kali ini mau mendengarkan perkataanku. "
Sampai di pintu kamar anak semata wayangnya itu, Sarah mulai mengetuk pintu kamar dengan perlahan.
Tok .... Tok .... Tok.
"Iya." Natasha membuka pintu, " Mama."
Hampir menutup kembali pintu kamarnya, dimana Sarah dengan sekuat tenaga mendorong kamar anaknya. " Natasha, kenapa malah menutup pintu kamar kamu lagi. Izinkan mama masuk. "
"Tidak, Natasha tidak mau .... "
"Natasha."
Kekesalan kembali lagi menyerang hati dan pikiran Sarah, kata kata Rudi untuk bisa bersabar hilang begitu saja. "Natasha, mama pastikan kamu bakal kena akibatnya jika tidak membuka pintu sekarang juga. "
"Natasha tak peduli ma. Bodo amat. "
"Natasha, mau mama kutuk kamu jadi tai."
Natasha sempat berpikir, " bisa bisanya, ada seorang ibu mengutuk anaknya menjadi tai. Helo jaman apa itu. "
"Haduh, ma. Jangan bercanda ya, mana ada kutukan semacam itu. "
"Heh, pasti ada aja. "
Sarah mendorong pintu kamar anaknya dengan kemarahan yang menggebu gebu, sampai dimana. Brukkk .... Natasha terjatuh dengan posisi terlentang.
Dada Sarah naik turun, melihat tingkah anaknya.
"Haduhh, ma. Kenapa pake acara mendobrak pintu kamar segala sih."
"Habisnya siapa suruh susah diatur. "
Bangkit dengan memegang pinggang, badan Natasha sedikit membungkuk. " Ada apa sih ma, sampai bersikukuh ingin masuk. "
"Nih, nanti malam kamu pakai gaun ini ya." Printah sang mama kepada anaknya.
"Haduhh gaun lagi, malas ah mam. Kenapa harus ngajak ngajak Tasya segala, " tolak Natasha. Wanita bermata bulat itu mulai duduk di atas kursi.
"Natasha, kemarin kamu kabur saat mama ajak kamu ke pesta, sekarang seribu alasan kamu layangkan, Tasya. Come on, apa kamu tidak mau jadi wanita seperti pada umumnya, kamu harapan mama dan papa, jika kamu tidak dibiasakan datang ke acara seperti itu, siapa yang nanti akan meneruskan perusahaan papa kamu," ucap Sarah, menjelaskan semuanya kepada Natasha.
"Ma, meneruskan perusahaan tak perlu datang ke acara pesta kaya begituan. Hanya buang buang waktu saja, acara kaya begitu hanya memamerkan harta dan kekayaan saja, " balas Natasha. Sarah tahu jika anaknya itu memang tak menyukai bisnis, sekalipun di paksa. Natasha malah akan memberontak.
"Satu kali ini saja ya, agar mama dan papah itu tidak dipertanyakan terus menerus tentang kamu kepada sahabat mama dan papah kamu, " pinta sang mama memohon pada anaknya.
"Hah, mama ribet amat, kalau ada yang nanya cukup bikin alasan saja," ketus Natasha. Dimana Sarah menggelengkan kepala, mendengar perkataan anaknya.
"Ya sudah, kalau itu kemauan kamu, mama tidak akan memaksa lagi, " ucap Sarah dengan raut wajah kecewa.
Natasha tiba tiba tersentuh dan merasa kasihan terhadap Sarah sang mama.
"Mah."
Sarah tetap saja berjalan, tak mendengar perkataan anaknya.
"Mah."
"Baiklah, Natasha malam ini mau ikut ke pesta bersama mama dan papah."
Sarah yang mendengar perkataan anaknya, kini tersenyum lebar, lalu menjawab," benarkah itu sayang."
"Iya, mah. Tapi mama harus janji, jangan menjodoh jodohkan Natasha."
Mama muda itu menganggukkan kepala dan menjawab. " mama janji sayang. Ya sudah sekarang mama mau memberitahu dulu papah kamu oke. "
"Ya."
Natasha mengacak rambutnya dengan kasar, setelah melihat kepergian Sarah.
"Bodoh, kamu Natasha. Ngapain coba kamu menuruti keinginan mama kamu, hah. Datang ke acara kaya begituan, tidak level untuk penyanyi rock in roll. Seperti kamu. " Menggerutu kesal, Natasha melihat gaun yang diberikan sang mama.
Ia memasangkannya, " Ya ampun, prices model apa ini. "
Natasha mengerutkan bibirnya, ia duduk kembali. Menyandarkan dagu pada telapak tangan.
"Apes banget hidupku. "
******
"Papah."
Terlihat Iyem tengah menarik kerah baju Rudi, dimana kedua mata mereka saling menatap satu sama lain.
"Papah."
Keduanya terlihat berjaga jarak, " mama. " Rasa gelisah mulai dirasakan Rudi.
"Sedang apa kalian di dapur?" Sarah menatap ke arah Iyem, terlihat pembantu baru itu menundukkan wajah.
"Mama jangan salah paham dulu, papah hanya menyuruh Iyem menghangatkan apemnya, eh maksud papah menghangatkan roti bakar yang baru saja papah beli gitu. " Dengan nada bicara yang terdengar gugup, membuat Sarah berkata.
"Iyem."
"Ya bu. "
Dengan rasa takut, Iyem berusaha menampilkan wajahnya yang tak ingin disalahkan.
"Besok kamu kemasi barang barang kamu dari rumah ini. Saya berharap nanti pagi tidak melihat waja kamu lagi. "
Deg ....
"Tunggu sayang, apa maksud kamu mengatakan hal itu?"
Sarah melirik kearah suaminya, "Masa kamu tidak mengerti sih pah, bukannya sudah jelasnya apa yang aku katakan pada si Iyem, pembantu baru kita ini. "
"Jadi, kamu memecat si Iyem?"
tanya Rudi, masih tak percaya akan keputusan istrinya.
"Ya bisa dibilang seperti itu pah. Memangnya kenapa, kamu tidak suka ya!?" tanya kembali Sarah, dengan raut wajah mempelihatkan kebencian pada Iyem.
"Kasihan dia, Iyemkan baru bekerja di sini. Sayang, " bela Rudi pada pembantu barunya itu.
"Justru itu aku memecat dia, karena rasa kasihan, kamu ini gimana sih pah, sudah ah mama. Mau makan siang dulu, " balas Sarah, pergi dari hadapan mereka berdua.
"Tuan ini gimana sih, Iyemkan jadi dipecat sama Nyonya. " Ketus Iyem, memukul bahu Rudi.
"Loh, kok kamu jadi nyalahin saya sih Yem, bukannya kamu yang nawarin saya ampem anget, di dapur," balas Rudi, membuat Iyem menggerutu kesal. " Ya, tapi nggak perlu berkata jujur juga kali Tuan. Aah, jadi deh di pecat. "
Menggaruk belakang kepala, Iyem mengijak ngijak lantai dengan raut wajah sedihnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments