Kesal bercampur aduk menjadi satu, ingin rasanya Lorenza memberi pelajaran yang setimpal untuk suaminya ini. " Mengaku saja."
"Mengaku untuk apa? Aku benar benar tidak melakukan apa yang dikatakan suster tadi!" jawab Perwira, berusaha menyakinkan sang istri.
Namun Lorenza tetap saja tak percaya, ia mendekat dengan berkacak pinggang. " Aku tanya sama kamu, apa aku cantik?"
Perwira menatap perlahan sang istri, terlihat wajah berkerut itu menunjukkan jika Lorenza sudah tak menarik lagi.
"Aku tanya sama kamu, sayang. Aku cantik apa tidak?"
Lorenza berusaha menekan sang suami agar berkata jujur, " kamu."
"Ya, aku kenapa?"
"Sudah tak menarik lagi!"
Plakkk ....
Perwira membayangkan perkataan yang akan ia lontrakan pada sang istri dengan memegang pipi kanan.
"Sayang, kenapa kamu malah melamun?"
Perwira menatap kearah istrinya, dimana ia menelan ludah lalu menjawab, " tidak apa apa sayang, hanya sesuatu sedikit mengganjal dalam hatiku. "
"Jadi, apa jawabanya. "
"Sayang, kamu memang sudah tua dan berkerut, tapi bagiku, semua itu tak ada arti. Kamu selalu cantik dengan dirimu yang apa adanya. " Gombalan yang baru saja terlontar dari mulut Perwira, sedikit membuat gejolak hati Lorenza berdesit.
Sepertinya wanita tua itu mendadak salting, dihadapan sang suami.
"Benarkah itu sayang?"
Pertanyaan Lorenza membuat Perwira kembali menelan ludah.
"Ahk, benar sayang. Untuk apa aku berbohong, jikapun aku berbohong, potonglah telinga sapi!" Jawaban Perwira membuat Edwin sedikit tertawa.
"Baiklah aku percaya padamu sekarang, tapi jika kamu melakukan hal itu lagi, hemm. Awas ya, pedang untuk bertempurmu itu, ujungnya kubuat jadi gepeng. "
Perwira bersuara, sembari memegang benda berharganya. " Aw, Aw, Aw. "
Edwin mendekat lalu menenangkan keduanya, " sudahlah, kalian jangan bertengkar seperti anak kecil, apa kalian tidak punya rasa malu sedikit pun?"
Melipatkan kedua tanganya, sang mommy kini mendelik kesal lalu menjawab," Daddy kamu tuh yang nggak punya rasa malu, bisa bisanya .... "
Edwin menyela pembicaraan sang mommy, " sudahlah mom, tak ada baiknya menyalahkan Daddy, kalian itu sama saja. Harusnya semakin tua saling introfeksi diri, jangan saling menyalahkan. "
Keduanya terdiam, setelah mendengar perkataan Edwin, seakan sebuah tampar keras untuk Perwira dan Lorenza, nasehat dari sang anak dengan harapan bisa membuat mereka menjadikan pribadi yang lebih baik lagi.
Suster kini datang memberitahu Lorenza, jika Perwira sudah bisa pulang hari ini juga. "Untuk pasien Pak Perwira, hari ini bisa pulang."
Lorenza mengusap pelan dada bidangnya," Syukurlah, jadi besok bisa datang keacara perkumpulan para petinggi perusahaan. "
Edwin mengerutkan dahi, dimana sang mommy menatap ke arahnya, " ngapain mommy liat aku sampai segitunya. "
"Mm, kamu kaya nggak ngerti mommy saja, besok kamu harus ikut." balas sang mommy, membuat Edwin memajukkan bibirnya.
"Kenapa, kamu menolak?" tanya sang mommy dengan nada ketusnya, terlihat Lorenza tak suka akan penolakan anaknya jika diajak ke sebuah perkumpulan atau pesta.
"Malas lah, mom. Edwin takut jika menuruti keinginan mommy, malah nanti Edwin dijodoh jodohkan sama anak sahabat mommy itu!"
tolak Edwin dengan alasan yang membuat Lorenza menatap sayu pada anaknya.
"Hmm, mommy janji tidak akan menjodoh jodohkan kamu lagi. "
Mendengar perkataan keduanya, membuat Perwira tiba tiba saja batuk, " Edwin. Huuk, huuk. "
"Biasa aja kali pak, batuknya. Kaya orang bengek aja. "
"Ya elah mommy, banyak komen."
Perwira mulai fokus menatap anak semata wayangnya itu, " Edwin, kenapa kamu malah takut di jodohkan, bukannya kamu sudah punya pacar si , si. Ahk, Daddy lupa namanya. "
"Natasha, sayang. " Lorenza meneruskan perkataan Perwira.
"Ah, ya itu dia namanya. Nahanyasa. " Perkataan Perwira membuat Lorenza memukul punggung sang suami. " Papah ini kenapa coba, panggil nama Natasha aja susah, kaya orang struk. "
"Ya elah mami, baru saja keracunan susu basi, wajarlah ngomong nggak lancar, coba kalau susu .... "
Perkataan Perwira terhenti saat bola mata Lorenza seperti mau keluar begitu saja. " Apa, hah. "
"Nggak jadi, buah bundaran bulat mami juga masih terjamin kualitasnya, dan ada label halalnya lagi, hanya expirednya saja yang sudah jatuh tempo. " Perwira mencoba membuat suasana tidak tegang.
Dimana Lorenza menyungingkan bibir atasnya, menatap kesal pada sang suami.
"Heh, namanya wanita tidak ada yang mempunyai susu basi, semua alami tanpa label expirednya. Karena sudah terbungkus rapi tanpa di obral sana sini, emangnya papi mau. Susu mami ini di obral sana sini."
Sontak ending dari cerita susu basi ini, membuat Edwin tertohok. Menggelangkan kepala," silahkan, kalau masih laku. Kalau susu sudah peot ya nggak ada yang mau lah, ada pun paling orangnya bego aja. "
Kesal bukan main, Lorenza baru kali ini mendengar perkataan suaminya yang terang terangan. " Papi bilang begitu, hah. Awasnya. "
Lorenza menatap ke sekeliling ruangan, mencari sebuah benda yang akan ia pukulkan pada Perwira.
"Hah, ini rasakan. "
Sebuah sapu yang tak sengaja ada di ruangan, membuat Lorenza memukul memukulkannya pada Perwira tanpa rasa kasihan sedikitpun.
"Hah, rasakan ini. Bisa bisanya berkata seperti itu pada istrinya sendiri, sudah lupa apa, bentuk yang tadinya bulat kencang jadi mengkerut dan layu. Papih harus ingat, semua itu karena ulah papih sendiri. "
"Aduhh, mami sakit. "
"Rasakan."
Perwira merengek kesakitan seperti anak kecil yang diberi hukuman karena nakal.
Tatapan Perwira membuat Edwin tak tega. " Mommy, sudah hentikan. "
"Dasar, laki laki tidak tahu diri, pengennya enak sendiri. Giliran sudah kenyang sesuka hati menghina."
Edwin berusaha menahan kedua tangan Lorenza, " lepaskan Edwin, mommy harus beri pelajaran Daddy kamu ini. "
"Mommy, ini benar benar keterlaluan. Sudah stop jangan lakukan ini lagi. "
"Mommy akan berhenti saat Daddy kamu yang tua ini meminta maaf pada mommy.
Mendengar hal itu Perwira terlihat egois. Dimana Edwin menasehati kembali sang Daddy. "come on daddy apologize to mommy. "
Perwira malah melipatkan kedua tangannya. Seakan enggan meminta maaf pada sang istri.
"Daddy."
"Edwin, Daddy itu tidak salah, Daddy berbicara sesuai fakta, jika bundaran bulat milik mommy kamu sudah mengkerut dan sudah tak baik di konsumsi. "
Mengusap kasar wajah, Edwin kesal dengan pikiran kekanak kanakan sang Daddy,
"Daddy."
Lorenza semakin menjadi jadi, ia memegang sapu lalu meleparkan pada badan Perwira begitu saja.
"Heh, Perwira, awas saja. Aku akan mengencangkan semua kulit kulit mengkerut ini, agar mulutmu ini terdiam dan tak berkoar koar lagi. "
"Daddy."
Perwira mulai menyadarkan dirinya, " mommy, Daddy hanya bercanda."
Saking kesalnya, karna alur cerita yang membag*ngkan, pada akhirnya Lorenza mengepalkan tangan kanan dan meninju sang suami saat itu juga.
Brakk ....
Terjatuh dari atas ranjang tempat tidur rumah sakit, Lorenza mengambil ponsel pada tasnya, lalu memotret sang suami dengan posisi lidah menjulur, mengirimkannya pada grup WA keluarga dengan menuliskan caption. (Azab karena sudah menghina sus* peot sang istri.)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments