Natasha kembali menjelaskan semuanya, ia berjalan lagi ke arah lelaki tua yang selalu disebut Perwira itu.
"Bapak yang terhormat, kami berdua tidak melakukan hal yang bapak katakan, please deh. Percaya pada gue."
Saking menahan emosinya, Natasha melayangkan kata kata seharinya, dimana Edwin menyumpal mulut wanita itu dengan lap sapu tangan yang selalu ia bawa.
Lorenza melihat kelakuan anaknya, memukul kepala Edwin dengan begitu keras, " Ini anak bisa tidak jangan kasar dengan wanita."
Natasha memperlihatkan kesedihannya dengan berpura pura menangis. " Anak tante memang selalu begitu, main kasar."
Menatap kearah Natasha, Edwin kini melayangkan sebuah tatapan yang menyeramkan.
"Mommy, jangan percaya dengan setan dedemit ini, dia …. "
Lorenza tak segan segan menjewer anak semata wayangnya itu, " mommy kan bilang, jangan kasar dengan wanita."
Di posisi Edwin saat ini, begitu sangat memilukan apapun perkataan yang terlontar selalu salah dimata kedua orang tuanya.
"Mommy, kenapa selalu membela orang lain daripada anaknya," ucap Edwin, merasakan ketidak adilan.
Perwira kini menyeret kedua tangan anaknya, untuk segera masuk ke dalam rumah, " Ayo sekarang kamu masuk ke dalam rumah, jelaskan semuanya dengan benar. "
Winda yang dijodohkan oleh kedua orang tua Edwin hanya mengikuti dari belakang, ia menatap kesal ke arah Natasha.
"Siapa sih wanita ini, bisa bisanya Edwin berpacaran dengan wanita seperti macan tutul." ucap pelan Winda, dimana Natasha sedikit mendengar ucapan wanita yang berada di belakangnya.
Ia melihat sesuatu yang menjijikan, dimana menjatuhkan sapu tangan itu, pas di arah ee kucing. Winda yang melihat sapu tangan terjatuh ke atas tanah membuat ia murka.
Mengambil dan berkata, " Heh, wanita udik beraninya kamu menjatuhkan sapu tangan calon suamiku. "
Natasha tertawa lalu menutup hidungnya dengan dua jari tangan, " iww, bau. "
Kedua hidung Winda merekah, mencium bau yang tak biasa. " sepertinya kamu memegang sesuatu deh. "
Menatap ke arah tangannya sendiri, Winda menjerit, ia merasa jijik dengan apa yang ia pegang. Sedangkan Natasha hanya tertawa terbahak bahak dan berkata, " Sukurin lu, memangnya enak. "
Natasha menggelengkan kepala, melihat apa yang ia lihat adalah sesuatu menyenangkan.
"Sialan, bisa bisanya wanita itu membuat lelucon yang membagongkan." Gerutu hati Winda.
Natasha mulai mengikuti langkah kedua orang tua Edwin, untuk segera masuk ke dalam rumah. Terlihat rumah itu begitu mewah, isi didalamnya begitu banyak barang barang antik yang baru saja Natasha lihat.
" OMG, gila keren abis cukk. Gue kira ini istana jin atau dedemit, habisnya ini rumah dikelilingi hutan rimba. "
Lorenza terdengar heran dengan kata kata yang terlontar dari mulut Natasha, " Tadi kamu bilang apa?"
"Eh tante, gue." Natasha memukul mulutnya, ia harus bisa menyesuaikan diri dihadapan orang yang baru ia kenal. "Anu tante, rumah ini begitu mewah dan bagus, saya kira ini kerjaan dedemit karena dikeliling hutan."
Lorenza tertawa terbahak bahak, mendengar perkataan Natasha, ia terlihat senang dengan Natasha yang asal berbicara.
"Hanya kamu yang berani mengatakan hal ini."
Natasha merasa malu pada dirinya sendiri, " Oh, tante maafkan saya. Kadang mulut saya memang seperti ini, asal ngomong. "
"Tak apa apa. "
Perwira mulai mempersilahkan semua untuk duduk, dimana Edwin sudah tak enak hati dengan tatapan sang ayah.
"Daddy, semua tidak …."
Perwira menyuruh anaknya untuk tutup mulut, karena ia ingin mengintrogasi wanita yang dekat dengan anaknya.
"Siapa nama kamu?" Pertanyaan Perwira membuat Natasha menunjuk dirinya. " Saya om?"
"Iya nama kamu!" Jawaban Perwira membuat Natasha mengulurkan tangan.
"Nama saya Natasha Angelina Putri Laila muara Intan. Sebut saja nama saya Natasha atau bisa dibilang Tasya atau Sahsa."
Edwin menelan ludah setelah mendengar nama wanita yang dianggap Edwin wanita aneh. " Panjang amat ke jalan tol."
Natasha mendelik kesal, ia memperlihatkan bibir tipisnya yang tiba tiba memonyong.
"Oh ya, Natasha, kamu sudah lama kenal dengan Edwin?"
Pertanyaan Perwira tiba tiba dikejutkan dengan kedatangan Winda, terlihat Lorenza sedikit mencium bau asem pada tubuh Winda.
Edwin sengaja menjawab perkataan sang ayah, untuk membatalkan perjodohan antara dirinya dengan Winda. " Sudah dua tahun."
Natasha yang mendengar perkataan Edwin terkejut, ia menggerutu dalam hati, " Buset, berbohong ni orang. "
Edwin memperlihatkan kode mata agar Natasha menuruti perkataannya.
Perwira tampak murka, dan berkata, " Pantas saja kalian sudah bermain kuda kudaan di dalam mobil, jadi kalian sudah tidak kuat ingin menikah. "
Menepuk jidat, Edwin merasa geram dengan perkataan sang ayah yang mengulang ngulang hal yang tak dilakukannya sama sekali di dalam mobil.
Sedangkan Natasha menjadi serba salah, karena posisinya yang berpura pura lugu.
" Ya sudah, kalau begitu papah tanya sama kamu Edwin, kamu pilih Winda atau Natasha."
Tentu saja Winda menaruh harapan jika dirinya akan terpilih, karena Perwira sudah menjanjikan perjodohan ini.
"Aku pilih Natasha, wanita yang sudah aku kenal dua tahun."
Winda nampak tak terima dengan perkataan Edwin calon suaminya," Om, tidak bisa begitu dong."
Perwira mengacak rambutnya dengan kasar, " Winda maafkan Om ya, karena pilihan Edwin pada Natasha. "
Winda yang kesal, mulai pergi dari hadapan keluarga Edwin, ia seakan dipermalukan saat itu. " Winda tunggu. "
Edwin memang tak menyukai Winda sama sekali, dimana ia mencegah sang ayah untuk tidak mengejar Winda.
"Sudah Dad, biarkan saja."
"Tapi."
Lelaki tua itu mulai duduk di atas kursi, ia menatap ke arah Natasha dan juga Edwin.
"Jadi kapan kalian menikah?"
Edwin mengira jika sang ayah tidak akan mengatakan hal itu, padahal ia sengaja berbohong untuk membatalkan pernikahan dari perjodohan ayahnya.
Keduanya terkejut, apalagi Natasha, " Busett, deh om jangan bercanda saya .... "
Edwin mencubit lengan tangan Natasha, dimana wanita itu diam. " Kami sudah siap, kapanpun."
Natasha menoleh ke arah Edwin lalu menggerutu kesal hatinya, " bisa bisanya gue menikah dengan lelaki model ke gini, nggak ada keren kerennya. Pokonya sekarang gue harus nolak."
Setiap kali Natasha ingin angkat bicara, Edwin selalu mencegah, seakan Natasha dikendalikan olehnya.
"Baiklah, satu minggu lagi. Kita akan pergi ke rumah Natasha mengujungi kedua orang tuanya."
Mendengar Perwira berkata seperti itu, membuat Natasha membulatkan mulutnya, berkata pun seakan tertahan ia tiba tiba menjadi gugup dan tak bisa berkata kata.
Posisi Edwin saat ini hanya bisa, tersenyum lebar dan menangapi perkataan sang ayah.
Lorenza terlihat begitu bersemangat dimana ia berkata, " pokonya setelah kalian menikah, harus buru buru punya anak titik. "
Natasha seperti orang bodoh saat itu, ia kebingungan sendiri. " itukan kecepatan tante."
"Mm, masa sih, kalian kan sudah lihai bermain kuda kudaanya bukan?"
Deg .... Pertanyaan Lorenza membuat Natasha dan juga Edwin saling bertatapan satu sama lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Lyeend
Hahahaha..padan muka kamu Natasha.terima ajalah
2023-03-11
0